Part 7| Hari istimewa

12 1 0
                                    

Selama ini, hanya teman-teman WhatsApp yang paling sering memberiku ucapan setiap tahunnya pada hari istimewaku. Hari kelahiranku. Terutama sahabatku. Teman sekampus hanya sebagian kecil saja yang memberikan ucapan padaku. Karena memang aku tidak begitu akrab dengan banyak orang. Termasuk teman sekelas. Kamu pun memberikanku ucapan saat melihat status yang aku unggah, hasil dari screenshot ucapan dari teman-teman literasi. Tidak apa, aku cukup senang karena kamu turut mengucapkannya. Sebagian besar teman sekampus yang melihat statusku saja tidak ada yang memberi kata-kata yang mampu membuatku sedikit bahagia. Biarlah.

Keluarga, memang tidak ingin merayakan hariku ini. Namun, mereka selalu memberiku hadiah kecil yang tidak ternilai bagiku. Karena Ayah tahu hal itu dilarang dalam agama kami. Tidak apa, setidaknya kita sudah menahan diri untuk tidak melakukannya. Aku pun tidak ingin merayakannya, doa dari banyak orang itu sudah cukup bagiku. Bukan, berlagak alim. Setidaknya satu langgaran Tuhan mampu kita jauhi itu lebih baik, bukan. Kembali lagi ke hati masing-masing.

Di hari yang istimewa ini, kamu juga makin baik dan terbuka padaku. Walau itu masih melalui grub pecinta Wattpad. Tetapi, aku merasakan perbedaan yang jauh. Sejak awal kamu lebih sering membalas pesan orang dan sekarang kamu malah lebih sering membalas pesanku. Ah. Aku jadi senang sekali. Apalagi kamu yang menghebohkan grub di hari istimewaku. Kamu membuat grub jadi lebih ramai dari sebelum-sebelumnya. Aku sangat bersyukur untuk itu.

Jujur, saja aku iri pada mereka yang bisa mendapatkan banyak ucapan dan hadiah dari orang lain. Sementara aku belum pernah merasakannya. Tidak mengapa. Aku harap suatu hari kamulah yang akan memberiku hadiah terbaik dari yang terbaik nanti. Kamu yang paling pertama mengingat hari istimewaku dan paling pertama memberiku ucapan. Aku masih hafal kapan hari istimewa bagimu. Sebab, aku pernah melihatnya di beranda Facebook milikmu. Aku ingat jelas kapan tanggal, bulan dan tahunnya. Ternyata kita seumuran. Aku pikir aku lebih tua darimu, ternyata tidak. Justru kamu lebih tua dariku jika dilihat dari perbedaan bulan kelahirannya.

Orang-orang biasanya membuat harapan di hari istimewa mereka sebelum meniup lilin. Sementara aku selalu membuat harapan tiap harinya agar aku bisa mengetahui lebih banyak tentang dirimu.

Kamu bahkan mulai menceritakan banyak tentang dirimu, mengenalkan dirimu lebih banyak dari sebelumnya padaku. Aku pun merasa kalau saat ini kamu mulai memberikan tempat untukku. Entah itu sebagai teman, sahabat atau mungkin orang yang istimewa bagimu. Kalau bisa memilih aku ingin menjadi orang yang istimewa bagimu. Aku ingin sekali jadi orang istimewa untuk seseorang.

Untuk sekarang memang belum ada yang menjadikan aku istimewa. Besok, lusa atau nanti pasti ada yang akan membuatku merasa diistimewakan. Aku harap kamu adalah orangnya. Sungguh, perasaan ini benar-benar tidak bisa ditutupi lagi. Rasa kagum ini sudah melebihi kadarnya. Sementara aku masih belum tahu kalau tidak ada orang lain yang berdiri di sampingmu. Aku tidak ingin berharap pada seseorang yang nyatanya memang bukanlah untukku. Karena aku tidak ingin berada di antara dua orang yang memang sedang menjalin hubungan.

Bukan si pria yang akan merasakan fitnahnya, tetapi perempuanlah yang akan merasakan itu. Aku tidak tahu kapan aku bisa jujur dengan perasaanku ini. Rasanya benar-benar tidak enak jika tidak diceritakan atau diluapkan ke seseorang. Tapi, aku tidak suka menceritakan hidupku pada orang lain. Tidak ada sebab lain. Selain mereka hanya berkata sabar tanpa memberi respon atau masukan untukku. Jujur, aku tidak suka pendengar yang seperti itu. Oleh karena itu, biarkan aku sendiri saja yang merasakannya dan memilih untuk meluapkannya dalam tulisan-tulisanku.

Rasanya, sakit jika kita sudah berusaha menjadi pendengar setia dan merespon juga turut merasakan apa yang sedang dirasakannya. Bahkan kita sudah mencoba untuk memberi masukan yang terbaik untuknya. Sementara saat kita yang butuh telinga untuk dijadikan pendengar. Mereka hilang dan tidak punya waktu, atau hanya sebatas menjadi pendengar yang masa bodoh.

Sahabatku memang tahu isi hatiku seperti apa padamu, tetapi aku tidak berani menceritakan seberapa besar harapanku padamu. Karena selama ini aku selalu bilang padanya, jangan terlalu berharap pada manusia. Sungguh munafiklah diriku ini. Tapi, siapalah aku ini? Aku hanya manusia biasa yang terkadang lupa bercermin.

Namun, aku masih memendam rasaku diam-diam tanpa menuntut banyak hal yang harus sesuai dengan keinginanku. Karena aku berusaha untuk menetralkan perasaan yang memang masih terbilang belum waktunya. Semoga suatu hari, Tuhan membantuku untuk tetap berada dalam dekapannya. 

Rasa yang Datang tanpa Sengaja (Senandika)✅Where stories live. Discover now