ARWAH

8.2K 702 23
                                    

Andara POV

"ibu, dimana ayah?"aku membuka sepatuku asal, lalu melempar tas ku ke sofa. Membuka pembicaraan dengan ibu yang memperhatikan tingkah sleborku dengan geleng geleng kepala

"ayahmu dirumah sakit sudah dari pagi, bagaimana ujianmu"

Ibuku membereskan segala bentuk ketidak rapianku. Aku memang terlahir sebagai anak bungsu yang nggak mau tau, apalagi cuman masalah kecil seperti itu. 

"seperti biasa, aku tertidur di kelas lagi, aku rasa aku tak bisa mengerjakan soal soal itu"

"kau sepertinya harus terapi ke psikiater, kau terlalu lelah mungkin akhir akhri ini"

"ibu sampai kapan ibu harus bilang medis bisa menyembuhkan penyakitku ini, I am not a scizophenia girl anymore, I see everything that the other people see, aku benar benar liat ibu. Seharusnya kau mengerti, bukan hanya menyalahkan aku saja, apa ibu ingin tau nenek dimana saat ini? Dia masih di kursi rodanya di lantai dua, tapi nenek tetap tak bisa bicara apa apa, masih sakit seperti sedia kala"

"kau ini ada ada saja mana ada yang seperti itu"

"oh iya, berhenti menangisi nenek, karena dia seperti tersiksa sekali akhir akhir ini"

Mood ku berantakan, aku merasa sendiri di dunia, tak ada yang memahamiku lagi. Bahkan beberapa temanku menjaga jarak karena aku bukan sekali dua kali menyusahkan mereka. Aku bisa saja tumbang dimanapun, bahkan di club malam sekalipun. Racauanku itu benar benar tak bisa dikontrol, membuat panik orang sekitar, lalu kedatangan aku bisa saja membuat pengunjung lain bubar.

Berdiam diri di kamar, membiasakan diri, menjadi pribadi baru yang jauh jauh dari biasanya itu adalah resolusiku kedepan. Minimal aku tau jika aku selesai mengganti pakaian aku harus bengong dimana, disofa sambil ganti ganti channel tv.

"kau tak ikut english club siang ini, dan  kau juga ada kick boxing jam lima sore"

Ibu itu sudah seperti manager untuk waktuku. Semua anaknya sih tepatnya, tapi karena kak adi sudah bekeluarga akulah yang paling dia atur atur, tak mengizinkan sedikitpun jika hariku terbuang percuma, baginya mungkin aku inilah robot yang dia perlakukan seperti seorang anak manusia.

Aku menggeleng, sudah dua bulan aku nggak kesana, alasannya klise, di belakang gedung tempat aku berlatih kick boxing ada kuntilanank rewel yang suka merampas tubuhku seenaknya, dan di english club aku sudah cukup malu dengan diriku yang selalu dipandang aneh sehingga kak rei ;mantanku yang dulu selalu memujaku, sekarang benar benar menjauh dariku. Aku juga bingung sama laki laki tampan itu, sebenarnya apa yang dicintainya dari aku. kesempurnaan? Kalau alasannya  itu sebaiknya dia pacaran sama tuhan sekalian.

"sampai kapan kau begini nak, kau itu anak perempuan yang ibu harapkan, kau tidak merasa malu jika popularitasmu tersaingi dengan desi sepupumu yang satu angkatan, kau selalu lebih unggul dalam.."

"berhenti ibu, kalau ibu menyiapkan aku untuk menjadi yang ibu banggakan tanpa mengerti yang aku rasakan, coret saja aku dari kartu keluarga, kalau bisa ibu masukan desi ke katu keluarga ini"

Ku hempaskan bantal sofa, ku tinggalkan ibu diruang keluarga, ku tutup pintu kamar, ku ambil bantal lalu kututupi tangisku agar tak ada yang mendengar.

"andara, jangan sedih, ibumu mungkin berpikir untuk kebaikanmu"

Suara itu aku kenali, lambat dan tenang. Ternyata dia masih di rumah ini.

Butuh beratus miligram obat penenang sepertinya agar aku tenang melihat dia lagi. Wajahnya itu benar benar tak layak di pandang.

