Chapter 33: Recumbency

5.2K 503 34
                                    

Enjoy!


Kami berlari secepat yang kami bisa ke arah pintu utama Hogwarts. Hari masih gelap, cukup sulit untuk melihat seberapa dekat vampir yang mengejar kami dengan diri kami sendiri.

Bantuan memang diberikan di Hogwarts bagi siapa yang memintanya. Aku sangat bersyukur hal ini terjadi padaku dan Scorpius. Di depan pintu telah berdiri kepala sekolah, guru-guru, plus Albus, Rose, dan Lucetta. Acungan tongkat mereka membuat para anggota Volturi tidak berani mendekat melebihi jarak 4 meter.

Aku dan Scorpius berdiri di belakang McGonagall atas perintahnya. Tangan kanan Scorpius menggenggam tongkat miliknya sedangkan tangan kirinya melintang di depanku menandakan bahwa dia sedang melindungiku. Walaupun begitu wajahnya menunjukan kebingungan yang tiada kentara.

McGonagall meminta Lucetta untuk memantrai seluruh siswa supaya tetap tertidur setidaknya sampai Volturi pergi. Ia juga memintanya untuk tetap berjaga di dalam demi memastikan tidak ada satupun siswa yang terjaga. Jelas sekali McGonagall memerintahkan Lucetta untuk berbuat demikian demi mencegah jatuhnya korban lainnya. Sampai sekarang pun aku masih tidak tahu berapa banyak korban yang ditimbulkan serangan Volturi. Karena aku.

Sudah saatnya aku menyerahkan diri.

Aro yang membuka perbincangan dengan senyum khasnya. "Halo, Emily. Senang bertemu denganmu, lagi. Kuharap kau kembali untuk menyerahkan diri." Aku mulai jengah dengan senyumnya itu.

"Jangan coba-coba kau merebutnya dari kami. Memangnya apa yang telah dia perbuat sehingga membuat kaummu terganggu?" McGonagall angkat bicara. Banyak yang membenarkan ucapan kepala sekolah tersebut.

"Setahuku sebelumnya kau setuju untuk menyerahkan dia, Nyonya. Bukankah begitu Drew?" Caius bertanya pada Drew yang berdiri di belakangnya. Drew melirik dingin kepada Scorpius, Albus, dan Rose.

"Persuasif anak itu tidak akan bisa mengalahkan kata hatiku untuk melindung Emily," teriak McGonagall pada Volturi. "Dalam hal ini aku berterima kasih pada murid-muridku yang telah mengingatkanku pada saat aku mau berjuang demi melindungi seseorang yang lainnya," ujar McGonagall sambil memberi tatapan penuh kasih pada Rose, Albus, dan Scorpius. Ah, aku mengerti sekarang.

"Orang yang dia maksud adalah aku," ujar seseorang yang tidak kusangka akan datang ke sini. Harry Potter datang bersama Ginny Potter, Ron Weasley, Hermione Weasley, Draco Malfoy, dan Astoria Malfoy. Kedatangan mereka membuat semuanya terkejut, namun bahagia karena mendapat tambahan bantuan.

Harry kembali angkat bicara, "Maaf kami datang tiba-tiba. Anakku yang mengirimi kami surat mengenai hal ini. Dan kalian tidak seharusnya menangkap anak berumur 14 tahun yang tidak bersalah. Kalian juga tidak mungkin mengguna-guna Profesor McGonagall demi menyerahkan anak ini!"

"Kalau begitu kerjamu kurang baik Drew. Tapi tak apa, kami sangat menghargai usahamu," ujar Caius. "Dan kami juga sangat menghargai kerja muridmu, McGonagall. Tentu anda semua mengenal Aldo dan Miguel, bukan? Tanpa mereka kami tidak mungkin bisa melewati mantera pelindung yang telah kalian pasang dan menemukan sekolah ini. Sayangnya kau telah menyuruh gadis tadi memantrai semua muridmu sehingga ia tidak bisa hadir di sini."

Seketika semua yang ada di pihak kami terkaget-kaget. Mata kami melotot seakan akan keluar dari tempatnya. Terutama Scorpius. Tadi ia sempat menceritakan padaku mengenai murid baru yang pindah ke sini. Tenyata mereka ada hubungannya dengan semua ini. Otomatis rahangku dan Scorpius mengeras mendengar penuturan tersebut. Aro pun memasang senyum di wajahnya melihat reaksi kami.

"Perlukah kami menjelaskan mengapa Miss Emily Roberts dapat mengancam kita semua? Pertama, dia setengah vampir, dan setengah demigod. Itu artinya dia adalah makhluk berbahaya yang sekaligus keturunan dewa-dewi Yunani." Baiklah, terima kasih pada Aro yang telah memberitahu semua orang bahwa aku adalah setengah vampir keturunan demigod dan membuat semua orang terkejut.

