6. Pilihan

8.8K 1.5K 98
                                    

Masih unggahan dalam sikon nggak enak body ya guys jangan protes kalo tulisannya rada-rada gimana.

Jadi aku masih batuk nih ditambah batuk kering gitu kan gatel banget ya, leherku sampe kenceng, rahangku kayak mau lepas akibatnya kepala bagian belakang sakit bukan main udah tiga hari ini.

Semalem takut makin parah sakit kepalanya diajak lah sama suami akupuntur , pengennya sih di kasih chiro treatment sama Dr. Ian kayak di chiro core itu, enak kali ya ini kepala.

Ini batuk terparah kayaknya sepanjang hidup, so maafkan kalo masih belum bisa balesin komen satu-satu kayak biasa.

Tapi yang baca jangan ikutan lemes juga ya komen sama votenya 😊 .

Tak ada langit merah di Bandar Lampung saat fajar datang.

Berbeda dengan perjalanan pulang ke Liwa yang terasa panjang, perjalanan kali ini terasa singkat.

"Sudah bangun?" sapaan itu sama seperti sapaan Aziz padaku lima hari yang lalu. Tapi Aku sadar itu bukan suara sepupuku, melainkan suara berat dan sedikit serak milik Rensa Alzier, kerabat jauh yang kehadirannya berhasil menjungkirbalikkan kehidupan yang selama ini kujalani.

Pengakuan lima belas menit Rensa di pemakaman keluarga tentang rahasia yang disembunyikan oleh ayah dan bunda berdampak besar pada hidupku.

Bagaimana tidak, satu-satunya anggota keluarga Alzier yang misterius justru muncul dengan rahasia yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan rencana pernikahan adat yang jadi kewajiban untuk aku laksanakan.

Atas saran Aziz, juga untuk mempermudah melakukan apa yang jadi tujuan, kami tetap merahasiakan tentang keberadaan adikku, sementara Rensa harus mengaku sebagai tunanganku.

Klaimnya tidak serta merta diterima keluarga.

Kajong Raihani terdiam tak percaya mendengar penjelasan Aziz tentang 'kebetulan' yang membuat kami bertemu dengan Rensa.

"Apa kamu benar cucu Ismael Alzier? Ke mana saja kamu selama ini?" Beliau bertanya lagi matanya masih menyelidik pada laki-laki asing, bahkan bagi keluargaku.

"Duapuluh tahun yang lalu kami pindah ke Muara dua, Ina," Rensa menjawab tenang.

"Setelah Kakak dan Ayah meninggal, aku dan Ibu tinggal bersama keluarga Akbar, keturunan Pasirah dari Marga Ranau, beliau juga mengangkatku sebagai anak, saat mereka pindah ke Palembang kami ikut ke sana."

"Lalu Ibumu?" Kajong kembali bertanya. Rensa menundukkan kepalanya sekejab lalu matanya menatap datar pada kajong Raihani.

"Lima tahun yang lalu beliau berpulang," jawabnya pelan.

Aku sekejab melihat kajong terkesiap kaget, tapi beliau hanya diam seraya menatap Rensa dalam-dalam, mencoba menyelidiki apakah ada kebohongan dari kata-katanya.

Kemudian dia angkat bicara. "Ismael Alzier masih saudara sepupu Kajong Dalomnya Arista, tapi aku hanya ingat dengan dua anak perempuannya, tidak dengan Ayahmu."

"Saya anak dari Kemal Alzier."

Sekali lagi Kajong Raihani mengangguk, "iya ... sekarang aku bisa mengingatnya, dia lah yang datang menggadaikan surat-surat kebun dan ruko saat mendiang Tamongmu sakit keras."

Rensa mengangguk tapi tidak mengatakan apapun, raut wajahnya keras dan dingin menunjukkan ketidaksukaannya dengan kepura-puraan yang kami lakukan saat ini.

"Situasi ini begitu rumit untuk dijelaskan, tapi apa kamu sudah tahu tujuan kita berkumpul di sini?" kali ini Tamong Anwar yang berbicara.

Rensa menarik punggungnya sampai sandar ke bahu sofa, "sedikit banyak saya tahu, Dalom Putri sudah menjelaskan situasinya ... tapi ini terlalu mengejutkan untuk saya."

Putri Sang PunyimbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang