9. Jangan nyesel

29.6K 4.1K 1K
                                    

Belum 1k loh tapi emak udh baek ginii ... Ucapkan apaaaa! Alhamdulillah yaaaaa .

Mana part Bali-nya lama bangeeet. Woooiii sabaaaar napa ... Ngapain sih mau cepet2!? Semua itu kan ada prosesnya #ngeles
Ya udah comment sama vote nya yg semangat biar kali aja emak dapet hidayah sebelum tgl 25 dah mau unggah lagi kaaan😉😉

Minggu ke dua di Jakarta kulewati dengan hati dan pikiran yang resah. Penyebabnya cuma satu, A' Ayi yang merajuk dan sepertinya sengaja mendiamkanku dengan tidak membalas pesan atau mengabaikan panggilan yang kulakukan padanya.

Ya Allah, kadang hal-hal yang seperti ini bikin aku bertanya-tanya, kenapa aku kok dipasangkan sama laki-laki seperti A' Ayi yang pintar banget menjungkirbalikkan emosiku. Kalau saja bukan dia yang Ayah restui rasanya sulit untuk bertahan dalam hubungan yang penuh kelabilan dan bikin capek kayak gini.

"Git ... Gita! Hoi!! Hangus tuh!"

Teguran itu membuatku mengalihkan tatapan ke asal suara. A' Ian berdiri di hadapanku dengan dahi terlipat dan tatapan yang silih ganti tertuju padaku dan pempek kulit yang sedang kugoreng.

"Masya Allah!" jeritku demi menyadari pempek yang kugoreng warnanya sudah berubah jadi coklat kehitaman. Cepat-cepat kumatikan kompor dan mengangkat pempek yang hangus dari penggorengan. A' Ian melipat tangan di depan dada menonton kepanikanku.

"Mikirin apa sih sampai goreng pempek aja hangus!"

"M-maaf A'" cicitku takut-takut.

"Sudah sana duduk," perintahnya yang langsung kuturuti meski enggan.

A' Ian mengambil alih pekerjaanku sementara aku melangkah lesu ke kulkas dan mengeluarkan sebotol air rebusan alang-alang dan gula batu. Di keluargaku saat cuaca panas Bunda biasa bikin minuman segar rebusan alang-alang atau air gula asam ketimbang membiarkan kami beli minuman bersoda. Kebetulan saat ke Ranch Market kemarin diam-diam aku sisipkan batang alang-alang yang dijual sama gula batu ke dalam belanjaan A' Ian.

"Kamu itu kenapa sih?" A' Ian bertanya sambil menatapku sekilas, tangannya dengan cekatan membolak-balik gorengan pempek kulit di wajan. "Sampe segitunya cuma gara-gara Rayyi!"

"Habis gimana dong A', dia ngambek."

"Lagu lama," komentarnya singkat. "Selalu begitu supaya dapetin apa yang dia mau."

Aku menunduk menatap botol ditanganku, tidak tahu harus melakukan apalagi.

"Biarin ajalah palingan nanti nelpon sendiri."

"Iya sambil marah-marah tapi."

"Kalo dia marah, jawabnya singkat aja Git, bilang aja kamu sudah muak sama tingkah dia dan bilang mau batalin pernikahan,"

"Enak aja! Nggak mau! Gila ah usul apaan ..."

"Yaelah diajarin nggak mau ... Rayyi itu selalu pake jalan ngambek kalo pengen sesuatu, tapi giliran diancam biasanya langsung takut, coba deh praktekin."

Aku menggeleng pelan, "nggak berani!"

"Elah ... penakut," ejeknya seraya meniriskan pempek dan memindahkannya ke piring tempat aku menaruh pempek gosongku yang tampaknya sudah dibuangnya ke tempat sampah. A' Ian menaruh pempek beserta wadah cuko di depanku, entah sejak kapan ditangannya sudah ada botol minuman alang-alang seperti milikku.

"Aa' paham kamu enggan membantah Rayyi yang kadang nggak jelas maunya apa ...tapi sampai kapan kamu bisa kuat menghadapi dia yang kayak gitu?"

Mataku berkaca-kaca demi mendengar pertanyaan A' Ian. Yang kulakukan kemudian hanyalah menggelengkan kepala.

Just Move OnWhere stories live. Discover now