TUMBAL

8.3K 829 23
                                    

Andara POV

Oh tuhan, kenapa hantu hantu yang aku temui tak seperti edward cullen saja, yang tampan dan berhati baik atau cerita cerita yang kubaca di novel dan komik onine yang bahkan pameran utamanya bisa menikah dengan hantu . Kenapa setiap hantu hantu ini wajah pucat yang mereka tunjukan itu seperti ikan yang sudah mati 3 hari, selain baunya busuk bentuknya juga tak karu karuan.

Wanita itu sepertinya tidak mengerti sedikitpun penolakan yang aku berikan untuknya, aku sudah menjauh sampai ku paksakan tubuhku agar bisa semepet mungkin di sudut ranjang. Tapi yang dilakukannya tetap mendekatiku, berteriak pun aku nggak mampu, semuanya benar benar kelu.

"bantu aku, bantu aku"

Berkali kali kalimat itu keluar dari mulut wanita itu. Dia itu wanita yang kuliat dimeja makan minggu itu. Tapi ternyata wajah aslinya adalah seperti ini, tak semempesona penyamarannya,  ku yakin dia adalah korban kekerasan karena banyak sekali luka ditubuhnya terutama di tangannya. Eits, goresan di nadi itu kayaknya wanita ini mati bunuh diri.

Ku ambil bantal untuk menutupi kepalaku, tapi dia halangi pergerakanku. Wanita ini tak sedingin perkiraanku, tubuhnya sedikit hangat, tak seperti kuntilanak yang biasanya suka sekali mengganggu tidurku dengan memainkan piyama yang kukenakan. Matanya memang kosong, tapi aku tau ekspresi ini merupakan ekspresi kesedihan yang dalam. Dia tak menunjukan prilaku menyerang tak seperti kuntilanak gila kehabisan obat, dia benar benar membutuhkan bantuan.

Aku coba tatap dia dari kepala sampai kaki perlahan lahan.

Tetap saja aku nggak sanggup, ini sama seperti aku melihat adegan gore di SAW 3

Menyuruhnya pergi akupun tak tega. Kayaknya sisi kemanusianku masih unjuk gigi.

Ku tutup mata sekali lagi, dia masih disini, menunggu uluran kasihan dari diriku. Padahal darahnya sudah menyecer kemana mana.

"aku tak tau musti minta tolong siapa lagi, ku mohon bantulah aku, aku sakit, orang yang mengharapkanku juga sakit"

Aku terenyuh, andai perasaan manusia yang dihasilkan itu tidak harus diekspresikan dengan bentuk tatapan, aku pasti sudah membantunya kali ini.

Aku liat dia sekali lagi, dia tersenyum tipis penuh arti, ku lepaskan jeratan tanganku untuk menghalangi pandangan mataku tadi. Berdamai dengan rupa, lalu larut dalam dirinya.

"aku alena, dulu aku sering sekali membaca tulisanmu di majalah mistis itu walaupun aku membelinya dalam keadaan bekas yang sudah diterbitkan berbulan bulan sebelumnya, seseorang laki laki sering menceritakan dunia lain dikehidupannya melalui surat yang dia kirimkan padaku, awalnya aku tidak mengerti dengan dunia seperti itu, tapi berkat tulisan dari dirimu aku benar benar percaya jika dunia itu ada, kau penulis yang hebat, aku adalah penggemarmu"

Aku menyeringai, menggaruk kepala, bagaimana bisa cerita palsu itu mempengaruhi banyak orang yang sama sekali tak tahu menahu. Inilah kehebatan diriku, berkhayal, lalu semua yang kukhayalkan itu benar benar kejadian.

"bolehkan aku menyalami mu andara, anggap saja salam antara penggemar dan idola, aku berhutang banyak padamu"

Tak pernah kusadari sebelumnya tulisan sampah itu menjadi berkah untuk sebagian orang. Dia sodorkan tangannya, aku salami dengan ragu ragu. Tangannya menggenggamku dengan kuat meski ditangan kanan nya itu darah berceceran kemana mana.

"kau kenapa?"

