Part 3 | Tentang Hari yang berlalu

42 1 0
                                    


Entah sudah berapa lama aku tidak menuliskan tentang harapanku padamu yang masih belum bisa kutemui. Aku ingin mencatat semua harapanku, agar suatu hari saat kita dipertemukan, aku ingin memberikan catatan kecilku yang berisikan tentang dirimu. Tentang dirimu yang namanya dahulu belum aku ketahui.

Sungguh, hari begitu cepat berlalu. Aku sampai tidak menyadari bahwa sahabatku sudah mulai mengenal dan dekat dengan pria baru yang hanya bisa memberi rayuan lewat ketikan tanpa pembuktian nyata. Aku pun tidak tertarik untuk menanyakan siapa dia dan dari mana asalnya. Intinya, sahabatku bisa bahagia. Itu sudah cukup bagiku.

Aku tidak tahu jelas, kapan dan di mana aku mengagumi seorang pria yang begitu indah tutur katanya terhadap lawan bicaranya. Dia terlihat sederhana dengan celana cingkrang yang dikenakan pada sore itu. Netraku terus mengamatinya, bahkan di saat dia mulai pergi dan hilang dari pandanganku.

Saat kepergian pria itu, aku seperti kehilangan separuh hatiku. Aku masih ingin mengenalnya. Tahu siapa namanya bahkan aku ingin tahu dia ingin kemana. Entah ada apa dengan hatiku sore itu. Aku benar-benar seperti orang yang masih ingin melihat dia walau dari kejauhan.

Jujur saja, sore itu saat kepergiannya, aku berdoa dalam hati semoga itu kamu yang selalu aku harapkan pada Tuhan di setiap bait doaku. Kamu tahu, aku tidak pernah merasa seperti ini. Aku bahkan tidak pernah ingin tahu tentang pria. Tetapi, sore itu berbeda. Ada sedikit ketertarikan dalam diriku padanya.

Perasaan ini, bukan pertama kalinya aku rasakan. Namun, sudah kesekian kalinya. Tetapi, aku selalu menarik jauh diriku dari rasa kekaguman pada seorang pria. Aku juga berusaha untuk tidak ingin membuka hati dan mencoba untuk tidak terjatuh di dalam jurang yang dalam. Orang-orang bilang jatuh cinta.

Dalam hati aku selalu bertanya setelah sore itu usai. Apakah pria itu adalah kamu? Kamu yang selama ini masuk dalam catatan-catatan kecil yang kutulis di saat waktu luang. Sebagian teman-temanku juga orang lain menertawakan tentang aku yang menulis hal tidak penting tentang harapanku terhadap kamu yang sama sekali tidak kukenal. Beberapa orang lainnya juga sempat berpikir bahwa aku sudah gila dan terlalu naif. Terlalu lama sendiri.

Aku tidak peduli dengan semua ucapan mereka. Aku tidak ingin mendengarnya. Padahal aku begitu mudah jatuh saat mendengar cemoohan mereka yang sama sekali tidak perlu kuberi tempat di hati. Aku terus menulis harapanku agar kamu tahu betapa besarnya keraguanku pada seorang pria yang datang untuk membuka tabir perkenalan denganku, atau hanya sekedar ingin berteman saja.

Lalu, apa salahnya aku menulis harapan-harapan kecil ini mengenai dirimu? Aku hanya ingin kamu bisa menerima apa yang selama ini menjadi ketakutan terbesarku. Aku hanya ingin kamu tahu seperti apa diriku. Hanya itu saja. Walau pun nantinya kamu menganggap semua ini hanyalah sebuah tulisan receh belaka. Aku ingin kamu mau membacanya. Itu sudah lebih cukup untuk membuatku bahagia. Aku ingin kamu tahu dan bisa menerima hobi kecilku yang sering tenggelam bersama buku-buku dan tulisan-tulisan kecilnya.

Aku ingin kamulah orang pertama yang akan membaca setiap karya yang aku ciptakan. Setiap tulisan-tulisan sederhanaku. Semoga kamu mau melakukan hal sederhana itu untuk, ya. Kalau kamu memang tidak suka membaca sebuah tulisan. Tidak apa-apa. Aku tidak akan memaksamu. Mendukung dan selalu ada di sampingku saja sudah cukup.

Orang yang kulihat sore itu, entah kamu atau bukan. Aku harap dia adalah pria yang baik dan tidak akan mempermainkan seorang wanita yang nantinya akan dia jadikan pasangan hidup. Begitu pun dengan kamu.

Ah. Aku sudah begitu banyak merangkai kata dalam puisi-puisiku yang miskin diksi. Aku masih perlu belajar untuk memberimu hadiah sebuah puisi terbaik dari seratus puisi terbaikku nanti. Aku tidak punya apa-apa selain diksi yang biasa kupakai untuk merangkai kata-kata sederhana penuh makna. Kamu mau kan menerima aku apa adanya. Aku ini begitu rumit dan tidak jelas. Banyak hal yang tidak aku sukai. Aku tidak senang jika terlalu sering disuruh tidur di saat jam tidurku saja belum tiba. Aku juga tidak suka diajak kemana-mana. Kalau sama kamu mungkin saja aku mau. Dan, hal paling aku benci adalah berbohong. Jadi, tolong jangan berbohong padaku. Walaupun itu menyakitkan lebih baik katakan saja. Karena aku selalu berusaha berkata jujur dan terbuka padamu nanti. Bahkan pada semua orang aku selalu berusaha untuk mengatakan yang sejujurnya.

Salam Hangat
_Uslifatunisa
Hanya sebuah senandika biasa
Jum'at, 3 September 2021

Rasa yang Datang tanpa Sengaja (Senandika)✅Where stories live. Discover now