14. Arah hati & gelombang batin (1)

15.2K 2.4K 1.2K
                                    

Hai hai hai ...  kali ini Aa '  tercinta balik lagi gaes. Bukan sekedar calon imam lagi yah tapi bakal jadi imam beneran.

Yok siapa yg mau ikut dalam barisan para makmum 😂😂😂

Jangan lupa komen n vote buat penyemangat emak yaaaak

Hujan turun semakin deras saat akhirnya kami tiba di kantor divisi teknis Bukapetak.
Aku memarkir mobil tepat di teras depan pintu utama kantor sebelum membantu Gita membukakan pintu dan mengiringnya masuk ke dalam.

Berbeda dari kantor divisi lainnya yang digabungkan jadi satu di gedung baru milik Bukapetak, aku sebagai kepala divisi teknis tetap mempertahankan kantor lama yang berdiri diatas bangunan rumah mewah dua lantai yang sudah dirombak habis-habisan untuk memberi kenyamanan bagi para karyawan yang bekerja dibawah komando ku.

Alasan dibalik mengisolasi divisi teknis terpisah dari gedung utama yang dihuni tiga divisi lainnya adalah untuk menjaga kerahasiaan sistem juga hasil riset teknologi yang tim teknis kerjakan dari kemungkinan adanya sabotase, juga untuk alasan ketenangan yang memang dibutuhkan oleh divisi yang kinerja utamanya justru dibidang riset dan pengembangan produk.

Begitu masuk ke dalam Gita terlihat kagum dengan interior kantor yang merupakan paduan serasi dari unsur eleganitas, dinamis, kenyamanan, dan juga kreatifitas.

Nuansa hitam putih yang menyambut kami di lobi area juga reseptionis, kontras dengan paduan magenta, kuning, hijau dan kelabu yang mendominasi bilik kerja para karyawan yang ada di lantai dua.

Karena sudah lewat jam kantor, hanya karyawan yang sedang melakukan software maintenance dan mengejar deadline kerjaan saja yang masih bertahan. Jumlahnya nggak banyak, tapi cukup berisik saat mereka kepo dengan kemunculanku bersama Gita.

“Wah tumben Mas Bos,” Bayu salah satu staf engineering yang cukup akrab denganku seringnya kami nongkrong di fun room dan sport room saat lembur menyapa sambil nyengir lebar. Tatapannya kemudian teralih ke belakang punggungku.

“Tumben apa?” tanyaku datar.

“Tumben bawa cewek.”

Aku ikut menoleh ke balik punggungku, di mana Gita mengekor sambil  memperhatikan segala sesuatu yang dilihatnya sambil senyam-senyum gak jelas. “Oh! Ini khodam gaib yang ngikut masuk gara-gara hujan,” tinju Gita mendarat di punggungku bahkan sebelum aku menyelesaikan kata-kata.

Dari balik laptop muncul wajah tembam berkacamata penuh kepo lainnya milik  Hermanto Cahyadi alias Doraherman. Staf IT sekaligus penghuni tetap kantor Bukapetak divisi Engineering.   “Kalo khodamnya model gitu aku juga mau Mas Bos, kasih tahu lah aku mesti semedi di mana?”

“Di sini aja sampe lima tahun lagi,” tunjukku ke kubikelnya. “Duit bonus jangan lupa ditabung, biar lima tahun lagi udah punya rumah sendiri nggak melulu numpang gratisan di kantor,” omelku yang di balasnya dengan cengiran lebar.

Rata-rata semua karyawan yang bekerja di Bukapetak usianya jauh di bawahku. Mereka para fresh graduated yang masih perlu melatih diri, membangun karir juga mengembangkan relasi demi kepentingan masa depan.

Independensi belum menjadi kebutuhan mereka sebaliknya mereka masih butuh banyak belajar untuk mengejar kemapanan di masa depan, tak mengherankan kebanyakan dari karyawan menjadikan kantor sebagai rumah keduanya dan menjadikan para founder dan team leader sebagai mentor mereka hingga akhirnya kelak mereka mulai berani melepaskan diri untuk mendirikan bisnis sesuai idealisme dan passion masing-masing.

Kuajak Gita menuju ke mushola, setelah menunjukkan tempatnya aku menuju ruang kerjaku untuk mengganti pakaian kasual dengan baju koko dan kain sarung yang selalu kusiapkan di kantor.

Just Move OnWhere stories live. Discover now