"aku melakukan hal yang bodoh andara, membiarkan seseorang memotong nadiku, sakit sekali, dan dia membiarkan aku mati setelah menampung darahku untuk sesembahan"

Ku perhatikan dia sekali lagi, hidup benar benar tidak adil untuknya, kenapa akhir hidupnya setragis ini.

"andara maafkan jika aku mengotori selimutmu, tapi ini tak apa apa, tak akan dilihat siapa siapa kecuali kamu"

Aku mengangguk, emang beberapa dialam mereka tak bisa ditangkap mata manusia biasa. Wajahnya kembali sendu, seperti ada rindu.

"kau rindu seseorang?"

Dia mengangguk, lalu kita berdua duduk disudut ranjang, aku kasihan dengan kondisinya, seharusnya dengan keadaan seperti ini aku bisa memberinya pertolongan untuk keadaanya, aku ini calon dokter, aku cukup tau mengatasi memar atau luka luka yang seperti itu.

"andara, apakah aku bisa meminta tanda tanganmu di majalah? Kapan kapan aku akan ke rumah membawa majalahku yang berisi tulisanmu, ingin ku banggakan pada seseorang"

Air mataku menetes, apakah dia sadar dia sudah mati tapi masih berpikir masalah duniawi, tapi menyadarkannya aku tak sampai hati.

"iya, suatu saat nanti"

Dia mengayun ngayunkan kaki, menatap kosong ke arah jendela, dia ini benar benar hantu yang bisa diajak berkompromi.

"kapan kau mati"

Tak sengaja pertanyaan itu keluar begitu saja melalui mulutku, tak mau menyinggungnya aku ganti pertanyaan itu. "maksudku, kau itu..."

"aku sudah mati 10 hari yang lalu, mayatku dikebumikan baru 3 hari setelah kematianku. Aku sedih waktu aku pulang sore itu aku lupa menitipkan suratku untuk kekasihku pada orang yang kami percayai, mungkin sampai sekarang dia masih menunggu"

Hidup seperti apa yang dijalani wanita ini. Kenapa semua tutur kata yang dia sampaikan berbau kesedihan yang tak tertahankan.

"kenapa kau tidak dikubur lebih awal"

"darahku belum kering sempurna, ritual belum selesai seutuhnya"

"kau ini tumbal?"

"aku hanya pelengkap ritual, tumbalnya sudah dipersiapkan yakni orang kepercayaan suamiku"

"kau bersuami dan kau menjadikan laki laki lain kekasih?"

"aku bersuami dia saat usiaku masih 18 tahun, aku dijual keluarga ke laki laki itu, hidupku itu hanyalah alat seks, aku tidak diperlakukan manusiawi, dan saat umurku 21 tahun sama sepertimu aku mengenal seorang laki laki di koperasi desa punya suamiku. Kulihat dia itu baik dan jujur dengan apa yang dia jual ke koperasi itu, aku jatuh hati padanya, karena dengan ada dia aku bisa menceritakan penderitaan aku yang selalu disiksa, dia cinta pertama, yang datang disaat apapun tidak tepat"

Aku liat alena baik baik, saat menceritakan lelaki itu seakan akan ada rona diwajahnya yang pucat. Tapi tak lama dia meneteskan air mata, yang turun tapi tak membasahi pipinya sama sekali.

"umurmu berapa, sepertinya aku harus memanggilmu kakak"

'tidak usah, aku 22 tahun, tak jauh berbeda darimu"

Aku anggukan kepala, ini adalah satu satunya hantu yang bisa berkomunikasi selain berteriak menangis atau menaku nakutiku. Dia sepertinya baik, dari tutur katanya pun dia tidak menunjukan kalau dia akan mengancam ku sama sekali. Ku suruh dia duduk, kuambil air wudu, lalu ku doakan dia di tahajudku. 

------------------------

Sedikit terbuka bagaimana alena menjalani hari hari terakhir dia hidup, dan  bagaimana cara menyelamatkan kuncoro?

nantikan selanjutnya, jangan lupa vommentnya 

DUPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang