Part 12| Kamu kembali

8 1 0
                                    

Kamu tahu, aku sangat bahagia sejak beberapa hari terakhir kamu sering menghubungiku lewat pesan. Bahkan menanyakan hal yang tidak seperti biasanya. Mulai menanyakan kabar dan apa yang sedang kulakukan, bahkan memberi salam pada orangtuaku. Kamu mulai banyak bicara bahkan menelponku. Maaf, kalau aku selalu menolak telpon darimu dan terima kasih juga karena kamu tidak marah karena hal itu. Sungguh, aku tidak punya keberanian untuk berbicara lewat telpon denganmu. Aku takut tidak akan bisa tidur saat malam tiba.

Aku juga senang, karena kamu sering mengirim pesan suara padaku sekarang. Kamu mulai perhatian dan menasihati aku yang kadang lupa diri atau tengah melakukan hal yang salah. Sungguh, aku benar-benar bahagia.

Di balik kebahagiaan itu, ada saja prasangka lain yang datang entah dari sisi mana. Aku takut Kamu hanya menjadikan aku sebagai pengisi waktu kosong untukmu. Aku takut kamu hanya sekedar butuh teman chatting. Aku takut kamu tidak punya sedikit saja rasa padaku. Aku takut kamu sudah punya orang lain. Aku takut kamu hanya menjadikan aku sebagai pelarian saja dan ada banyak ketakutan lain yang tidak bisa aku jelaskan melalui kata-kata.

Namun, aku berusaha untuk mengabaikan semua prasangka buruk itu dari otakku. Karena ada hal lain yang lebih penting untuk dipikirkan. Berprasangka baik padamu jauh lebih baik agar aku mudah untuk tetap menjaga rasa yang ada di lubuk hati ini agar tetap utuh.

Semua yang aku deskripsikan tentang kamu terkesan sangat alay, ya? Aku tidak peduli. Aku hanya mencoba untuk jujur, terkadang terlihat alay itu sedikit diperlukan agar sesuatu yang kita ciptakan tampak jauh lebih indah. Termasuk tulisan-tulisan yang ada di novel-novel dan puisi milik penulis terkenal.

Aku hanya ingin mencoba untuk membenahi diri lagi untuk jadi lebih baik agar pikiranku tidak terfokus kepadamu saja. Karena kamu paling sering datang dan memenuhi isi kepalaku. Apalagi sejak beberapa hari terakhir. Semenjak kamu sering mengabari aku meski hanya lewat WhatsApp.

Sebenarnya, aku ingin sekali kalau kamu bisa terbuka denganku di dunia nyata. Aku ingin kamu sering menyapaku di kala kita bertemu. Bukan, sekedar senyum tipis yang menampilkan dua lesung pipi indah milikmu. Tetapi, itu jauh lebih baik daripada kamu tidak menyapaku sama sekali.

Aku terlalu menuntut banyak darimu yang bukan siapa-siapa bagiku. Aku terlalu ingin menjadi ratu yang istimewa bagimu dan aku selalu berharap kamulah yang akan memulainya lebih dulu, baik itu salam sapa atau sekedar mengirim pesan WhatsApp padaku. Sementara aku yang memiliki harapan besar padamu tidak pernah mau melakukan semua itu lebih dulu. Bukan karena aku tidak mau. Hanya saja, rasa takut terus menghantui dan menakuti setiap kali aku mendapat kesempatan.

Perempuan lain, bukan mustahil mereka jauh lebih mampu dariku untuk mengatakan perasaannya. Mendekati orang yang sudah mencuri separuh hatinya. Bahkan, memulai sebuah pembicaraan dan tidak takut untuk menyapa lebih dulu. Sedangkan aku, hanya bisa diam dengan banyak ketakutan yang terus saja menyelimuti.

Jujur, aku lebih takut pada manusia. Karena lisan manusia yang tidak dijaga bagaikan sebilah pisau yang menancap ke jantung. Mampu menjatuhkan mental seseorang, menciptakan ketakutan yang besar dan menjadikan seseorang tidak punya kebebasan, bahkan mampu untuk membunuh seseorang.

Oleh karena itu, aku lebih baik memendam rasa ini sendirian. Aku ingin mengatakannya dengan tidak mempedulikan jawabanmu, tetapi aku takut akan ada seseorang yang mengatakan bahwa diriku begitu rendah diri sampai mengatakan perasaannya lebih dulu pada mahkluk yang bernama Laki-laki.

Aku tahu kalau aku hanyalah manusia yang munafik, begitu pandai menasihati seseorang tetapi, lupa bercermin. Bukankah, kemungkinan besar setiap orang seperti itu? Mengapa harus menyalahkan sepihak?

Aku harap, suatu hari nanti kamu yang akan menjadi kekuatan di balik setiap kelemahan ini. Aku pun berharap, suatu hari nanti kamu tidak akan mempedulikan ucapan buruk orang lain tentang diriku. Sungguh, aku memang penuh dosa. Tetapi, bukan berarti aku tidak bisa memperbaikinya. Aku pun tahu, kalau aku munafik tapi, bukan berarti aku tidak bisa kembali bercermin.

Sebenarnya, aku punya banyak alasan karena begitu mengharapkan dirimu. Karena aku butuh seseorang yang mampu mengerti keadaan dan ketakutan besar yang tidak bisa aku hapus sendirian. Aku membutuhkan pendengar yang baik dan orang yang setia. Orang yang tidak pernah membicarakan keburukan tentang diriku, orang yang tidak akan mau menusukku dari belakang dan selalu mendukungku dengan sepenuh hati. Juga, orang yang tidak akan pernah meninggalkan aku sendirian baik dalam suka dan duka.

Rasa yang Datang tanpa Sengaja (Senandika)✅Where stories live. Discover now