14. Merasa bersalah

9K 1.8K 118
                                    

Yang kangen Rensa Arista merapaaat!

Btw mau kasih tau kalau mulai part ini akan ada perubahan yang signifikan banget dari cerita PSP, mungkin ada urutan plotnya yang bakal dibolak-balik, bakal ada adegan lama yang dihapus, diperbaiki dan dirombak total. Jadi nanti bagi yang udah baca versi lama jangan protes kalo versi ini beda sama yang dulu, udah aku kasih tau sejak awal nih ya soalnya 😋😋.

Tetap jaga kebersihan, kesehatan dan jaga jarak ya dears! Di sini Emak juga bakal tetap unggah dan balas komennya kalau lagi sempat dan sehat. So kalian semangat juga komentar dan votenya yaaa.

Kejadian itu sangat menguras emosi dan energiku. Jadi usai mandi dan makan sebuah apel aku meminum suplemen multivitamin aku lalu beranjak menuju kamar.

Baru saja mataku hendak terpejam ketika suara panggilan dari ponsel membuatku mengeluh kesal. Benda itu mengacaukan upayaku untuk bisa tidur cepat.

Kuangkat benda itu dari nakas. Layar yang menyala membuatku bisa melihat kalau yang melakukan panggilan adalah Aziz

“Halo, Ziz,” sapaku begitu ponsel itu telah menempel di telinga, “ada apa?”

“Apa kabarmu hari ini, Ta?”

“Baik, Ziz,” jawabku lesu, “tadi sore aku sudah bertemu dengan Adikku.”

“Kamu di Bali?” tanya Aziz lagi.

“Masih di Jakarta, tapi tadi aku nggak sengaja ketemu saat dia sedang casting di PH Tante Puspa.”

“Wah bisa kebetulan kayak gitu ya! Terus  bagaimana keadaannya? Dia bisa menerima kenyataan kalau dia,”

“Tito sudah tahu siapa dia sebenarnya, jadi sama sekali nggak ada penolakan.”

“Syukurlah kalau begitu!” Aziz berkata lega. “Lalu Rensa?”

Aku menghela napas berat sebagai respon. Cukup bagi Aziz untuk menyadari ada yang tidak beres.

“Dia marah besar padaku,” laporku sendu. “Salahku juga karena menyembunyikan Tito darinya, tapi dia bahkan nggak mau dengar alasanku melakukan itu.”

“Coba bicara baik-baik dulu.”

“Sepertinya sudah nggak mungkin lagi.”

“Apa perlu aku ikut bantu bicara?”
“Biarlah … nanti aku saja.” Tanpa semangat aku menjawab.

“Instingnya tajam sekali ya,” Aziz bergumam sendiri, “ternyata dia memang polisi jenius.”

“Maksudnya?”

“Dia salah satu perwira andalan dari Mabes Polri.”

“Kamu yakin?” Aku berseru tak percaya.

“Salah satu teman, ada yang satu angkatan dengan Rensa semasa pendidikan Taruna … dia bilang kalau Rensa penerima gelar Adhi Makayasa di angkatannya.”

Aku terdiam tak mampu bicara apa-apa.

“Kamu ingat kasus terbongkarnya sindikat pemilik pabrik shabu-shabu terbesar di Asia Tenggara beberapa tahun lalu? Dia perwira yang menyelidik kasus itu.

Dia bukan cuma jenius, tapi juga punya kemampuan ‘khusus’ yang sering dimanfaatkan untuk mengungkapkan kasus-kasus yang dianggap buntu.” Aziz terdiam sejenak sebelum melanjutkan kata-katanya.

“Lawanmu kali ini kuat, jadi nggak ada salahnya kamu sedikit mengalah dan membahas keinginanmu secara baik-baik sama dia.”

“Thanks, Ziz. Akan kucoba.” Aku menyahut pelan.

Putri Sang PunyimbangWhere stories live. Discover now