Part 4

1.2K 126 13
                                    

Happy reading 😊

Sebuah mobil berhenti didepan SMA Jaya negara. Tepat setelah mobil berhenti, Akira turun dari pintu disamping pengemudi.

"Akira tunggu."

Akira menghentikan langkahnya dan berbalik. Ariz tampak turun dari pintu pengemudi dan berlari kecil kearah Akira.

"Ini uang jajan tambahan. Makan yang banyak, jangan makan singkong aja. Paham?" Ariz memberikan satu lembar seratus ribuan.

Akira mengangguk satu kali lalu menerimanya. "Kakak sendiri?" Akira tahu, karena Kakaknya ini belum bekerja. Boro-boro kerja, dia saja masih kuliah.

"Gampang, Kakak mah." Akira mengangguk pelan. Kakak ketiganya ini memang sangat royal. Saking royalnya, sampai terkadang tak memikirkan dirinya sendiri.

Marwah berjalan melewati Akira setelah sebelumnya memberi salam, gadis berhijab itu terlihat tidak mau berlama-lama di dekat Akira yang sedang bersama Kakaknya.

"Hai Marwah," sapa Ariz ramah. Ia kenal dengan Marwah, karena ia adalah satu-satunya teman yang sering Akira bawa ke rumah.

Marwah yang sudah berjalan beberapa langkah langsung menoleh dengan ekspresi horor. Membuat Ariz mengernyit bingung.

"Ini Kak Ariz," jelas Akira. Marwah langsung menghela nafas, lalu kembali mendekat kearah Akira dan Ariz.

"Ternyata Kak Ariz. Tahu gitu, enggak langsung nyelonong." Marwah tampak cengengesan. Ariz kembali dibuat mengernyit setelah mendengar ucapan Marwah.

Dengan ekspresi datarnya, Akira menjelaskan dengan gamblang kalau sebelumnya, Marwah pernah menyapa Kakaknya seolah mereka akrab, karena berfikir yang ditemuinya adalah Ariz. Namun ternyata, saat itu yang diajak Marwah bicara adalah Arash, kakak pertama Akira yang dingin dan cuek. Alhasil Arash hanya menatap Marwah dengan ekspresi datar, tanpa menjawab sapaan Marwah.

Hal itu sepertinya membekas di dalam hati Marwah, sehingga ia menjadi trauma untuk menyapa Kakak Akira. Ia tidak mau mengambil resiko untuk menyapa Kakak Akira lagi, yang wajahnya tak bisa ia bedakan. Walaupun yang ditemuinya adalah Ariz, Kakak Akira yang paling ramah.

"Ya Allah. Maaf ya Marwah. Gara-gara Arash, kamu jadi trauma." Ariz merapatkan telapak tangannya.

Sedangkan Marwah yang tengah mengapit kepala Akira di ketiaknya, karena merasa Akira telah membongkar unek-uneknya, hanya bisa tersenyum pada Ariz.

"Gapapa Kak. Kalau gitu, Marwah sama Akira ke kelas." Ariz mengangguk.

Masih mengapit kepala Akira di ketiaknya, Marwah berjalan memasuki halaman sekolah, sesekali ia menjitak pelan kepala Akira. Melihatnya Ariz hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala.

"Kenapa di kasih tahu?! Gua malu." Marwah langsung melepaskan kepala Akira dari apitannya.

Akira merapikan rambutnya. Ia menatap Marwah dengan ekspresi datar seperti biasa. "Maaf. Aku melukai hati Marwah."

Marwah mengibaskan tangannya, itu terlalu berlebihan jika dikatakan sampai melukai hatinya. "Ya Allah. Gua enggak sampai sakit hati. Cuma kesel aja, lu ngasih tahu kejadian malu-maluin waktu itu."

"Sebagai ucapan maaf. Nanti aku traktir Marwah di kantin."

Marwah mendengus. "Emang gua apaan?" Akira terdiam, "tapi okelah," lanjut Marwah mengacungkan jempolnya dengan senyum sumringah. Akira ikut mengacungkan jempolnya.

Keduanya menoleh saat mendengar kehebohan di belakang mereka. Ternyata itu adalah penggemar dari Marvin yang tengah berkumpul, karena melihat Marvin baru saja memasuki area sekolah.

Weird GirlWhere stories live. Discover now