Tipuan dan Permen

4 0 0
                                    

Beberapa Goblin tampak sibuk di sana-sini. Bunyi denting besi beradu dengan palu, desis logam yang dilebur, derik api bertemu bongkahan arang, serta geram celoteh para Goblin yang penuh ludah, semua bercampur jadi satu dalam ruangan. Ada asap yang mengepul dari tungku, kereta yang didorong, bau asam, dan percikan bara api. Tak ada satu Goblin pun yang mengetahui keberadaan Rosie diantara mereka. Rosie mundur beberapa langkah sebelum kakinya tersandung sebongkah bara api. Ia jatuh terjengkang ke belakang dengan bunyi 'duk' keras.

Para Goblin berhenti secara mendadak. Kepala mereka terangkat dan menoleh kepada suara yang datang. Mata mereka besar dan kuning, bercahaya dalam kegelapan. Kulit mereka yang hijau kehitaman berbintil-bintil seperti kulit kodok. Deretan gigi besar-besar dan tajam memenuhi rongga mulut mereka yang berbau busuk dan penuh ludah, bersinar-sinar sementara lidah mereka keluar-masuk seperti lidah ular.

"Aha, kedatangan tamu kita," dengkung salah satu Goblin, mendekat untuk melihat Rosie lebih dekat.

"Kita-benar, kedatangan tamu," balas yang lain. Mereka mulai menjilat-jilat bibir. Rosie menyadari bahwa ia jauh lebih sial dari yang dia perkirakan. Dalam sekejap, ia sudah dikelilingi Para Goblin setinggi sembilan puluh sentimeter yang berdiri di atas kedua kaki yang berselaput. Mereka merangsek maju lebih dekat sampai Rosie harus merapat ke tembok.

"Oooh, bagus! Bagus! Cepat, bawa dia kemari!"

Satu per satu Goblin mulai menarik tangan Rosie, lalu memindahkannya kepada yang lain. Mereka mencakari kepala Rosie dengan penasaran, menggaruk lengan dan kaki, sementara ludah memercik ke mana-mana.

"Lihat, rambutnya kuning! Pasti dia dari jauh-negeri!"

"Eh, maaf?" kata Rosie, memberanikan diri bicara setelah sembuh dari keterkejutannya. "Apa katamu?"

"Rambut-kuning! Ya, kurasa cukup-dia baik!"

Mereka bicara dengan dialek yang kasar dan tata bahasa yang dibolak-balik. Rosie langsung memahaminya.

"Kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Goblin yang paling besar. Tangannya yang berselaput menarik-narik gaun Rosie, lalu mengendus-endusnya. "Ini bau peppermint, huek!"

"A-aku terjatuh," jawab Rosie, menarik kembali roknya dengan gugup, "d-dari atas, kalian tahu."

Goblin besar itu mendengus dan meludah. "Sudah kuduga, Tuan buang tamunya lagi. Pasti itu benar."

"Ya, benar-dia!" kotek yang lain. "Sudah kali-kesekian kami menerima tulang belulang, tapi ini-kali berbeda! Dia datang dengan otot yang sempurna dan daging yang lezat!"

"Oh, ini tidak seperti yang kaubayangkan!" kata Rosie cepat-cepat. "Aku terlalu kurus untuk seorang anak perempuan. Kalian pasti tak mau memakanku."

"Siapa bilang kami mau makan kamu?" cetus Goblin yang gigi depannya patah, menjilat-jilat bibirnya dengan liar. Kedua tangannya membentuk cakar. "Kami mau permen dari tamu baru!"

Ucapannya diikuti gerung setuju dari Para Goblin lain. Mereka melompat-lompat dan menari-nari dengan bahagia.

"Yaaa, yaaa..." mereka bersorak. "Permen... permen... manissss!"

Rosie merasa kepalanya sedikit pusing, mungkin karena terantuk lantai. Tapi bisa saja hal itu karena dia dikelilingi makhluk-makhluk memuakkan itu, yang sekarang mengais-ngais lantai batu, meminta permen darinya.

"Ups, kabar buruk," kata Rosie, bicara dengan nada sepelan mungkin. "Aku tidak membawa permen."

Sorak-sorai dan gumaman bahagia para Goblin langsung berhenti. Ruangan menjadi sunyi. Bunyi derik api mampu terdengar begitu jelas diantara rapatnya udara. Hanya saja, bau asam yang menyengat masih memenuhi ruangan.

MAHKOTA BERDURIWhere stories live. Discover now