24. She completes me

38.2K 4.6K 823
                                    

Salah satu tujuan menikah adalah untuk memantapkan posisi laki-laki sebagai seorang pemimpin dalam keluarga, tapi aku sudah berdecak kesal hanya selang satu setengah jam dari pernikahanku yang super dadakan.

Posisi jadi imamnya makhluk bonsai mungil tuh rupanya nggak enak! Enggak enaknya sebab terpaksa bersempit-sempit ria mengendarai mobil yang sama bonsainya dengan istri tersayangku itu demi mengantarkan beberapa kotak nasi minyak ke rumah kerabat kandung orangtua kami.

Karena adik kandung Papa, Pakcik Idris sudah sejak tahun lalu bermukim di Penang, sementara baik Mama maupun Bunda keduanya sama-sama anak tunggal, hanya tersisa Bi'cik Ipah, alias Masayu Latifah Razakky, satu-satunya adik kandung Ayah yang tinggal di Palembang, untuk kami kunjungi mengikuti adat 'nyanjo'* yang biasa dilakukan pengantin usai pernikahan.

"Besok-besok mobil Aa' ditaroh di rumah Ayah aja Git," karena tak tahan akhirnya aku angkat bicara juga. Di rumah pribadiku memang terdapat tiga mobil, dua diantaranya merupakan mobil sejuta umat yang kubeli saat penghasilanku belum mapan seperti sekarang.

Yang terbaru adalah Pajero Sport Rockford Fosgate Limited Edition yang kubeli tahun lalu sebagai pelengkap rumah baru.

Gita menoleh padaku sambil mengernyit, "ngapain A?"

"Kalau terpaksa pergi-pergi kayak gini, kan jadinya enak ... lapang."

"Rempong A', garasi rumah Ayah kan sempit, lagian biasanya Gita jarang pake mobil ke mana-mana, inikan gara-gara hujan makanya pake."

"Jadi kalau kerja naik apa?"

"Naik matic pink yang digarasi."

Aku menghela nafas sambil mengernyitkan dahi, "nanti jangan lagi ya."

"Loh, kenapa?"

"Udaaaah ... nurut aja kata suami kenapa sih!"

"Ya enggak bisa gitu juga A', masa harus nurut tanpa tau alasannya apa."

"Nggak aman Gitaaa!! Aa' perhatiin sekarang di sini banyak trailer sama truk lewat, nanti baru kesenggol anginnya doang bonsai langka kayak kamu bisa jatuh."

"Isshh amit-amit ... Aa' sembarangan," dia memukul lenganku pelan. "lagian bertahun-tahun bawa motor Gita aman-aman aja kok, Gita juga bukan golongan perempuan yang kasih sen kanan trus belok kiri A."

"Iya kalo soal motor sih gitu, kalo soal jodoh ngasih sen ke Rayyi beloknya ke Aa'," aku hanya tertawa saat lagi-lagi tangannya memukul lenganku sambil bilang 'apa sih! apa sih!' dengan wajah bersemu plus salting.

Tak berapa lama kami sampai juga ke rumah Bi'cik Ifah di kawasan Demang Lebar Daun, melihat kedatangan kami berdua dia tampak tidak terkejut lagi.
"Nah penganten muncul jugo akhirnyo!*"

"Update banget Cik," aku nyengir sambil mencium tangan beliau yang dibalasnya dengan ajakan untuk masuk ke dalam rumah.

Alih-alih ke ruang tamu beliau membawa kami keruang tengah, tanda kalau kami sama sekali bukan tamu dimata beliau.

"Bunda kalian yang kasih kabar di grup WA," tatapannya kemudian teralih ke Gita yang duduk di sampingku, "Apo hal nian Ayah kau tu Dek! Nikahke anak dak kasih tau dolor lagi!**"

"Jangankan Cicik, Gita aja kena todong pas udah di masjid ... ganti baju aja nggak sempat," Gita bersungut-sungut menyatakan kekesalan.

"Kalo tahu kamu mau nikah pasti Cicik udah siapin teluk belanga sama gamis akad paling cantik yang baru Cicik pesan dari modiste," keluhnya kecewa.

Jelas kami semua tahu alasan di balik kekecewaannya. Selain aktif sebagai pengasuh tari Bi'cik Ifah memiliki bisnis pribadi berupa sanggar rias pengantin yang terkenal seantero Palembang.
Semua pakaian pengantin dan hiasan pelaminan akad yang dipakai untuk nikahan Ido dan Ira pun berasal dari sanggar miliknya.

Just Move OnWhere stories live. Discover now