Kematian dan Quadron Ketiga

7 0 0
                                    

Edward mengerjap-ngerjapkan matanya. Kepalanya terasa berat. Dia merasakan tubuhnya kaku. Mulutnya kering. Dia meraba dahinya sendiri. Ada perban yang melingkarinya. Edward merasakan nyeri luar biasa saat menyentuh lukanya. Dengan susah payah, dia mencoba duduk. Dia berada di atas tempat tidur, tapi bukan di kamarnya. Tempat tidur itu dikelilingi tirai putih. Sebotol obat berbau asam terletak di meja kecil di sebelah kasurnya. Ada juga sekeranjang buah-buahan. Edward membentangkan tangannya untuk menjaga keseimbangan selagi dia mencoba turun dari tempat tidur. Tapi begitu kakinya menapak lantai, dia terhuyung dan sudah terjatuh kalau salah satu tangannya tidak meraih sisi tempat tidur.

Edward berjalan pelan-pelan keluar kamar. Tampak perawat berlalu-lalang sambil membawa nampan berisi handuk, obak, serta perban. Ada juga wanita-wanita penyembuh berseragam ungu muda. Salah seorang dari mereka melihat Edward yang keluar kamar, lalu berbisik-bisik. Edward lalu didudukkannya di kursi kecil. Perawat lain kembali bersama Gawain. Edward bisa melihat raut wajah Gawain yang khawatir tapi juga senang di saat bersamaan.

"Syukurlah, Ed," dia berkata. "Kau pingsan selama dua hari. Mungkin karena racun dalam cakar Monyet Putih. Beruntung sekali. Racun itu sangat berbahaya—jauh lebih berbahaya dari racun tanaman berbisa."

"Well, jadi itulah mengapa kepalaku terasa sangat pusing," kata Edward. "Oiya, bagaimana dengan yang lain? Apakah mereka juga berhasil keluar dari dalam hutan?"

"Hamish MacDouvall datang sesudah kau pingsan," kata Gawain. "Dia bilang dia sampai tersesat jauh ke Pyre-Lenin. Untung saja dia berhasil kembali, kalau tidak dia pasti sudah hilang. Tapi dia luka parah, mungkin disebabkan luak tutul. Kami pikir kakinya sudah tidak tertolong lagi. Gigitan luak tutul sangat kuat. Untung lukanya tidak dalam, tapi tetap saja dia luka parah. Gerald MacLeod datang beberapa menit kemudian. Tampangnya kusut, tapi dia tidak menampakkan tanda-tanda luka sama sekali. Dia hanya memar dan tergores di lengan kiri."

"Jadi," kata Edward, tersenyum penuh kemenangan. "Llewelyn yang sok ganteng itu akhirnya tersingkir, ya?"

Gawain mengangguk. "Dia tertangkap basah melakukan kecurangan. Dia merubah tanda panah supaya peserta lain kerepotan. Tapi nyatanya, dia tertangkap petugas yang mengoperasikan tantangan palu dan langsung didiskualifikasi. Sayangnya, kau takkan mau mendengar nasib Lorries."

"Apa yang terjadi padanya?"

"Dia tewas."

Edward tersentak kaget. "Apa? Bagaimana mungkin?"

Lorries tewas? Lorries yang diklaim seorang petarung sejati?

"Llewelyn jugalah pelakunya," kata Gawain dengan suara sedikit dipelankan. "Bukti pertama adalah pisau yang ditemukan bersama jenazah Lorries sesuai memiliki ukiran khas Meridian. Satu-satunya peserta dari Meridian adalah Llewelyn. Petugas juga sudah menggeledah koleksi senjata Llewelyn yang menunjukkan bahwa pisau itu benar-benar miliknya. Dia sudah dipulangkan ke East Meridian untuk diproses hukum. Jika terbukti dialah pelakunya, maka perbuatannya itu sungguh memalukan. Berlaku curang dan membunuh peserta lain melanggar etika dan moral peserta Quadron."

Edward berpikir, apakah Llewelyn juga yang menyerang Fergus? Kalau begitu, pasti dia membawa lebih dari satu pisau. Ada baiknya dia segera menemui Fergus untuk menanyakan hal ini, tapi tidak sekarang. Dia masih sangat pusing dan lemas.

"Akhirnya, kuucapkan selamat padamu," kata Gawain. "Istirahatlah yang cukup. Kondisimu harus benar-benar pulih. Pertandingan ketiga dimulai hari Minggu besok. Persiapkan dengan baik." Gawain meletakkan gulungan perkamen yang diberikan Fergus di hadapan Edward, lalu pergi. Edward membukanya. Puisi lain tertulis:

"Dalam gelap kami bernyanyi,

namun dalam cahaya kami tak terlihat,

karena kami adalah peramal dan penyair,

MAHKOTA BERDURIWhere stories live. Discover now