1. Arrival

53.6K 4.8K 161
                                    

Suara alarm ponsel yang berbunyi tiada henti membuatku mengumpat emosi.

Apa-apaan sih ini!

Siapa orang gila yang niat banget ngerjain aku sampe masang alarm dipagi buta kayak gini. Sambil berguling aku mengulurkan tangan ke permukaan nakas untuk meraih ponsel sialan yang sudah membuatku terjaga disaat seharusnya aku masih bisa tidur tiga jam lagi.

Pulang dari kantor jam tiga pagi jelas membuatku masih belum cukup merasakan istirahat, dan gangguan semacam alarm di jam tujuh pagi jelas bukan hal yang aku harap saat ini. Kuhela nafas lelah seraya mengamati permukaan layar yang menyala, dan mataku yang semula membuka malas langsung melebar.

Itu bukan bunyi alarm atau suara panggilan masuk, melainkan pesan reminder yang sengaja kupasang agar tidak melupakan mandat dari mama yang sudah dia sampaikan ke aku sejak sebulan lalu.

“Shit!” makiku seraya melompat dari tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi. “Sialan,” waktunya hanya cukup untuk cuci muka dan sikat gigi saja dan aku yakin saat aku berhasil tiba di bandara untuk menjemput calon adik ipar manja nan merepotkan itu pasti sudah sangat terlambat. 

*****   

“Seriusan nggak ikut kami aja?” Tanya Renata seraya menatapku ragu.

Gelenganku tak membuatnya mundur untuk kembali mencoba membuatku berubah pikiran.

“Calon ipar lo belum dateng juga loh, Git! Lo hubungin dia deh suruh jemput ke mess kita aja, aku kok kepikiran ya kalo ninggalin lo sendirian di sini.”

“Dia udah dijalan,” jawabku berusaha menyembunyikan keraguan. Sambil mengantri bagasi tadi aku sempatkan diri buat menghubungi A' Rian. Nggak diangkat. Juga pesan-pesan Whatsapp yang ku kirimkan satupun tidak ada yang dibaca.

“Ya udah kalo gitu,” Renata dan Fizar saling tukar tatap. “Lo panggil taksi deh Bos,” perintahnya pada Assistant Sales Manager kami itu.

Bukan tanpa sebab kami bertiga datang ke Ibukota, selama dua bulan kami akan menetap untuk menjalani program traine yang diadakan perusahaan sebagai salah satu syarat yang dibutuhkan oleh para karyawan kantor cabang yang mendapat promosi jabatan.

Dan kali ini kami bertigalah yang terpilih mewakili kantor cabang Sumatera bagian selatan.

Rafasha Fizar Shodiq yang menjalani traine sebagai calon sales manager yang baru, sementara Renata dan aku masing-masing menjalani traine untuk naik ke tingkatan supervisor finance dan  supervisor logistic.

“Yakin lo mau tinggal?” Renata tampak khawatir saat Fizar dan supir taksi memuat barang mereka ke bagasi.

“Udaaah … pergi sana!” usirku gemas.
“Sebentar lagi paling A’ Rian sampe.”

“Okelah kalo gitu,” katanya seraya menyelinap masuk ke dalam taksi. “Kabar-kabari lagi nanti ya,” sambungnya dari balik jendela yang terbuka. Aku mengangguk sambil tersenyum, ketika taksi berlalu aku menghela nafas gelisah.

“Ya Allah … kemana itu orang ya! Kok nggak nyampe-nyampe,” gumamku sambil—lagi-lagi—memeriksa chat history di ponsel pintarku. Sudah centang, jadi dia sudah membacanya, tapi kenapa nggak ada balasan? Semoga dia cuma telat kena macet, bukan sengaja mau ngerjain, batinku dalam hati.

Tapi ketika menit demi menit yang berlalu tidak membuat batang hidung calon ipar sialanku itu muncul aku cemas dan mulai percaya kalau dia memang sengaja.

Aku berdecak usai menatap Calvin Klein Snake ditanganku. Sudah satu jam setengah aku menunggu, bahkan tanda-tanda kemunculan mood crusher-ku sama sekali tak tampak. Oke! Jangan salahkan aku kalau terpaksa melanggar mandat calon mama mertua dengan tinggal di mess karyawan, salahkan saja anaknya yang menyebalkan dan yang nggak ikhlas aku tinggal bareng dia.

Just Move OnWhere stories live. Discover now