Chapter 9: Vampire's Residence

12.3K 906 14
                                    

Keesokan paginya aku bangun terlalu pagi, sekitar pukul 5. Maka aku memutuskan untuk mencuci wajahku dan turun untuk membuat coklat panas, atau kopi, atau apapun yang panas.

Aku keluar dari kamar dan melangkah perlahan-takut untuk membangunkan siapapun. Tetapi usahaku tidak begitu berhasil. GPPH yang aku derita mendorongku untuk menjadi impulsif dan itulah yang aku lakukan. Aku tersandung karpet dan jatuh berguling dari tangga, membuat seisi rumah terbangun oleh teriakanku.

"Apa yang terjadi?!" teriak sebuah suara. Aku tidak tahu suara siapa itu dan aku kepalaku terus berdenyut. Kurasa aku akan berbaring disini sebentar. Terdengar suara langkah kaki dari atas tangga.

"Emily? Apa yang terjadi?" tanya sebuah suara yang lebih berat dan lebih hangat. Ini pasti Scorpius, batinku. Aku tidak mau membuka mataku, aku takut menjadi lebih pusing.

Kemudian kurasakan seseorang membantuku berdiri, mempersilahkanku untuk menyandarkan badanku kepadanya. Orang itu menuntunku ke suatu tempat dan begitu kakiku mengenai sesuatu yang aku pikir adalah sofa, aku langsung menjatuhkan diriku.

"Emily buka matamu,"

Aku membuka sebelah mataku dengan ragu-ragu. Aku mendapati Scorpius berjongkok di hadapanku, Rose duduk di sofa disebelahku, Harry dan Ginny berdiri di samping Scorpius dan Albus tidak kelihatan batang hidungnya.

"Katakan Emily, apa yang terjadi?" tanya Ginny.

"Aku tersandung karpet, lalu jatuh dari atas," jawabku polos.

"Bukan pertama kalinya, kok," Rose mengejek lalu pergi kearah dapur.

Aku memutar bola mataku dengan kesal. "Kurasa pundakku memar. Boleh aku minta-"

Belum selesai kalimatku diucapkan, sekantung es terbang kearahku. Namun sebelum aku menangkapnya, sebuah tangan mendahuluiku. Scorpius.

"Ini, biarkan aku saja," dia meletakan kantung es itu di pundak kiriku pelan-pelan seakan takut aku akan hancur seperti kaca yang rapuh. Namun, aku membiarkan Scorpius mengompres bahuku. Aku hanya duduk diam dan memberikan tatapan kosong kepadanya.

"Kau sebaiknya tidur lagi, Em," Harry menyarankan. "Disini saja, mungkin saja kau masih trauma karena kejadian tadi,"

"Baiklah," aku merebahkan tubuhku di sofa coklat ini dan begitu kepalaku menyentuh bantal, aku langsung tertidur.

***

"Emily, bangunlah," suara Albus yang sangat khas terdengar di telingaku. Ketika aku sepenuhnya tersadar, Albus menatapku dengan tatapan penuh simpati.

"Ada apa?" aku mengeluh, "Kau benar-benar mengganggu tidurku,"

"Maafkan aku, tapi sarapan sudah siap,"

Dengan setengah hati aku duduk di sofa. Baru aku menyadari bahwa di pangkuanku ada sebuah selimut polos berwarna hitam. Darimana asalnya? Seingatku aku tertidur tanpa selimut ini.

"Apa yang kau pikirkan?" suara Albus membangunkanku dari lamunan panjang tadi.

"Huh? Tidak, aku hanya penasaran, siapa yang menaruh selimut ini?" tanyaku dengan bingung, mungkin efek baru bangun tidur.

"Aku tak tahu, saat aku turun, selimut itu sudah bertengger diatas tubuhmu," ucap Albus tak acuh.

"Oh, oke. Kau duluan saja, aku nanti menyusul,"

"Baiklah, kutunggu kau di ruang makan," jawab Albus sembari berjalan pergi.

Aku duduk diam di sofa selama beberapa menit-memikirkan tentang siapa yang memberikan selimut ini dan berusaha untuk mengusir kantuk yang terus-terusan mendatangiku. Akhirnya, aku berhasil mengurungkan niat untuk menggeliat dibawah selimut dan pergi ke ruang makan.

Shadow (old ver)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon