Padang Rumput Lagi

4 1 0
                                    

"Tapi, tapi," kata Gideon tiba-tiba. "Bagaimana dengan musang kita? Taruhan, rubah liar pasti sudah menggondolnya pergi sekarang."

"Peduli amat soal sarapan! Pengembara sejati tak pernah peduli dengan perut kosong saat berjalan jauh," ujar Montgomery sambil melangkah mendahuluinya.

"Bukan itu maksudku!" bentak Gideon jengkel. "Aku meninggalkan kuali dan peralatan memasak kita di sana. Toh, kalian juga pasti lupa membawa ransel, bukan?"

"Kalau begitu, ambilkan untukku," kata Montgomery keras kepala.

"Aku sudah bisa mencium bau petualangan di depan sana!" kata Alabaster. "Kembalilah kemari Gideon, setelah kau membawa musang dan peralatan kita, lalu kita mulai petualangan!"

"Kalau bukan karena Aumora, aku takkan sudi naik-turun bukit begini," ujar Gideon, lalu ia bergegas pergi. Ketika kembali, ia begitu kecapekan sehingga keringatnya membasahi kerah jubahnya. Montgomery hanya mengejek.

"Tidak perlu buru-buru, Kawan, dan tidak perlu berlari begitu!"

"Terserah!" kata Gideon, menyibakkan ujung jubah dari mukanya dengan kesal. Gideon tidak berkata apa-apa, tetapi takjub ketika melewati gerbang pohon tersebut. Ranting-ranting yang patah itu seolah tidak seperti seharusnya ketika mereka membalikkan badan, jadi seperti seolah-olah ada kaca pembatas antara hutan satu dengan hutan lainnya. Begitu pula sinar matahari, yang berada di sisi hutan yang lain, tidak mampu menembus 'kaca pembatas' tersebut.

"Gideon!" panggil Montgomery. "Cepat ke sini!"

Gideon berbalik menyusulnya. Saat itu, Montgomery tengah berdiri diam, terpaku menatap sesuatu di depannya. Gideon melangkah ke sisinya, menyikut lengannya dengan penuh ingin tahu.

"Kenapa?" tanyanya. "Ada apa?"

"Gideon," kata sang ksatria sembari memandangnya. Mukanya tampak gugup. "Kau ingat tentang kisah-kisah yang kuceritakan padamu—tentang para ksatria Ordo Wol Merah? Kau masih ingat bagaimana mereka membunuh domba-domba Westernshaw sampai tak ada seekor pun yang tersisa?"

Gideon tidak berani mengatakan apapun. Matanya bergerak ke bawah, menuruni tanah berumput yang landai itu, menelusuri tiap inci rumpun bunga putih yang tidak diketahui namanya, lalu kembali ke atas, hatinya bergetar melihat hamparan langit sebiru samudra yang dihiasi gumpalan kapas. Saat itulah pekikan paling merdu, lebih nyaring daripada sangkakala perang dan lebih jernih dari nyanyian peri hutan, menyusup sampai jauh menuju gendang telinga kedua pria tersebut. Montgomery sampai berlutut di atas rumput yang bergoyang mengiringi suara tersebut.

"GIDEON! Bodoh! Membungkuk!" ia meraung, tepat saat bayangan gelap menyelimuti padang rumput. Hening di mana-mana. Tidak secara langsung memabukkan, namun begitu perlahan, nyanyian itu semakin keras berdenting. Gideon bisa merasakan dirinya lupa diri, namun tak berdaya. Dia pun terjatuh di sebelah Montgomery dengan muka dan pandangan kosong. Tapi saat otaknya masih setengah bekerja, ia memberanikan diri mengangkat dagunya ke hadapan langit.

Seekor binatang yang amat besar, bentangan sayapnya melebihi dua puncak gunung di seberang sana, yang melintasi kaki langit dengan kepakan yang senada dengan hembusan angin. Gideon menatap wajah berbulu makhluk itu dengan takjub. Matanya yang kuning seperti mata kadal, paruh raksasanya yang tajam mengatup terbuka, tiap inci helai bulu kuning di sekitar tulang wajahnya yang sekuat kerangka besi, tapi yang lebih mengerikan ialah cakarnya, begitu besar dan keemasan, sehingga mampu menangkap sepuluh ekor Hippoceros di dalamnya. Kedua sayap dan sekujur tubuhnya tertutup bulu merah membara seperti api. Ekornya lurus ke bawah, bergoyang-goyang selama ia bermanuver dengan lincah. Makhluk tersebut tidak membalas tatapan Gideon, tapi dengan penuh semangat terus mengepakkan sayap dengan maksud membawa tubuh raksasanya mengarungi luasnya langit di atas kepalanya. Tapi memang, diantara rumpun bunga yang putih diantara rumput kelabu pucat tersebut, hanya bulu binatang itulah yang memberinya warna, sehingga jelas betul hanya ia yang mampu menguasai tempat itu.

MAHKOTA BERDURIWhere stories live. Discover now