Part 8| Luka Batin

12 1 0
                                    

Berbicara tentangmu tidak akan pernah ada habisnya. Namun, kini aku tidak ingin membahas dirimu. Mengapa? Karena ada luka yang harus segera diobati dan itu adalah hal yang paling penting bagiku. Aku kadang berpikir, bahwa aku adalah orang yang paling bahagia daripada temanku dan orang lain. Kenyataannya, tidak.

Luka memang akan sembuh dengan seiringnya waktu berjalan, tetapi bekasnya akan tetap meninggalkan jejak. Membuat kita mudah mengingat luka itu kembali. Kadang, aku tidak tega untuk menunjukkan bahwa aku bukanlah orang yang bersalah, aku ingin sekali membela diri. Nyatanya, aku tetap saja mengalah dan memilih untuk jadi bersalah. Kemudian, meminta maaf lebih dulu.

Walau demikian, tetap saja dia merasa jadi orang yang paling terluka, merasa tidak dipedulikan dan merasa selalu salah. Sebenarnya, kesalahan besar apa yang sudah aku perbuat? Sampai hati dia mengumbar fitnah dan membicarakan segala hal yang salah tentangku. Tidak ingatkah dia, bahwa aku selalu jadi orang yang mendukung di setiap langkahnya, selalu mengalah atas setiap kesalahannya, dan selalu membela di setiap ada orang yang menyalahkan dirinya.

Sebenarnya, siapa yang sedang aku bicarakan ini? Aku ingin sekali memberitahu, menceritakan segala hal yang menyakitiku karena ulahnya. Mengatakan siapa namanya. Namun, aku bukanlah dia. Aku tidak ingin menjadi seperti dia. Walau keinginan untuk membela diri masih membara di dalam dada. Tetapi, sudahlah. Aku masih bisa berusaha untuk tetap diam dan mencoba untuk ikhlas.

Bukankah, membela diri sendiri itu perlu? Tetapi, mengingat kebenaran begitu sulit untuk dibenarkan tanpa pembuktian yang nyata. Dan, mengungkapkan yang sebenarnya pun kadang di anggap sepele. Sembari orang yang mendengarkan penjelasan ini, hanya berkata, "udah nggak usah dimasukkan ke dalam hati.", "Sabar aja." ,"Nggak usah baper, gituan doang baper.", "Mungkin mereka khilaf, manusia kadang emang lupa dan tempatnya salah, bukan?"

Benar, itu semua benar. Sekali, dua kali dan tiga kali mungkin nggak apa-apa, kalau udah keseringan? Gimana? Bisa-bisa stress kalau nggak kuat mental.

Aku bingung menjelaskan luka seperti apa yang sebenarnya aku rasakan ini, saking sulitnya aku pun tidak tahu kenapa terasa begitu sakit sampai lupa dia sudah berbuat apa padaku? Di sisi lain aku merasa bersyukur kalau dengan rasa sakit ini, aku bisa lebih berhati-hati dalam berucap dan bertindak juga melakukan sesuatu yang bisa jadi melukai hati orang lain.  Karena memang sejatinya semua orang pasti pernah melukai perasaan orang lain baik secara sengaja ataupun tidak sengaja.

Kalau disuruh memilih, aku tidak ingin berada di posisi seperti ini. Di mana saat aku begitu mudah di salahkan, dikritik atas tindakan yang sudah aku lakukan dengan memaksimalkan semua usaha terbaikku, direndahkan saat aku tengah mengusahakan sebuah impian terbesarku, dituduh atas sesuatu yang tidak aku lakukan, dan ditekan seperti orang yang tidak punya kebebasan untuk melakukan apa yang kita sukai, sekalipun hal itu adalah sebuah hobi yang belum menghasilkan apa-apa.

Ingin rasanya tidak memperhatikan atau pedulikan segala ucapan yang hanya bisa melukai hati. Tapi, itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan ataupun tidak segampang motivasi yang bertebaran di beranda media sosial. Jujur, itu sesulit menghancurkan sebuah berlian. Padahal aku belum pernah memecahkannya. Namun, orang bilang berlian memang sulit untuk dihancurkan.

Untuk dia yang melukaiku, aku harap dia tidak merasakan luka yang sama. Aku harap dia bisa membawa cermin yang biasa dia ingatkan padaku. Aku juga berharap semoga hatimu tidak lagi merasa paling tersakiti, karena ada orang lain yang merasa lebih tersakiti dari lukamu.

Jujur, sebenarnya aku bosan untuk mengalah demi mementingkan kedamaian antar sesama. Terlebih pada orang yang sudah sejak lama bersamaku dan sudah lama kukenal. Tetapi, di sisi lain aku ingin tetap seperti ini. Memilih diam dan menerima semua luka dengan ikhlas. Karena Ayah bilang, dengan begitu akulah pemenangnya. Menang dari syaitan yang memang ingin memecah belah hubungan antara dia dan aku. Ingin memutuskan tali silaturahmi aku dan dia.

Luka memang begitu sulit untuk dilupakan, karena penawarnya berasal dari seseorang yang menciptakan luka tersebut. Hanya dia yang paling mampu menyembuhkan luka itu. Namun, penawar luka bukan hanya ada satu, ada banyak selagi yang merasa terluka berusaha untuk tetap kuat dan mencari obat luka yang tersebar banyak di luar sana.

Aku cuma mau bilang terima kasih kepada dia yang melukai, karena luka yang kamu berikan mampu membuatku jauh lebih kuat dan bersabar lebih banyak. Juga, menjadikan aku lebih berhati-hati sebelum mengatakan dan melakukan sesuatu.



Rasa yang Datang tanpa Sengaja (Senandika)✅Where stories live. Discover now