46

3.2K 507 24
                                    

Selamat membaca!!!

***

Beruntunglah kedua sejoli yang sedang dimabuk asmara itu hidup di era globalisasi dimana jarak dan waktu bukanlah sebuah penghalang. Layar ponsel menunjukkan sisi lain yang masih terang dan satu lagi gelap karena malam. Kaia mulai mengantuk mendengar cerita Prabas yang sedang memperkenalkan kebun anggur milik bibinya. Lampu kamarnya sudah lama dimatikan. Ia hanya mengangguk berpura-pura mendengarkan apa yang sedang Prabas jelaskan.

Sekarang sudah pukul sebelas malam hari, Kaia baru memiliki kesempatan menelepon Prabas lagi setelah menyelesaikan tugasnya. Gadis itu mencari posisi yang lebih nyaman. Memposisikan ponselnya di posisi miring agar ia bisa memeluk gulingnya lebih erat.

"Di sana jam berapa sekarang?" tanya Prabas.

"Sebelas, di sana?" jawab Kaia yang mulai menyeberangi batas kesadarannya.

"Masih jam lima. Funny timezone, huh?"

"Hm-hm."

"Nanti aku carikan anggur untuk papa kamu, setelah ini aku mau cari coklat untuk sepupu ku yang lain, kamu mau titip juga."

"Hm... boleh."

"Oh iya aku hampir lupa kalau kamu nggak mau dibawakan cokelat, bagaimana kalau aku belikan cincin custom? Bibiku ada kenalan pengrajin berlian, dia sering digunakan untuk... ah... Aish... tidur anaknya. Haha."

Prabas merapikan rambutnya kemudian menangkap layar ponselnya untuk mengambil gambar kekasihnya yang terlelap. Pria itu menurunkan volume ponselnya kemudian kembali bergabung dengan keluarganya bibinya yang sedang mengadakan pesta anggur. Ia duduk dengan membalik ponselnya tanpa ada niatan memutuskan sambungan panggilan videonya.

Kaia menggeliat di tidurnya. Samar-samar telinganya mendengar suara gemericik air. Tak lama kemudian dering jam wekernya pun terdengar menggema di penjuru kamar. Kaia menghela napas panjang karena merasa tidurnya kurang. Gadis itu mematikan dering weker kemudian merentangkan kedua tangannya untuk meregangkan otot-otot yang terasa kaku.

Hari terakhir magang dan besok adalah hari perpisahan. Sudah terasa dia dua bulan di perusahan tersebut yang artinya dua bulan juga dia mengenal Prabas. Prabas juga akan pulang empat hari lagi. Kemungkinan mereka akan bertemu lagi di hari selasa mengingat perjalanan lebih dari lima belas jam dan Prabas membutuhkan waktu untuk beristirahat. 

Kaia meraih jepit rambut yang ada di atas nakas kemudian membuka kancing bajunya satu per satu untuk bersiap-siap mandi.

"Good morning, princess. Aku sarankan sambungan videonya dimatikan dulu."

Kaia menegang di tempat. Ia menoleh ke belakang dan mendapati ponselnya yang masih tersambung dengan Prabas.

"Oh astaga! Aku ketiduran! Oh my God, Bas, kenapa nggak kamu matiin aja teleponnya? Ya ampun wajah tidurku..."

Gadis itu menenggelamkan wajahnya pada kedua telapak tangan. Telinganya yang memerah sudah cukup sebagai bukti bahwa Kaia sedang merasa malu. Prabas tertawa kecil melihat sikap Kaia yang menggemaskan. Ia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Kini giliran dirinya yang akan beristirahat.

Sesuatu menarik perhatiannya. Alisnya terangkat ketika sudut layar ponselnya menampakkan sesuatu yang selama ini menghantui mimpi juga alam bawah sadarnya.

"Ai, ehem... aku nggak masalah kalau kita mau melanjutkan sambungan telepon ini. Tapi untuk kebaikan... kita berdua, alangkah baiknya, kancing bajumu diperbaiki dulu."

Prabas menahan diri untuk tidak tertawa ketika mendengar suara Kaia yang terkesiap. Seketika layar ponselnya berubah jadi gelap. Prabas mengetuknya beberapa kali untuk memastikan tapi kenyataan pahitnya adalah komentar tak senonohnya lah yang mengakibatkan sambungan video mereka diputus sepihak tanpa adanya ucapan penutup yang manis.

Jangan Bilang Papa!Where stories live. Discover now