8. (2) Surat Bunda

7.7K 1.7K 401
                                    

Tunjuk tangan dong yang kangen sama cerita ini.

Mungkin sudah banyak yang tau ya, kalau Emak bikin cerita ini sebagai cara mengabadikan cinta pada pandangan pertama sama kota Liwa.

Karakter Rensa sendiri emak buat sebagai manifestasi dari Kota Liwa, misterius, sering tertutup kabut, dingin, tapi kalo lagi cerah pesonanya ampun-ampunan 🤣🤣🤣

Pas tahun 2003 emak ke sana nginap di wisma Aeki, yang namanya sinyal sama chanel tv itu susah banget, listrik cuma hidup menjelang Maghrib sampe shubuh doang, pokoknya rasanya kayak terisolasi dari dunia luar.

Tapi kalo udah jalan-jalan ke sekitar lupa deh sama sebelnya ... Yang ada tiap lihat gunung Pesagi emak jatuh cinta, liat kabut turun pelan-pelan sampe jarak pandang pendek emak langsung terpana.

Itu tuh rasanya kayak love hate relationship Arista ke Rensa banget tau nggak sih 😆😆😆

Nah kalo boleh tau, apa sih yang bikin kalian suka cerita Puteri Sang Punyimbang?  Silahkan curcol disini ya Readers .

Selamat membaca, semoga tetap suka.

Malam itu juga aku menghubungi Aziz untuk memberitahu surat wasiat bunda yang membenarkan bahwa aku memiliki seorang saudara laki-laki.

"Di mana dia sekarang?" Aziz bertanya penasaran, "apa bisa segera ditemukan?"

"Segera," sahutku cepat, "Bunda meninggalkan alamat dan nomor telepon sepupunya yang mengadopsi Aristo."

"Diadopsi!?" ulang Aziz, "kalau begitu kamu bisa kesulitan untuk membawanya kembali."

"Itu bukan adopsi legal yang disahkan oleh pengadilan, hanya memberikan kuasa perwalian saja, yang jelas aku akan berusaha untuk membawanya kembali."

"Semoga berhasil, aku sudah hampir mati kebosanan mengurusi rumah dan kebun keluargamu di sini." Suara Aziz terdengar tidak bersemangat.

Aku tertawa mendengarnya. "Sabar! Sepertinya masih butuh waktu lama sampai kamu bisa pensiun dari Patranegara farm and field, Aristo baru tujuh belas, masih butuh empat tahun lagi untuk masuk usia dewasa penuh."

Aku mendengar suara keluhan Aziz di seberang sana. "Bagaimana dengan, Rensa?" tanyanya kemudian. "Kamu sudah memberi tahu dia?"

"Belum," dan mungkin dia akan jadi orang terakhir yang kuberitahu tentang ini, sambungku dalam hati.

"Aku harus tahu kepentingannya pada Aristo, sebagai kerabat dari pihak ibu, secara hukum kedudukannya setara denganku," dan itu artinya dia juga bisa mendapatkan hak perwalian Aristo.

"Kan memang harus begitu?" Aziz tampaknya menyetujui perkataanku barusan.

"Masalahnya Ayah dengan Bunda Syarifa hanya menikah secara bawah tangan, dan sampai aku bisa melihat akta kelahiran Aristo aku belum bisa tenang,"

"Kenapa?"

"Kalau hanya nama Bunda Syarifa yang tercatat itu artinya hak Rensa atas Aristo lebih kuat daripada hakku, dan kamu tentu tahu apa artinya kan?"

"Rensa yang akan jadi walinya." Aziz menyimpulkan dengan cepat.

"Hal yang kutakutkan," aku meringis saat membayangkan.

"Tapi bukannya sudah ada peraturan yang mengatur kalau nama orangtua laki-laki juga bisa diterakan dalam akta anak dari perkawinan siri."

"Itu untuk akta yang dibuat tahun 2016 ke atas, sedang adikku lahir jauh sebelum peraturan itu dibuat."

Putri Sang PunyimbangWhere stories live. Discover now