Part 19| Setahun berlalu

6 1 0
                                    

Aku sukses melewati hari-hari lalu dengan tenang dan damai. Semuanya berjalan sesuai keinginan hati dan pikiranku. Aku telah berhasil melewati masa-masa tersulit dan jam kuliah yang membosankan walaupun pada akhirnya aku akan kembali merasakannya lagi. Sudah satu tahun berlalu, aku juga sukses melupakan dirimu yang pernah membawa separuh hatiku. Kita benar-benar kembali asing seperti semula. Tidak ada lagi perasaan ingin memperhatikanmu dari kejauhan atau mengharapkan pesan singkat lagi darimu. Berkat kamu aku jauh lebih kuat dan hati-hati dalam memilih seseorang.

Semenjak kita tidak pernah lagi bertukar sapa ataupun kabar, ada banyak sekali orang yang menawarkan hatinya padaku, memberikan kepastian yang tidak bisa aku percaya dan mengucapkan janji yang tidak ingin aku pegang. Karena, aku tidak membutuhkan hal itu.

Karena rasa ingin memiliki membutuhkan sebuah bukti, bukan hanya sekedar kata-kata mutiara apalagi hanya sekedar lewat ketikan biasa ataupun janji semata. Aku sudah merasakan pahitnya sebuah harapan yang pupus di tengah jalan. Aku pun sudah merasakan sakitnya dikhianati dan aku juga sudah merasakan sesaknya di duakan. Semua itu aku rasakan melalui raga perempuan lain yang melepaskan rasa sakitnya di pundakku.

Saat itu, aku sedang membaca buku di perpustakaan. Kamu datang bersama teman yang selalu ikut bersamamu kemana pun kamu pergi. Aku memilih tetap tenggelam dalam bacaan yang sedang aku lahap. Aku tahu kamu memperhatikan aku dari sudut lemari sebelah kananku. Terkadang aku heran pada diriku, mengapa aku bisa merasakan siapa saja yang sedang diam-diam memperhatikan diriku. Apakah itu disebut kelebihan dari seorang wanita? Entahlah, tetapi aku memang sering merasakannya.

Malam harinya kamu kembali mengirimkan pesan padaku. Menanyakan kabarku dan bagaimana kabar keluargaku. Kamu juga bertanya bagaimana dengan karya tulisanku saat ini. Kamu terus saja melempar pertanyaan padaku tanpa aku mau bertanya kembali. Aku ingin sekali mengabaikan pesan darimu itu.  Namun, apalah dayaku. Aku begitu mudah luluh dengan kamu yang tidak berhenti untuk melemparkan semangat dan pertanyaan baru agar obrolan itu tidak berakhir. Aku begitu mudah merasa tidak enak hati saat ingin meng-skip pesan darimu.

Begitu banyak pertanyaan yang sebenarnya ingin kuberikan padamu. Aku membutuhkan banyak jawaban darimu, tetapi aku tetap memilih membalas dengan seadanya dan tidak ingin bertanya balik atau ingin mengetahui tentang kamu lagi. Karena aku dan kamu sudah selesai.

Sungguh, aku ingin sekali menekan tombol blokir pada kontak-mu, tetapi masih saja jariku ini tidak mampu melakukannya. Aku malah terus-menerus membalas pesan itu, tanpa aku tahu bagaimana jika nanti kekasihmu tahu tentang pedang WhatsApp kita?

Akulah perempuan lemah dan bodoh yang pernah ada di dunia. Sudah tahu kamu memiliki kekasih, masih saja membalas pesan itu dengan tujuan—menjaga perasaanmu dan menghargai kamu sebagai seniorku di kampus.

Aku hanya tidak habis pikir padamu, di saat aku sudah sukses melupakanmu, kamu malah datang kembali seakan-akan ingin kembali merebut kembali separuh hatiku. Apakah kamu dan dia sudah tidak bersama lagi? Jika benar, tujuanmu kembali padaku apa? Untuk menjadikan aku pengisi waktu kosong atau pelarian saja.

Sebenarnya, kamu itu kenapa? Apakah tidak ada perempuan lain yang bisa kamu kirimkan pesan? Anehnya kamu datang mengirimkan pesan padaku setelah satu tahu berlalu. Mengapa harus sekarang?

Aku tahu aku memang sudah banyak mengabaikan pesan darimu waktu itu—agar kamu tidak lagi memberiku pesan yang berisikan pertanyaan basa-basi itu lagi. Lalu, sekarang kamu datang dengan berjuta pertanyaan yang hanya kubalas seadanya dan lucunya lagi kamu tetap saja melanjutkan obrolan yang garing itu.

Rasa yang Datang tanpa Sengaja (Senandika)✅Where stories live. Discover now