"Kedua, dia bersekolah di sekolah ini, sekolah sihir. Kalian bisa bayangkan apa jadinya jika dia kita biarkan hidup. Apalagi vampir sangat sulit untuk mengontrol rasa haus mereka. Itu telah menjadi sifat alami kami." Mukaku memerah menahan amarah yang telah memuncak.

"Tapi sifat vampirnya sama sekali tidak terlihat. Dia tetap tumbuh seperti manusia normal dan fisiknya juga seperti manusia pada umumnya," Rose angkat bicara.

"Tapi tidakkah kau perhatikan dia, nak? Kecepatan gerakannya lebih cepat daripada manusia normal. Dan kemampuan berpikirnya melebihi kalian, bukan?" sambung Aro.

"Bahkan hal itu sama sekali tidak membahayakan," kali ini Hermione angkat bicara. "Memangnya hanya dia anak yang pintar dan atletis?"

"Bayangkan saja apa yang bisa dia lakukan dengan sedikit kemampuan vampirnya ditambah dengan sihir yang dia pelajari. Belum lagi sifat ibunya yang jauh lebih dominan membuat dia menjadi mesih penarik moster. Bukan begitu Drew?" ujar Aro masih tidak mau kalah.

Drew hanya menjawab dengan anggukan kepala tanda setuju.

"Apa yang kalian maksud dengan penarik monster?" tanya salah satu guru yang tidak sempat kulihat siapa.

"Keturunan dewa-dewi memiliki semacam bau yang dapat menarik monster-monster mitologi, namun dalam dunia nyata. Tentu kalian tidak mengetahuinya karena mantera yang melindungi sekolah ini," ujar Aro lagi.

"Apakah masih ada diantara kalian yang mengelak? Jika kalian masih tidak mau menyerahkannya atau Emily masih tidak mau meyerahkan diri, maka kami tidak akan tinggal diam."

"Kalian mau menyerang? Silahkan saja. Memangnya kami takut pada kalian para vampir kaku yang suka mengada-ada?" Ron Weasley berteriak pada mereka.

"Aku tidak akan menyerah melawan kalian. Kalian semua telah menjebak Scorpius masuk ke dalam perangkap kalian dan membahayakan nyawanya saat di Italia. Awalnya memang aku tidak percaya. Tapi ternyata semua ini benar. Kalianlah yang keterlaluan," Draco Malfoy bicara menyambung ungkapan kemarahan Ron.

"Baiklah kalau kalian memaksa." Kemudian Aro melirik ke arah Jane dan Alec. Mereka mengangguk dan berjalan ke arah kami. Semuanya mengangkat tongkat sihir mereka, bersiap pada posisinya masing-masing. Dan aku tahu akan terjadi pertempuran lagi. Aku tidak bisa membiarkan mereka berkorban demi aku. Tidak lagi. Aku harus mencegah ini terjadi.

"Hentikan!" Aku berteriak sehingga langkah Jane dan Alec terhenti dan membuat semuanya menatapku.

"Aku akan menyerahkan diriku asalkan kalian berjanji tidak akan menyerang Hogwarts lagi." Sebuah tangan menarikku dengan paksa kali ini. Pemiliknya menatapku dengan sengit.

"No." Scorpius mengatakannya tanpa suara.

"Bagus, Miss Roberts. Kau telah menyadari bahwa dirimu berhaya, bukan?" ujar Aro.

Aku mengangguk kecil lalu memandang mata Scorpius dengan berani. Tindakanku tadi membuat banyak ucapan 'tidak' dari semua yang berada di pihakku. Scorpius menatap mataku dengan matanya yang berkaca-kaca dan memegang tanganku semakin erat. Namun aku melepaskan genggamannya dan berjalan ke arah Volturi.

Dapat kulihat senyuman memuakkan Aro pada jarak 3 meter dari tempatnya berdiri. "Kumohon, Emily," suara parau Scorpius terdengar di indra pendengaranku dengan jelas. Hal tersebut membuat langkahku terhenti sesaat.

"Maafkan aku, tapi aku tak ingin ada korban lagi. Tidak lagi. Hanya ini yang dapat menghentikan mereka, Scorpius. Hanya ini satu-satunya cara. Kuharap kau mengerti." Kini air mata tak sanggup lagi untuk kutahan mengalir begitu saja dari kelopak mataku. Langkahku yang sempat terhenti sekarang semakin mendekat ke arah Volturi. Senyum Aro semakin lebar seiring berkurangnya jarak diantara kami.


"Jangan lakukan itu, Emily," teriak seorang pria yang tengah berjalan ke arah kami.


A/N:


cliffhanger!! hahhahaha

btw, chapter selanjutnya bakal di kerjain sama author M (alias Melia), jadi, kalau kalian mau cepet update, comment yang banyak ke Melia supaya dia makin semangat menyelesaikan chapter 34-nya :D

sorry for any typos or some other sh— *oops?

happy reading, our lovely readers! <3


QOTD: favorite Harry Potter character(s)?

Shadow (old ver)Where stories live. Discover now