"andara, apakah kau mau jalan jalan? Diluar ini ada anak kecil yang bermain main, dia sepertinya butuh kau, tapi dia malu malu mengajakmu untuk bermain bersama"

Dalam hati aku berujar "sudah tau". Anak kecil tengil itu yang suka sekali mengganggu tidur ku di sore hari, menarik narik selimut, lalu memainkan rambut. Kalau lucu menggemaskan sih nggak masalah, lah ini wajahnya aja kayak tuyul di film jelangkung, pakai celana dalam yang menyerupai popok bayi, rambutnya dikucir kayak air mancur, dan wajahnya itu seperti dia baru nyebur dari tepung.

"aku tidak mau, maaf"

"sayang sekali, mereka itu baik, dulu aku juga hampir saja punya bayi, tapi sayangnya bayi itu gugur waktu dua bulan kehamilanku, aku menyesal jika mengingat itu lagi"

Aku lihat mata wanita ini, lagi lagi dia sedih tak berperi.

"aku rasa aku ingin hidup satu kali lagi, aku menyesal kenapa dimasa masa tersakitku dulu aku ingin mati. Padahal dulu aku seharusnya banyak banyak berdoa agar umurku di perpanjang. Menyerah selama kau hidup mungkin adalah caramu untuk berpasrah diri, tapi mati bukanlah solusi nya andara, apa yang terjadi di hidupmu kini, percayalah aku ingin sekali dulu di posisimu seperti ini. Mereka yang tak terlihat itu kadang mendekatimu karena ingin menyampaikan sesuatu yang tak mereka sampaikan selama kehidupan mereka yang dulu, mereka hanya ingin dikenali. Tapi karena suara mereka tak bisa semua kalian dengar, makanya dia menumpang tubuh orang orang yang mereka tandai sementara, jangan membenci mereka andara termasuk aku juga. Anggap saja mereka seperti mu sekarang, yang ingin orang tuamu memahami apa yang sedang kau jalani"

Aku kalut, sepertinya wanita menggenaskan ini bisa membuka kabut. Baru sekarang aku bisa melihat sisi positif yang jauh dari kata kata  melarikan diri. Apakah ini yang dia maksud cara berdamai dengan cara yang tepat?

"kau sudah makan?"

"sudah tadi di kampus"

"kau,,," aku terbiasa berbasa basi sesama manusia, tapi belum pernah dengan orang yang sudah mati.

"aku nggak butuh makan, selama sisa waktuku disini, aku hidup hanya menghabiskan baterai, sampai waktuku tiba, dan alamku mungkin akan sangat berbeda dari yang ini"

Aku tak mengerti apa yang dia katakan barusan, apa maksudnya dia tak akan ada lagi di dunia?

"aku akan mempertanggung jawabkan apapun setelah ini, apa yang telah aku lakukan, yang tersisa dari hidupku adalah antara diriku dan tuhan, begitu seharusnya"

"maksudmu kau ini bukan hantu?"

"aku arwah yang masih berada 40 hari setelah kematian, ini seperti kesempatan terakhir sebelum aku terima azab ku, sama seperti nenekmu yang diatas itu, kita bisa juga menjenguk keluarga yang mana yang kita mau, pergerakan kita lebih cepat dari cahaya, aku juga tidak mengerti, tapi sayangnya tak banyak yang bisa ajak berkomunikasi, keluarga tak ada yang tau kehadiranku sama sekali. Mereka ternyata hidup seperti biasa, tak menganggap jika kematianku adalah hal yang mereka takutkan. Kadang positifnya dari mati adalah kau tau siapa yang paling tulus diantara kita"

"maksudmu kau menemuiku karena kau kesepian karena  kau sudah bebas mau kemana saja?"

Dia menggerakan badannya. lalu dia lepaskan sepatunya.

"aku ingin menemui seseorang yang membuat ku teringat kemana saja dengan sepatu ini , dia hilang di alam lain, aku tak bisa menerobos pintu padahal sudah kucoba berkali kali, kekuatanku tak memumpuni. Tapi aku benar benar butuh bantuanmu, minimal kau temui saja di...."

Eits, makluk ini punya kepentingan lain yang tak ku prediksi sebelumnya. Atau memang semua makhluk memang begini, selalu mencari kesempatan dan kesempitan.

"aku tidak mau, aku tidak mau dan aku tidak mau, aku mau tidur siang maka pergilah"

Dia berusaha membangunkanku, tapi kututup mataku dengan selimut. Aku sudah tidak butuh dia sama sekali.

DUPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang