Chapter 2: Angel on Earth

32K 1.7K 25
                                    

Kami akhirnya sampai di mall dengan selamat. Aku belum pernah naik mobil dengan Rosie sebelumnya, jadi aku agak takut—tidak, sangat takut. Sepanjang perjalanan aku terus-menerus berpegangan pada sabuk pengaman yang melintang di dadaku sampai jari-jariku menjadi kebas. Rosie mungkin masih kecil, tetapi dia pandai bermanuver di jalan raya secara kebut-kebutan. Namun tetap saja jantungku rasanya hendak keluar dari dadaku.

“Kau sepertinya tegang sekali,” Rosie berkomentar.

“Menurutmu bagaimana?” tanyaku jengkel. “Kamu menyetir seperti orang gila!”

Rosie hanya tertawa kecil mendengar komentarku. “Kita kan menghemat waktu, Em. Kita memerlukan waktu sebanyak-banyaknya sebelum mall ditutup.”

“Rosie, mall ini tidak akan ditutup sampai delapan jam lagi. Kita punya banyak waktu,”

“Tapi kita butuh lebih dari itu. Ayo!”

Lagi-lagi Rosie menyeretku keluar dari tempat parkir kearah pintu masuk. Begitu masuk, dia seperti seorang anak kecil di toko permen. Senyum 1000 wattnya selalu terpasang di wajah cantiknya itu. Dia bergegas memasuki sebuah toko, memilih beberapa gaun yang nantinya hanya dia letakan kembali di raknya dan pergi menuju toko yang lain. Hal ini terus menerus berulang sampai dia memasuki sebuah toko di tengah mall. Untungnya kali ini, dia mulai memperlambat kegiatannya sedikit, mungkin karena lelah. Maksudku, bahkan seorang atlet pun mungkin akan lelah jika terus berlarian dari satu toko ke toko yang lain bersama Rosie. Sungguh, dia punya energi yang lumayan banyak untuk seseorang yang vegetarian.

“Ayo kita kesana!” teriak Rosie antusias ketika kami melewati TopShop. Sekali lagi, dia menyeretku masuk.

Didalam, Rosie langsung melepaskan tanganku sebelum aku memintanya dan melesat ke antara rak-rak gaun. Sementara aku pergi ke bagian yang menjual jaket dan kaus, berusaha untuk menemukan suatu barang yang cukup menarik perhatianku untuk membelinya karena semenjak aku dan Rosie menginjakkan kaki di mall ini, kami belum membeli apa-apa. Tak heran karena setiap barang yang aku tunjukkan padanya hanya akan ditolak dan kami terpaksa pergi ke toko yang lain.

Di rak yang ada di kananku, tergantunglah sebuah studded leather jacket yang benar-benar menarik perhatianku. Aku mengeluarkan jaket itu dari raknya dan pergi menuju cermin yang terletak di sampingnya. Kukenakan jaket itu dan memperhatikan pantulanku di cermin. Jaket ini benar-benar keren. Tepian jaket dan retsletingnya ter-studded rapi dengan warna perak. Bagian bawahnya dibuat mirip sabuk. Sederhana, tetapi indah. Aku benar-benar harus meminta pendapat Rosie tentang jaket ini. Dia seperti penata busanaku. Setiap barang yang aku beli haruslah barang yang dia pikir cocok untukku dan dia tidak pernah salah.

Aku melihat Rosie sedang berbicara dengan seorang petugas toko. Tertumpuk selusin gaun di lengannya. Dan aku punya firasat, gaun-gaun itu bukanlah untuk dirinya. Ternyata dugaanku benar.

“Emily! Pergi ke ruang ganti dan kenakan gaun-gaun ini! Kita lihat yang mana yang paling cocok untukmu dan omong-omong, aku suka jaketmu,” ujar Rosie cepat-cepat sembari meletakan tumpukan gaun ke tanganku.

Jelas aku tidak punya pilihan lain. Rosie tidak menerima kata “tidak” sebagai jawaban. Terutama ketika dia mengajukan pertanyaan kepadaku. Dengan langkah yang diseret-seret, aku pergi ke ruang ganti. Rosie pasti tidak pernah memperhatikan tulisan “Max. 2 potong pakaian” yang ada di bagian luar pintu ruang ganti karena dia memberikan selusin potong pakaian kepadaku, enam kali lebih banyak daripada seharusnya tapi, apa peduliku? Aku hanya perlu menyalahkan anak itu jika aku kena tegur petugas toko.

Setelah aku memasuki salah satu ruang ganti, aku meletakan gaun-gaun yang kubawa di meja di sebelah kiri pintu dan melucuti kaus dan celanaku, termasuk jaket yang nanti hendak kubeli. Secara acak aku mengambil salah satu gaun—sebuah gaun ungu sepanjang betis dengan lengan panjang. Gaun ini sungguh jelek. Aku tidak perlu meminta pendapat Rosie karena aku tahu dia berpikiran yang sama denganku. Selanjutnya, aku mengambil gaun merah yang menjuntai sampai ke lantai. Memang, gaun ini pas di badanku, tetapi gaun ini membuat aku terlihat bertahun-tahun lebih tua dan aku tidak menyukainya.

Shadow (old ver)Where stories live. Discover now