Menyelamatkan Aumora

3 1 0
                                    

"Apa katamu? Iblis?" Marion tampak begitu terkejut sampai nyaris menjatuhkan baskom yang dia pegang. Matanya yang bulat membesar sampai memenuhi separuh mukanya yang gemuk. Bibirnya terus bergetar seperti orang komat-kamit membaca doa.

"Ya ampun, masa aku berbohong, Ibu?" kata Gideon, menyandarkan sebelah bahunya di ambang pintu halaman belakangnya. Salah satu tangannya memegang gelas berisi nektar. "Aku dan Gibbs sungguh-sungguh melihatnya! Dia menawan Aumora, dan sekarang aku membutuhkan pengetahuanmu yang luas tentang makhluk-makhluk seperti itu!"

"Oh, aku tak menganggap binatang menjijikkan itu iblis!" kata Marion, bergidik ngeri. "Mereka—kurasa sejenis makhluk ciptaan penyihir, karena iblis yang asli tak mudah dibunuh atau menghilang menjadi butiran debu."

Gideon baru menenggak sedikit nektar, lalu tersedak. "Jadi, maksudnya Alfendork itu bukan iblis, tapi cuma penyihir?"

"Tidak baik meremehkan musuh," tegur Montgomery. "Penyihir atau iblis, tetap saja dia berbahaya. Aku yakin seratus persen bahwa dialah yang menyamar menjadi tukang obat, lalu pura-pura memberikan obat mujarab, yang sebenarnya racun kepada ibu Aumora. Dan setelah kupikir-pikir, Gunhilda juga pasti mengalami hal yang sama."

"Gunhilda? Dan begitu pula—oh!" Marion tersentak sambil memeluk semangka di tangannya erat-erat.

"Ya, begitu pula kasus yang dialami Madam Frost," sang ksatria menyela, menatap Marion dan Gideon bergantian. "Juga Master Gresham—ayah Gideon. Itu pasti pekerjaannya juga. Dia sengaja melakukan hal ini supaya para penyihir yang baik dituduh, lalu mereka akan dibasmi, sehingga tak ada lagi pembatas antara mereka dengan umat manusia."

"Yang ingin kuketahui, Gibbs," kata Gideon, mengelap mulutnya. "Ayahku pasti menyimpan sesuatu yang berhubungan dengan Alfendork dan dirinya di masa lalu, mungkin kita bisa memanfaatkannya."

Marion meletakkan semangka di atas meja, lalu mulai membelahnya jadi dua. "Well, sebenarnya, Giddy, ayahmu tidak pernah secara langsung berhubungan dengan orang yang kausebut Alfendork. Tapi, aku rasa ada sesuatu yang mungkin menarik perhatian kalian berdua."

"Katakan, Marion!" desak Montgomery, maju selangkah.

"Kau bisa mencarinya di ruang kerja. Dia tak pernah mengizinkanku menyentuh cermin itu, jadi dia selalu menutupinya dengan terpal selagi..."

Baik Gideon maupun Montgomery tidak menunggu penjelasan Marion lebih jauh. Mereka buru-buru pergi ke ruang kerja tempat Master Gresham mengerjakan sepatu-sepatu pesanannya. Mereka lalu sibuk menggeledah, berharap menemukan cermin itu—yang jelas ditutupi terpal supaya tidak terlihat mencolok.

"Gibbs! Ke sini!" panggil Gideon. Ia mengangkat benda bulat seukuran piring makan malam yang pinggirannya judah berjamur supaya sang ksatria melihatnya. Cermin itu sudah berdebu dan ditempeli sarang laba-laba. Mereka menggunakan terpal itu untuk menyibakkan beberapa yang paling tebal, lalu meniup permukaan kacanya yang berbercak-bercak.

"Inikah cermin yang dimaksud?" gumam sang ksatria, membolak-balik benda itu dengan penasaran.

"Kalian harus menyapa cermin itu, hanya itu yang bisa membuat dia terbangun," kata Marion.

"Apa yang dikatakan ayahku untuk menyapanya?" Gideon menggaruk-garuk kepala, bingung.

"Aku tidak tahu, dia tak pernah mengatakannya di hadapanku," jawab Marion. "Dia hanya mengatakan bahwa cermin ini bisa terbangun jika disapa penuh pengertian."

"Hm, kurasa bisa dicoba," kata Montgomery. Ia menggosok-gosok kaca cermin itu dengan perlahan, lalu melangkah ke jendela. Pantulan cahaya matahari yang dihasilkan si cermin tergambar di dinding belakangnya. "Salam, cermin ajaib," sang ksatria memulai. "Aku tak tahu apa gunanya kau, tapi tolong beritahu kami, dia mana istana tempat Aumora disekap?"

MAHKOTA BERDURIWhere stories live. Discover now