•Feeling• #19

237 37 31
                                    

Level tertinggi mencintai adalah mengikhlaskan.

⛄⛄⛄

.: Jimat dan Perjanjian :.

PESAN itu langsung terkirim ke Airish dalam waktu tiga detik. Kevin langsung menyambar kunci motor yang berada di atas meja belajarnya kemudian melangkahkan kaki pergi ke panti asuhan nya.

Berulang kali ia mengutuki dirinya karena tak bisa menepati janji pada Airish untuk menjadi obyek di perlombaan hari ini. Mia dan Airish sama-sama penting baginya.

“Mia.”

Kevin memanggil gadis yang menunduk di trotoar jalan dekat panti asuhan, wajah Mia tertunduk lesu sambil memeluk lututnya, melindungi dirinya sendiri. Begitu Mia mengangkat wajahnya, kedua mata Mia merah sekali, hidungnya pun berair, gadis itu mengusap air matanya lalu tersenyum ke arah Kevin.

“Udah dateng ya? Di sana dari kapan?”

“Baru aja.”

Sementara, Kevin ikut duduk di trotoar jalan yang sepi, hanya ditemani lampu jalan yang cahaya nya kurang terang.

“Kenapa nangis? Harusnya kan seneng dapet keluarga baru lagi.”

Mia menumpu tubuhnya dengan telapak tangan nya, “Aku nggak tau harus seneng atau sedih. Aku juga nggak bisa menerima keluarga baru secepat ini.”

Kevin terdiam, membiarkan gadis di sebelahnya mengeluarkan rasa yang sudah disimpannya.

“Baik sih orangnya, cuma aku belum siap ninggalin anak-anak di panti, juga Bunda Ana.” Sesaat, Mia melirik Kevin yang berada di sebelahnya, cowok itu terus menerus menatap ke jalan raya. “Terutama kamu.”

Kevin langsung menoleh dengan cepat, tak ada ekspresi di wajahnya, datar dan juga hanya terdiam.

“Kita di panti dari kecil.” Kata Mia lesu. “Tumbuh bareng, main bareng, sampai kamu ninggalin panti, tinggal di rumah sendiri.”

Suara Mia terdengar sedih di indra pendengaran Kevin, gelombang suara yang masuk di telinga nya begitu halus, tersirat bahwa gadis itu memang benar-benar bersedih.

“Vin, aku harus gimana? Bunda Ana udah aku anggap jadi orang tua aku sendiri 16 tahun aku hidup bareng Bunda Ana sama yang lainnya.”

“Kalau nggak mau, kan bisa nolak.”

“Bunda Ana yang suruh aku buat jalanin hidup baru, karena Bunda Ana nggak bisa bikin aku bahagia, katanya. Tapi aku juga nggak bisa nolak permintaan Bunda Ana, apalagi ekspresinya sendu gitu.”

Kevin merasakan ada sesuatu yang bergerak di bahu sebelah kiri, ia pun menolah dan melihat Mia yang ingin menaruh kepalanya di bahu kiri Kevin. Kontan, ia langsung menjauh perlahan, tidak membiarkan Mia menaruh kepalanya di bahu kirinya.

Mia terheran, “kenapa? Dulu kamu nggak pernah nolak kalau aku pinjem bahunya.”

“Itu dulu, sekarang nggak.”

Seulas senyum tipis Mia perlihatkan, “Apa karena Airish ya?”

“Iya, mungkin karena dia.” Kevin tersenyum saat bayangan wajah Airish datang melintas di pikirannya sebentar.

HSS [2] - FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang