34

4.4K 728 63
                                    

Happy reading! Jangan lupa tinggalin jejak yang banyak ya!

***

Pembicaraan yang Kevin habiskan bersama Prabas membuat dunianya berantakan. Kevin tak lagi bisa bekerja hari itu. Untuk pertama kalinya, ia menggunakan izin sakit untuk meninggalkan pekerjaan lebih cepat. Apa yang Prabas katakan padanya seperti sebuah mimpi buruk tak berujung.

Kevin bergelung di dalam selimutnya ketika mendengar pintu kamarnya diketuk. Ia berbalik badan tidak ingin bertemu dengan adiknya untuk sementara waktu.

"Kakak, ini aku kupaskan apel untuk kayak. Dimakan ya. Biar demamnya bisa cepat turun."

Kevin tak membalas. Ia memilih memejamkan matanya untuk menghindar. Namun setiap kali dirinya menutup mata, Kevin kembali teringat semua yang Prabas katakan padanya.

Ternyata selama ini Kaia dan Prabas saling bertemu. Jauh sebelum pesta di malam itu. Banyak hal yang telah Prabas dan Kaia lakukan berdua. Mulai dari makan malam beberapa kali, menonton film bersama, bermain golf bersama, berkunjung ke studio keramik bersama. Dan ternyata pin berjuta-juta yang Kevin bantu pilihkan untuk Prabas hari itu juga diperuntukkan untuk Kaia. Dirinya belum pernah melihat adiknya mengenakan pin itu!

Yang membuat Kevin lebih frustasi lagi adalah kejadian di rooftop kala itu. Jika saja Kevin tidak bodoh! Pasti dia akan tahu bahwa itu adalah adiknya! Mengingat Kaia yang duduk bergelung di atas pangkuan Prabas membuat Kevin ingin berteriak.

Namun hari ini adalah tanggal merah dimana adiknya juga papanya akan di rumah. Jadinya Kevin tidak bisa berteriak sesuka hati. Pria itu menggigit selimut keras-keras membungkam mulutnya untuk tidak berteriak.

Padahal banyak sekali petunjuk di depan matanya. Namun Kevin tidak bisa melihat semua itu.

"Pangestu... nama pangestu juga. Kenapa nggak ada yang kasih tahu aku?"

Pantas saja beberapa kali ketika mereka akan rapat dengan divisi periklanan bersama tim Kaia pada waktu itu, Prabas memilih mangkir. Padahal Prabas bukan tipe yang suka absen dari rapat tanpa alasan yang jelas. Kepala Kevin semakin berdenyut.

"Dan sekarang aku sama Kaia sedang memiliki hubungan yang serius."

"Hubungan serius apa?"

"Kami sepakat untuk berpacaran. Dan aku serius, Kevin. Kamu tahu sendiri aku bukan orang yang mudah jatuh cinta atau memiliki banyak hubungan dengan perempuan. Aku juga bukan orang yang suka membuang-buang waktu untuk hal tidak berguna. Aku serius dengan Kaia ."

"Tapi kenapa Ai, Bas?"

"Aku bertanya kembali, kenapa nggak boleh Kaia? Aku ingat, kamu sendiri yang bilang bahwa aku harus tetap memegang tangan Kaia erat-erat apapun yang terjadi. Dan hal itu yang sedang aku lakukan sekarang."

"Tapi kalian berdua itu akan bisa mendapatkan restu dari papa," gumam Kevin yang tidak bisa membalas ucapan Prabas lagi.

Apa yang harus ia lakukan? Haruskah ia bertanya kepada Kaia apakah Kaia juga memiliki perasaan yang sama seperti Prabas? Namun jika Kaia nyaman dengan keberadaan Prabas, apa yang harus ia lakukan sebagai seorang kakak? Jika benar, Kaia juga menyukai Prabas maka besar kemungkinan bahwa Prabas akan menjadi cinta pertama adiknya. Dan hal ini akan lebih menyusahkan karena Kevin harus membuat mereka putus sebelum hubungan mereka terendus oleh papanya.

Namun bagaimana dengan perasaan Kaia nanti? Kevin jadi teringat wajah berseri adiknya ketika ia memberikan izin untuk Kaia boleh memiliki pacar. Atau, bagaimana respon papanya ketika tahu? Pada akhirnya siapa yang harus mengalah?

Merasa suntuk berada di bawah selimut, Kevin pun bangun dari tempat tidur. Sejak kemarin, Kevin memikirkan semuanya sampai-sampai dirinya terserang demam. Kevin melihat potongan apel yang disediakan adiknya. Ia menyentuh ujung piring kemudian membawanya keluar kamar bersama ponselnya.

Jangan Bilang Papa!Where stories live. Discover now