Final Quadron

2 0 0
                                    

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Sebuah arena raksasa didirikan di lembah Bukit Squirrelstool, sebelah tenggara Wye Dungeon. Aku tidak akan mencoba menggambarkan seperti apa keadaan di sana, karena kalian sudah dapat membayangkannya dengan mudah. 

Duar! Duer! Letusan dari gerobak penjual kembang api memenuhi atmosfer. Belum lagi tawa berisik anak-anak berusia enam sampai tujuh tahun yang bertarung menggunakan pedang mainan dari kayu. 

Begitu serunya mereka bertarung sampai-sampai menabrak gerobak pedagang kaki lima yang sedang sibuk melayani pembeli. Si pedagang kaki lima menyumpah-nyumpah sementara anak-anak itu tidak mempedulikannya. Nyanyian bagpipe menenggelamkan suaranya yang memang sudah keras itu ke dalam suasana yang lebih menyenangkan. Di sana kita bisa melihat juggler—pemain atraksi lempar bola—dengan hidung semerah tomat dan bertopi kerucut. Ornamen warna-warni dan lonceng kecil menghiasi pinggiran topinya. Dan—oh—jangan lupakan penari-penari wanita Meridian yang cantik jelita. Tiap hentakan kaki mereka pasti mengingatkanmu akan pertunjukan tengah malam pertama yang kau tonton bersama keluargamu, api unggun yang hangat, serta para kerabat. Seruling dimainkan. Genderang ditabuh. Para Duke dan Duchess melambai dengan dagu terangkat. Putra-putri mereka terlalu sibuk memperhatikan atraksi di sepanjang jalan menuju arena sehingga lupa melakukan hal yang sama.

Klan MacDouvall dan sepupu-sepupu jauh mereka memadati barisan paling depan sambil meneriakkan yel-yel dalam bahasa daerah Highlands. Penduduk Moontrose—baik dari kota-kota kecil sekitar wilayah kastil seperti Dungeontown, Giggs, Northwander, dan Summerwater maupun desa-desa di luar yang tidak dapat dijangkau kecuali dengan berkuda—Warhill dan tetangganya di utara; Swamphill, juga dari Midcleffland serta Riverway. Nah, perlu kauketahui bahwa kejadian ini terjadi setelah Rosie Pepperwhite pergi dari rumah. Karena suasana yang terlalu ramai, aku tidak tahu apakah Catherine, Gwyneth, atau Nenek Pepperwhite juga turut serta dalam hiruk-pikuk itu. Jika kau beruntung, mungkin mereka ada di sebelahmu sekarang, atau berdiri di dekat loket, atau sedang membeli sepotong gulali. Tapi marilah kita tinggalkan sejenak arena yang penuh sesak itu, karena kita akan kembali fokus kepada jagoan kita.

Para serdadu yang membawa panji-panji Morgornstarn berbaris di atas kuda tepat di depan tenda bergaris-garis merah-kuning di atas bukit. Edward melangkah keluar dari tenda. Sudah lama sejak Quadron Pertama dia tak terlihat mengenakan baju zirah yang tersusun dari lempeng-lempeng besi perak. Sabuk hitam melingkar di pinggangnya. Sepatu besinya yang berat bergemerincing saat dia berjalan. Tali kekang Wildberry, clydesdale berbulu coklat kacang milik Edward, dihiasi lonceng-lonceng kecil emas yang sama berisiknya dengan sepatu besi. Kuda itu tampak merasa aneh dengan penampilannya sendiri, sama halnya dengan Edward. Para serdadu mengangkat tombak mereka di depan wajah sebagai tanda penghormatan ketika Edward mendekat dan membalas hormat mereka dengan angguk singkat. 

Edward menarik napas panjang ketika keluarga kerajaan berkuda menghampirinya dari arah gerbang kastil. Lord Nicholas turun dari kudanya untuk menghampiri putranya. Jubah beludrunya berwarna hijau zamrud. Di dahinya terpasang mahkota tipis berbentuk lingkaran emas. Tidak ada raut muka yang terlalu sedih atau terlalu gembira. Edward tidak mengatakan apa-apa, tapi berusaha menampakkan senyum di balik rasa cemas yang meliputi dirinya.

"Bertarunglah dengan gagah berani," bisiknya.

"Pasti, Dad," balas Edward.

Lord Nicholas memberi isyarat pada seorang serdadu yang berdiri paling dekat. Serdadu itu maju ke depan sambil menyodorkan bungkusan panjang berwarna lembayung.

"Ini adalah milik Sir Crisholm, kakekmu," kata Lord Nicholas. "Medan perang di masa lalu mengenalnya sebagai Heavenwing—Sayap Cakrawala. Lima kaki delapan inci, ditempa dari sebuah batu meteor. Kuberikan padamu sebagai tanda kepercayaan Dungeon, dan supaya kau selalu mengingat kepahlawanan kakekmu. Jagalah pedang ini dengan segenap jiwa dan ragamu, maka ia akan menjagamu dengan segenap jiwa dan raganya."

MAHKOTA BERDURIWhere stories live. Discover now