delapan

29.2K 3.5K 56
                                    

Daffa mengepalkan tangannya, rahangnya tampak mengeras dengan sorot mata tajamnya. Aura membunuh yang dikeluarkan Daffa membuat anggota inti Abelard bergidik ngeri. Terlebih Habibi yang kini berdiri tepat disebelah kanan Daffa.

"Kenapa bisa kayak gini?" tanya Rahsya pada para anggota Abelard yang lain.

"Siapa yang terakhir kali ada di markas? Bisa tolong jelasin kronologinya?"

Yoga mengangkat tangannya. "Gue sama Edward yang ada di markas tadi, terus tiba-tiba mereka dateng gitu aja ngeroyok gue sama Edward dan ngehancurin markas kita," ucapnya membuat anggota inti Abelard mengeryitkan dahinya.

"Terus dimana sekarang Edward?"

"Dia ada di rumah sakit sama Gean, luka Edward parah banget karena dia juga ikut ngelindungin gue tadi," jawab Yoga dengan kepala yang tertunduk.

"Kenapa Lo nggak bantu nyerang?" tanya Reyhan.

Helaan nafas keluar dari bibir Yoga. "Maag gue tadi kambuh Rey, gue nggak mungkin bisa sekuat itu dalam keadaan yang udah digebukin sama mereka."

"Siapa?"

Yoga mengeryitkan dahinya, Rayhan yang tahu lantas berucap, "siapa yang ngelakuin?"

Yoga menggeleng. "Gue nggak tahu, mereka pakai pakaian aneh banget dan mereka nggak pakek jaket, pakaian mereka itu bukan ke gelap tapi malah terang," jelas Yoga membuat Haidar menatapnya aneh.

"Masa iya dia ngeroyok pakek baju cerah? Ini rada mencurigakan nggak sih? Biasanya Dixon kalau nyerang pasti pakek jaket dan selalu ninggalin bukti, tapi ini enggak sama sekali," ucap Haidar yang diangguki Rahsya.

"Makanya itu, di sini dia nggak ninggalin jejak apa-apa."

Daffa berjalan ke arah ruang tengah markas yang sangat berantakan, pemuda itu mengambil sebuah kain yang terkoyak lalu membawanya ke arah anggota Abelard lainnya.

"Dixon nggak berani nyobek bendera kita," ucap Daffa memberi clue.

"Daffa bener, anak Dixon nggak akan nyobek bendera kita, walaupun mereka ngibarin bendera perang bukan berarti mereka berani nyobek bendera kita, karena bendera mereka udah pernah di sobek waktu tawuran," timpal Rahsya sambil mengangguk-angguk kepalanya.

"Tapi musuh kita cuma Dixon kan? Nggak mungkin kita punya musuh lagi," ujar Arsa.

"Terus kalau bukan Dixon siapa lagi coba? Ya kali orang iseng," celetuk Habibi yang langsung mendapat tatapan tajam dari Rayhan.

"Bisa jadi mereka orang bayaran," ucap Gabriel yang sedari tadi diam.

"Tapi aneh nggak sih kalau mereka orang bayaran terus ngeroyok markas kita pakai baju terang?"

"Dia bukan bayaran, dia musuh kita juga, kita terlalu fokus sama Dixon sampai nggak sadar kalau sebenernya kita punya banyak musuh," ucap Rayhan membuat mereka langsung menatap kearahnya.

"Rayhan bener juga, kita terlalu fokus sama Dixon, tapi masalahnya siapa? Kita juga nggak ada ngusik mereka kan?" Haidar menatap anggota lainnya.

"Kemarin Gean cerita sama gue, dia nggak sengaja ngelihat anak geng yang ngeroyok penjual pasar, dia nyoba nyelamatin penjual itu tapi malah dapet bogeman dari mereka," ucap Yoga.

"Tapi masa iya cuma gara-gara gitu doang mereka ngeroyok markas kita? Bahkan mereka juga nggak tahu di mana markas kita kan?" Habibi menyandarkan bahunya ke dinding.

"Bahas nanti, beresin." Setelah mengucapkan itu Daffa berjalan ke arah dapur untuk mengambil beberapa alat yang bisa digunakan untuk membereskan kekacauan ini.

WELFORDWhere stories live. Discover now