9. Melacak jejak

8K 1.6K 110
                                    

Masih ada yang kepo cerita ini nggak sih!?
Semoga nggak kecewa kalo si Babang nggak ada 😊😊😊

Mau double update!? Mau ketemu Babang Cenayang!? Di tunggunembus 1k sampe nanti malam.

Sepanjang hari kamis aku kembali terkurung di kantor. Setelah semua hal yang terjadi seminggu kebelakang, rasanya menyenangkan bisa kembali melakukan rutinitas pekerjaan sehari-hari.

Meeting dengan Mas Radit dan Pak Handoko, rekanan dan lawyer senior di firma hukum tempat aku bekerja kali ini membahas tentang materi gugatan untuk kasus yang akan kutangani. Mengingat sidang yang harus kuhadiri besok termasuk gugatan biasa tapi agak merepotkan.

Klienku adalah mantan suami salah satu aktris pemenang piala citra yang hendak mengambil alih hak asuh putra tunggalnya dari tangan mantan istri yang dinilainya tidak kompeten. Rumah tangga mereka sendiri memang sudah berakhir sejak setengah tahun lalu.

Pada beberapa sesi pertemuan denganku, si mantan suami yang pengusaha asal Batam mengungkapkan alasannya. Tak lain karena mantan istri jarang berada di rumah dan putra mereka ditinggal berhari-hari hanya bersama baby sitter sementara sang aktris asyik pacaran dengan lawan mainnya, seorang aktor terkenal asal negeri tetangga.

Simple memang perkaranya, yang membuat rumit justru adalah karena usia putra tunggal mereka masih delapan tahun.

Kompilasi hukum islam dan yurisprudensi mengatur kalau anak-anak yang berusia di bawah umur atau belum mencapai usia duabelas tahun tahun secara otomatis dibawah pengasuhan pihak ibu.

Aku menimbang-nimbang beberapa bukti yang cukup jitu agar hak asuh putra mereka diperoleh oleh klien. Karenanya advice dari senior sangat dibutuhkan. Selain memang sudah bagian dari job desk untuk selalu me-report kasus yang dikerjakan oleh junior pada atasan langsung masing-masing divisi.

Meeting berakhir setelah lewat jam makan siang, untung saja Inez cukup tanggap untuk memesan makan siang dari hidangan dari restoran jepang favorit melalui layanan food delivery dari aplikasi pesan antar sejuta umat.

Ketika aku telah kembali tenggelam pada pekerjaanku seusai makan siang, suara Fiersa Besari dan Tantri yang berduet terdengar dari ponselku

Aku melirik sekilas, panggilan dari Tante Puspa di waktu yang tak biasa membuatku mengerutkan dahi.

"Halo ... Tita." Suara ibu-ibu terdengar nyaring dan penuh antusias segera memenuhi pendengaranku begitu aku menerima panggilan.

"Tante ... apa kabarnya?" aku menyahuti malas-malasan

"Kamu ini gimana sih, Ta, sudah pulang tapi nggak kasih-kasih kabar ke Tante. Ponsel nggak aktif, susah Tante cari kamu," omelan panjang itu terdengar bagai kicauan burung beo di telingaku.

Aku tertawa kecil "Maaf, Tan. Rista sibuk banget ... tapi nggak dikabari juga Tante pasti tahu aku dari Bandung."

"Ya Tante kan nanya sama Lilis, kumaha kabarnya pemakaman Kakekmu?"

"Meriah, Tan," jawabku tanpa berpaling dari materi surat gugatan yang tadi telah diberi Inez.

"Kamu tuh ya, suka sembarangan kalo ngomong!!"

"Beneran, Tan! Pemakamannya nyaris mirip upacara ngaben Raja Bali, banyak banget yang datang." Aku lalu menceritakan apa yang kulihat saat pemakaman tamong dalom.

Tante Puspa hanya terdiam mendengarkan kemudian mulai bertanya. "Sudah ketemu kan sama Pak Aji?"

"Sudah Tan, kejutannya luar biasa," sambungku berusaha terdengar biasa-biasa saja.

Suara hembusan nafas panjang di seberang membuatku mau tak mau aku mengalihkan pandangan dari kertas gugatan yang tengah kubaca.

"Sejak kapan Tante tahu rahasia Bunda?" Aku bertanya penasaran.

"Arista, Mamah kamukan Teteh-nya Tante nggak ada rahasia-rahasian segala dong!" jawab Tante Puspa dari seberang

"Berarti Tante sejak awal sudah tahu kalau Ayah punya anak lain?"

