Chapter 31: Reconnaissance

5.5K 495 8
                                    

Enjoy!

Bagaimana kondisi Hogwarts sekarang? Masihkah Volturi menyerangnya? Berapa banyak korban yang ditimbulkan?

Penyerangan kedua telah terjadi, seperti yang ada didalam mimpiku. Tapi aku masih tidak berada di Hogwarts. Apa penyerangan ketiga akan tetap terjadi?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus saja membanjiri kepalaku dari pagi sampai siang hari ini. Tingkah laku Drew yang mencurigakan juga sukses membuat beban pikiranku bertambah banyak. Mungkin memang sudah sangat wajib menyerahkan diriku kepada Volturi demi menghentikan semua ini.

Jam makan siang. Seperti rencana kami, aku dan Rosie akan mengoprek barang-barang Drew saat semua pekemah sedang makan siang di mess.

"Tunggu apa lagi, Em? Ayo masuk, kita tidak punya banyak waktu."

"Apa kau lupa bahwa kita tidak boleh masuk ke kabin yang bukan kabin kita, Rosie?" tanyaku.

"Tidak," jawab gadis itu. "Makanya tadi aku bilang kalau kita tidak punya banyak waktu. Ayolah."

Rosie menarik tanganku kedalam kabinnya. Kabin Aphrodite merupakan rumah boneka sebesar rumah betulan. Dindingnya dicat merah muda dengan kosen jendela dan pintu berwarna putih-seperti rumah-rumahan Barbie yang sering ada di toko mainan. Tirai berendanya berwarna biru dan turquoise-serasi dengan seprai, selimut, dan bantal disetiap tempat tidur.

Anak-anak laki-laki menempati sebaris tempat tidur yang dipisahkan oleh tirai, namun wilayah mereka sama rapinya dengan wilayah anak-anak perempuan. Oke, itu jelas tidak wajar kecuali mereka semua terkena penyakit OCD atau semacamnya. Setiap pekemah memiliki peti kayu bercat nama mereka di kaki tempat tidur. Mereka juga mendapat area pribadi disekitar tempat tidur. Masing-masing dihiasi poster berlainan, sebagian besar adalah foto aktor atau penyanyi.

"Cukup mengagumi kabinku, Roberts," kata Rosie yang sekarang sedang berdiri di samping salah satu tempat tidur dengan peti bercat Drew.

Aku berjalan mendekati Rosie. Tempat tidur Drew terletak lumayan jauh dari pintu masuk. Area disekitarnya lebih mencolok daripada bagian manapun di kabin ini. Mengapa? Karena wilayah Drew adalah wilayah yang paling berantakan. Namun area pribadinya yang berantakan justru membuat hari ini adalah hari keberuntunganku. Aku menemukan buku diary diatas meja riasnya-tertutupi berbagai macam pelembab bibir dan kosmetik-kosmetik yang tidak aku ketahui apa namanya.

Aku membuka catatan terakhirnya dan mendapati tulisan:

Beruntunglah ketika aku mendapat misi bulan lalu. Keahlian charmspeakku ternyata dilihat oleh sekelompok vampir yang menyebut diri mereka sebagai Volturi. Aku sempat memimpikan bahwa mereka membutuhkanku. Maka aku segera pergi melakukan perjalanan bayangan dengan salah satu anjing neraka yang aku temui di hutan untuk menemui Volturi. Mereka memberiku pekerjaan mudah: aku hanya perlu menggunakan kemampuan charmspeakku kepada kepala sekolah di salah satu sekolah sihir agar tidak melindungi orang aneh di perkemahan ini, Emily Roberts. Jika aku berhasil, aku akan keluar dari perkemahan dan menjadi bagian dari kelompok mereka.

Jadi ternyata Drew pergi ke Hogwarts. Dan ini bukan kabar baik. Aku harus kembali ke Hogwarts secepatnya.

"Hei, apa yang kau temukan?" tanya Rosie seraya menutup peti di kaki tempat tidurnya Drew.

"Diary," jawabku-sambil membolak-balik halamannya, berusaha untuk mendapatkan informasi lebih. "Informasi yang aku dapatkan tidak terlalu banyak. Tetapi aku tahu kemana Drew pergi dan apa alasannya."

Rosie menghampiriku. "Apa alasannya?"

"Drew direkrut oleh sekelompok vampir yang bernama Volturi." Aku menjelaskan. "Dia juga tidak suka kepadaku, jadi dia mau-mau saja disuruh Volturi untuk melakukan hal-hal yang akan menyebabkan kematianku."

Shadow (old ver)Where stories live. Discover now