Quadron Kedua

4 0 0
                                    

"Biar aku saja yang tangkap!"

"Awas! Dia mau melarikan diri!"

"Ouch! Harper, awas!"

Ayam itu tetap tidak mau tenang. Sekalipun Celeste dan Harper berusaha, ayam itu tetap bisa meloloskan diri dari mereka. Kedua pelayan itu akhirnya mesti menyodok atap dapur untuk membuat ayam itu mau turun. Sayang sekali, si ayam betul-betul tidak mau dimasak. Harper mendengus kesal, lalu membersihkan bulu-bulu yang menempel di celemeknya. Eleanor menggeleng-geleng saja melihat tingkah kedua pelayan itu.

"Kalian ini sebetulnya bisa menangani ayam atau tidak, sih?" katanya.

"Dia terus menerus terbang," Harper membela diri. "Sudah kutawarkan pada Celeste, biar aku saja yang tangkap ayamnya, tapi dia ngotot mau menangkapnya."

"Aku lebih lincah darimu, tahu," protes Celeste kesal. "Sekarang kita sudah kehilangan bahan makanan."

Eleanor segera melerai. "Sudah, sudah! Kalian sama-sama tidak berguna! Lebih baik bantu aku menangani sup. Aku akan menangani ayamnya sendiri. Ingat, jangan sampai lupa memberi bumbu yang tepat."

"Uaaah, aku mengantuk sekali," kata Celeste sambil menguap. "Tuan Muda bertarung dengan hebat kemarin. Aku dengar dia keluar sebagai pemenang kedua."

"Itu lumayan," kata Harper. "Setidaknya tidak mempermalukan Dungeon amat."

"Tapi anak laki-laki dari Highlands itu memang hebat, bukan?" kata Celeste. "Siapa, sih, namanya? Harris? Hubert?"

"Namanya Hamish MacDouvall—katanya dia putra penyair terkenal, Augustus MacDouvall," koreksi Eleanor.

"Dia cukup tampan," Harper terkikik.

"Oh, kau sudah terlalu tua untuk dia!" cemooh Celeste.

"Aku tidak peduli dengan usia," sela Harper. "Yang penting dari seorang pemuda adalah bisa bertanggungjawab dan mencintaiku apa adanya."

Celeste belum puas. "Kita pun tidak tahu sifatnya seperti apa. Siapa tahu di luar sana dia sudah punya kekasih yang lebih baik! Tidak usah berharap yang muluk-muluk, lah!"

"Ah, aku punya kesempatan mengenalnya lebih jauh!" kata Harper tidak peduli. "Nanti akan diadakan sarapan bersama di aula besar."

"Kita lihat saja, bagaimana sikapnya terhadapmu," sergah Celeste. Sup di dalam panci sudah mulai mendidih sementara ia memotong-motong daun bawang.

"Ha! Kau sinis sekali padaku. Kenapa, sih? Apa kau juga masih memikirkan peserta favoritmu dari West Meridian itu?" balas Harper.

"Dia urusanku, mengerti?" kata Celeste, mukanya memerah. "Dia pikir aku begitu saja tertarik pada bunga pemberiannya dua hari lalu? Aku bersyukur dia sudah pulang ke negerinya sekarang. Tapi, yang terburuk adalah peserta dari..."

"Hei, kalian berdua! Bisakah kalian berhenti ngerumpi?" marah Eleanor. "Kita harus menyelesaikan tiga macam hidangan pagi ini! Harus siap sebelum Kepala Pelayan memanggil kita, mengerti?" Kedua pelayan itu langsung buru-buru kembali ke pekerjaan mereka.

Sementara pelayan-pelayan itu menyiapkan sarapan, Edward menyelinap keluar kastil melalui jendela kamarnya. Dia membawa busur dan tabung anak panahnya di punggung. Diam-diam, tanpa diketahui para penjaga kastil, dia keluar melalui pintu sebelah timur. Ia melintasi Bridge of Ronan—jembatan kecil yang menghubungkan dua cabang Sungai Pyre-Lenin, yaitu Erwing dan Warwing. Nantinya, dua cabang itu bertemu di dataran yang lebih rendah menjadi Fords of Tengalen. Edward sering mengunjungi hutan di bantaran sungai itu dulu. Masa-masa sewaktu ditunjuk sebagai squire William dalam latihan perdananya bersama Gawain. Sekarang hutan itu pun masih terlihat sama. Pohon-pohonnya, jarak antar pohon, serta binatang-binatang yang hidup di sana. Hutan itu berwarna kekuningan sewaktu musim gugur. Menjelang musim dingin, daun-daunnya akan semakin merah dan akhirnya jatuh ke tanah. Edward memasang anak panah pada busurnya, lalu menembak seekor bajing yang sedang melompat dari pohon ke pohon.

MAHKOTA BERDURIKde žijí příběhy. Začni objevovat