"Enggak dari awal, Mamah kamu baru cerita hal itu sama Tante dua tahun yang lalu. Dia bilang kamu punya adik laki-laki yang diadopsi sama saudara jauh kita."

Aku menghela napas sambil memejamkan mata. Bisa-bisanya Tante Puspa yang ratu gosip ini menutup mulutnya untuk masalah yang satu ini. Aku benar-benar nggak ngerti untuk apa bunda menutupi keberadaan Aristo hingga serapat itu.

"Selama ini Tante nggak berani cerita karena amanat Mamahmu ini baru boleh dibuka kalau Kakek kamu meninggal tanpa menunjuk pewaris selain kamu."

Semasa tamong dalom masih hidup hubungan Bunda dengan keluarga besar memang berjarak, terlebih setelah beliau memilih meninggalkan Liwa.

Berkata jujur bahwa ayah memiliki putra penerus yang lahir dari istri siri sangatlah beresiko. Bukan cuma bagi bunda, melainkan bagiku dan juga Aristo.

Mungkin itulah yang ada dibenak bunda waktu itu.

Dengan meninggalnya tamong dalom, tekanan beralih padaku, dan ini yang kuyakini membuat bunda terpaksa mengambil keputusan membuka keberadaan putra pewaris keluarga Patranegara yang disembunyikannya.

Lamunanku terputus karena mendengar namaku dipanggil. Ternyata lamunan telah cukup lama memisahkan pikiranku dengan situasi di sekitar.

"Iya, Tan." Aku menjawab perlahan.

"Kamu sudah menghubungi A' Aksa belum Ta?"

"Belum, Tan. Orangnya lagi nggak di Indonesia, tapi katanya adik Rista sekarang lagi di Indonesia." Aku berkata terus terang tak bermaksud menyembunyikan apa pun juga.

"Wah bagus itu! Kesempatan untuk ketemu kan ya?" Tante Puspa menyemangatiku ragu-ragu. Mungkin dia mengira sebenarnya bukan itu keinginanku.

"Iya, Tan." Aku menyahuti pelan.

"Oh iya, Ta. Besok malam ada gala premier film terbaru dari PH Tante, kamu datang ya ke CGV GI."

Ugh, undangan gala premier adalah indikasi adanya usaha perjodohan untukku.

Seakan-akan belum cukup saja drama perjodohan di Liwa kemarin.

"Iya, Tan. Tapi kalau Rista nggak capek ya, soalnya besok ada sidang."

"Datang atuh!" Tante Ati mulai meluncurkan jurus paksaan mautnya padaku. Tapi aku hanya menyambut perkataannya dengan respon terpendek di dunia. Oh, He-eh, Iya, dan Oke.

Setelah beberapa saat dengan sangat terpaksa aku harus berbohong kalau aku harus menghadiri sesi konsultasi masalah hukum klien yang ingin mengganti nama di pengadilan karena telah merubah jenis kelaminnya dari laki-laki ke perempuan.

Dan percakapan pun usai karena Tante Puspa percaya begitu saja dengan alasan yang kuberikan.

Pukul sembilan malam aku tiba di apartemen. Begitu memasuki kamar aku melihat ponsel yang semula hendak kutaruh di nakas layarnya menyala memperlihatkan pesan pop-up yang masuk.

Seraya duduk dipinggir ranjang membuka jendela aplikasi whatsapp.

Tadi pagi sebelum berangkat kerja aku memang mengirim pesan pada Kang Izar menanyakan nomor telepon yang bisa digunakan untuk menghubungi Aksa Hardian.

Dan rupanya pesan balasan sudah kuterima sekarang.

Kang Izar menyisipkan kartu nama orang yang kucari disertai nomor telepon yang bisa dihubungi.

Aku membalas pesan dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya, dan sekedar basa-basi lainnya. Setelah ragu-ragu selama beberapa saat aku memberanikan diri melakukan panggilan ke nomor ponsel itu.

Aku menahan napas saat bunyi nada sambung di seberang yang terdengar. Ujung jemari tangan kananku mengetuk-ngetuk meja komputer dengan gelisah. Sampai akhirnya suara pria yang menyapa di seberang mengakhiri penantian panjangku.

Aku tahu itu adalah suara orang yang kucari.

tbc

Pics Jalur Lintas Liwa Krui kredit by akun Ig Endang Guntoro Canggu.

Putri Sang PunyimbangWhere stories live. Discover now