Part 8

1.1K 108 7
                                    

Happy reading 😊

Keheningan meraja selama beberapa saat didalam ruang tamu. Marvin tampak gugup karena terus ditatap oleh Ayah dan Mommy-nya. Marvin baru saja selesai meluruskan kesalahpahaman orangtuanya.

"Jadi, kamu yang namanya Akira?" Linda tersenyum lembut kearah Akira, yang sedari tadi ekspresi datarnya tidak berubah.

Linda dan Hary sudah mengetahui tentang Akira dari cerita Natasha. Dimana cucu mereka itu selalu menceritakan mengenai Mamanya, melalui telepon.

Akira mengangguk sekali untuk menjawabnya. Melihat ekspresi datar Akira yang tak berubah, Linda dan Hary jadi merasa tidak enak. Apakah mereka membuat tamunya, merasa tidak nyaman?

"Apa kami membuatmu tidak nyaman?" Tanya Hary.

Akira menggeleng pelan.

Sadar kalau kedua orangtuanya merasa tidak enak kepada Akira, karena ekspresi datar gadis itu. Marvin membuka suaranya, "Akira memang seperti ini. Dia tidak bisa mengungkapkan ekspresi wajahnya. Jadi jangan heran, kalau Akira terus menampakkan ekspresi datar." Akira mengangguk sekali, seolah membenarkan kata-kata Marvin.

Mendengar itu Linda dan Hary sedikit terkejut, mereka tidak tahu ada gadis unik seperti Akira di dunia ini.

"Akira. Kamu mau menginap disini? Ini sudah malam," tawar Hary.

Akira menggeleng dengan ekspresi datarnya. "Mau pulang, keluargaku bisa khawatir. Aku pergi hanya dengan meninggalkan catatan."

"Yasudah. Kalau begitu, biar Marvin antar," ucap Linda, yang langsung diangguki Akira. "Terimakasih ya Akira. Sudah repot-repot datang kemari untuk merawat Natasha." Akira kembali mengangguk sekali. Membuat Linda tersenyum tipis.

Setelahnya Linda dan Hary pergi undur diri. Keduanya mau menemui Natasha, sebelum pergi beristirahat.

Mobil Marvin melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan ibukota yang masih basah. Marvin dan Akira larut dalam keheningan, keduanya sama-sama fokus menatap jalanan. Hal itu membuat rasa kantuk, kembali menyerang Akira.

Marvin melirik Akira yang duduk di sebelahnya, gadis itu terlihat terkantuk-kantuk, hingga beberapa kali kepalanya terbentur jendela.

"Mau ngebut? Supaya kamu bisa sampai rumah?" Tawar Marvin.

Mata Akira terbuka, ia menatap Marvin dengan ekspresi datarnya. "Kalau sudah tidak sayang Natasha silahkan saja." Marvin tergelak mendengarnya. "Mungkin dia lupa kalau ini habis hujan, dan jalanan jadi licin," sindir Akira dengan nada datarnya.

Mendengarnya Marvin tidak bisa menahan tawanya. Ia bahkan sampai geleng-geleng kepala. "Iya-iya, maafkan saya. Terimakasih sudah mengingatkan." Marvin mengatupkan bibirnya.

Akira hanya mengangguk-angguk, sambil terus menatap jalanan melalui jendela di sebelahnya.

Mobil Marvin berhenti di gerbang masuk perumahan Akira. Itu semua adalah keinginan Akira, yang hanya ingin diantar sampai sana.

Marvin mengehentikan Akira yang ingin menutup pintu dari luar. Ia hampir saja melupakan sesuatu.

"Sebentar Akira. Tadi kamu ke mansion naik taksi kan?" Akira mengangguk sekali. "Ini aku ganti uangmu." Marvin menyerahkan 2 lembar uang seratus ribuan.

"Terimakasih." Akira langsung mengambilnya tanpa segan.

Marvin tersenyum dan mengangguk. "Terimakasih kembali. Nanti hari Senin, aku berikan singkong goreng yang sudah ku janjikan." Akira mengangguk sekali. Ia langsung menutup pintu mobil Marvin.

Tanpa disadari, keduanya sedari tadi diperhatikan oleh ketiga Kakak Akira. Mereka bertiga batu saja pulang, setelah menyerahkan para maling ke kantor polisi.

Weird GirlWhere stories live. Discover now