Chapter 17: Bonfire Song

9.2K 674 9
                                    

Invasi. Hogwarts. Vampir. Scorpius.

Entah selama apa aku tidak sadarkan diri, tetapi itulah hal-hal yang berenang di pikiranku. Aku ingat berbaring di kasur empuk, disuapi makanan yang terasa seperti kue kering coklat, namun bentuknya puding. Rosie duduk disamping kasurku, menyuapiku makanan apapun itu. Sesaat yang aku lihat bukanlah Rosie, tetapi dia. Namun ketika aku mengedipkan mata, sosok sahabatku-lah yang ada di sampingku. Kepalaku di buat sakit olehnya, maka aku memutuskan untuk pingsan lagi saja.

Ketika aku benar-benar siuman, aku berusaha untuk mengenyahkan pemikiran akan visi itu. Aku duduk di kasur. Ada selimut di kakiku, dan scarf dililitkan di leherku. Semua itu nyaman, tetapi mulutku sekering gurun Sahara. Bibirku pecah-pecah dan setiap gigiku sakit. Telapak tangan kanan dan pergelangan tangan kiriku di balut perban, dan keduanya berdenyut setiap menitnya.

“Bagaimana keadaanmu?” terdengar suara yang akrab.

Rosie berjalan kearahku. Penampilannya seakan dia tidak tidur selama seminggu. Dia mengenakan celana jins pendek biru diatas lutut, sepatu olahraga, dan kaus tanpa lengan warna jingga bertulisan ‘Perkemahan Blasteran’.

“Mulutku rasanya aneh,” gumamku pelan.

Gadis itu bersandar di dinding di depan kasurku. “Yang itu mungkin adalah salahku,”

Aku menaikkan sebelah alisku.

“Kau pingsan selama tiga hari. Ketika kau mendorong pedang Percy, posisi pedangnya berada di pergelangan tangan kiri dan telapak tangan kananmu. Tanpa kau sadari, kau nyaris memotong nadimu, Em,” Rosie menjelaskan. “Aku trauma. Aku pernah duduk di ruang tunggu rumah sakit berjam-jam, menunggu agar kau bangun gara-gara kecelakaan di laboratorium biologi. Jadi aku mengambil resiko dengan memberimu ambrosia dan nektar banyak-banyak,”

“Ambro apa?” tanyaku bingung.

“Ambrosia dan nektar. Itu adalah makanan para dewa. Jika manusia biasa yang memakannya, mereka akan terbakar—secara harafiah. Demigod mengonsumsi ambrosia dan nektar ketika mereka terluka secara fisik. Ambrosia dan nektar membantu mempercepat penyembuhan luka, tetapi jika dimakan terlalu banyak, demigod juga akan terbakar,”

“Berapa banyak yang aku makan?” tanyaku.

“Satu balok ambrosia dan setermos nektar,” jawab Rosie. “Untuk keturunan demigod sepertimu, itu sudah banyak. Makanya mulutmu jadi kering. Maafkan aku,”

“Hei, tidak apa-apa,” kataku menenangkan Rosie. “Aku masih hidup kan?”

Rosie memandangiku dengan mata berkaca-kaca. Kemudian dia duduk disampingku dan aku memeluknya erat.

“Oh, ya, aku hampir lupa,” Rosie melepaskan pelukannya dan mengambil sebotol obat penuh dengan pil di lemari obat. “Chiron bilang kau harus minum satu pil setiap hari,”

Aku memperhatikan botol itu—anti depresan.

Shadow (old ver)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang