Chapter 32: Hello Again

5.7K 505 45
                                    

A/N: NO EDITED CHAPTER


Berat rasanya untuk melihat teman-temanmu yang selama beberapa bulan terakhir ini selalu ada untukmu, dimanipulasi ingatannya agar mereka tidak akan pernah tahu siapa dirimu, seakan beberapa bulan terakhir tidak pernah terjadi. Itu sakit.

Begitu aku selesai menghapus ingatan semua pekemah, Chiron, dan Mr. D, aku langsung bangkit dari kursiku dan berlari ke kabin Athena. Air mata masih mengalir bagai air terjun ke pipiku. Sungguh, aku akan merindukan mereka, bahkan pekemah yang tidak pernah baik kepadaku.

Kakiku melangkah di serambi kabin Athena. Lantai kayu berdecit dibawah kakiku. Aku membuka pintu depan perlahan tetapi cepat, agar para pekemah yang ada di mess tidak mencurigai apapun.

Cepat-cepat aku menghampiri tempat tidurku, membereskan barang-barangku seakan tidak ada orang yang tidur disini selama—katakanlah tiga bulan terakhir. Seperti di kabin Aphrodite, kami juga punya peti di kaki tempat tidur disini. Hanya saja, satu peti milik dua orang penghuni tempat tidur berhubung kami menggunakan bunk bed disini. Aku membuka peti di kaki tempat tidurku dan mengeluarkan ranselku satu-satunya. Kemudian aku menjejalkan semua barang-barangku ke dalamnya—termasuk sepatu dari Connor, yang tidak banyak karena ketika aku pertama kali datang kesini, aku tidak membawa apa-apa selain tongkat sihir Scorpius.

Aku menutup ranselku dan menyandangnya di bahuku. Tongkat sihir Scorpius ada di tanganku dan Aurgentum ada dalam wujud bandul kuncinya. Segera aku keluar dari kabin dan berlari menuju Bukit Blasteran. Aku berlari didalam bayangan malam—berusaha untuk tidak menarik perhatian pekemah ataupun harpy penjaga.

Udara malam begitu dingin menusuk tulang. Aku berdiri di samping Pohon Thalia sambil merapatkan jaketku. Bulu Domba Emas diletakkan di dahan paling rendah sambil dijaga oleh naga automaton sepanjang sepuluh meter. Siapa namanya? Peleus.

Di hadapanku, aku melihat marka Farm Road 3141 dan sebuah mobil Aston Martin warna hitam yang kelewat familiar—mobilnya Rosie.

Aku berlari menuruni bukit kearah mobil tersebut. Darren berdiri disampingnya.

"Emily," katanya sambil tersenyum dan memelukku erat.

"Hei, Darren." Aku balas memeluknya.

Tiba-tiba, Darren melepaskan pelukannya. "Aku menunggu banyak penjelasan, Nak,"

"Terlalu banyak untuk dijelaskan dan kita hanya punya sedikit waktu," kataku cepat-cepat. "Aku harus ke Hogwarts. Jangan tanya kenapa. Lakukan saja."

Darren tampak ragu-ragu pada awalnya. Aku tidak menyalahkannya. Aku bahkan tidak tahu mengapa dia mau datang jauh-jauh dari Paris ke Long Islang hanya untuk mengantarku ke Hogwarts.

"Baiklah," kata Darren pada akhirnya.

"Tunggu, bagaimana dengan mobilnya?" tanyaku. "Rosie sangat menyukai mobil ini."

Darren mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu. "Chauffeur keluarga Vows akan mengambilnya."

"Bukankah kau juga chauffeur keluarga Vows?"

"Aku chauffeur pribadi Rosie, bukan keluarga Vows," kata Darren. "Itu beda." Kemudian dia meraih tanganku dan kami ber-apparate ke sekolah sihirku.

***

Sedetik kemudian, kami berdiri didepan Hogwarts. Angin malam bertiup cukup kencang, membuatku melepaskan tangan Darren dan memasukkannya ke saku jaketku.

"Aku masih menunggu penjelasan itu, Emily," kata Darren.

Aku menghela nafas panjang. Aku benci melakukan ini. "Obliviate."

Shadow (old ver)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang