The Day When I Meet You - 2

6.9K 1.2K 52
                                    

Nara heran setengah mati pada dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia termakan rayuan Olivia Kim. Pada akhirnya Jung Nara menyetujui ide yang dicanangkan oleh seorang Liv. Nara memang sudah tidak waras akibat satu bulan lamanya dibombardir dengan urusan pernikahan. Jadi, seperti inilah Jung Nara hari ini. Ia memakai celana jeans dipadukan kaus kebesaran bertuliskan ‘I Love Seoul’, surainya yang hitam dikuncir kuda, dan parasnya pun dipoles riasan tipis-khas Nara. Tangan Nara memegang kertas bertuliskan Oh Sehun. Kakinya sedang berdiri di terminal kedatangan penumpang pesawat luar negeri. Pikirannya menerawang mengingat ciri-ciri Sehun yang disebutkan oleh Liv kemarin malam.

“Tingginya sama dengan Chanyeol, kulitnya putih, rambutnya hitam pekat, dan tampan,” tanpa sadar bibir Nara mengucapkan apa yang ada di benaknya. “Seharusnya Liv memberikanku ciri yang lebih spesifik dan fotonya,” gerutu Nara.

Nara menggerakkan sepasang kaki yang sudah mulai pegal. Dia telah berdiri tiga puluh menit, berdesakan dengan orang-orang yang juga bertujuan menjemput rekan atau sanak saudara. Mereka tampak bersemangat, kecuali Nara tentu saja. Gadis itu cemberut. Hari liburnya berharga malah dia gunakan untuk melakukan hal konyol. Nara berharap Sehun memang pria baik seperti yang diungkapkan Liv. Paling tidak Sehun tak memertanyakan kehadiran Nara yang sok akrab nantinya.

Lamunan Nara berhenti ketika ponsel si gadis berdering. “Ada apa?” tanyanya langsung saat tahu siapa yang menghubungi.

“Kau dimana?” Chanyeol membalas dengan pertanyaan. Belum sempat Nara menjawab kakakknya kembali menimpali, “Sehun sudah menunggumu lama sekali. Kau tidak salah tempatkan, Nara?”

“Tidak, aku berdiri di sini sejak setengah jam lalu.”

“Papan namanya tidak lupa?”

“Tidak,” Nara menjawab singkat.

“Dia menunggu di Starbucks cepat ke sana

Kenapa harus aku?” pangkas Nara, ia tidak suka disuruh-suruh. “Katanya dia pemilik The Three Clouds, dia cukup kaya untuk meminta satu orang saja menjemputnya di bandara.”

“Katanya kau ingin mendapatkan sponsor darinya?” ujar Chanyeol tidak sabar. “Kau sudah sampai di bandara, merelakan tidur siangmu yang berharga pada hari libur,” Chanyeol masih berusaha menyakinkan.

Nara mengembuskan napas panjang. “Baiklah,” putusnya. Nara berbicara sembari beranjak ke gerai kopi yang disebutkan oleh sang kakak. “Dia memangnya memakai baju apa?” tanya Nara ketika sampai di pintu masuk Starbucks.

“Cokelat, sudah ketemu?”

“Belum.”

“Dia terlihat mencolok sekali, tampan seperti aku,” imbuh Chanyeol ada suara tertawa kecil dari ujung telepon yang ia yakini milik Liv.

“Tidak ada orang yang jeleknya sama denganmu di sini,” sambar Nara tanpa menutupi kekesalan. “Kau sedang bersama Liv sementara aku mencari orang yang tidak jelas ….” ucapan Nara menggantung, ketika dirinya melihat seorang pria bersurai hitam, mengenakan kaus cokelat dilapisi jaket, dan syal bewarna senada. Benar, pemuda itu memang sangat mencolok. Lebih tepatnya, dia terlihat jauh lebih tampan dari laki-laki seharusnya. “Aku rasa sudah menemukannya,” kata Nara. Ia menutup panggilan telepon Chanyeol.

Tanpa berpikir panjang Nara mendekati laki-laki yang ia yakini sebagai Oh Sehun. Nara bahkan sempat gerogi. Jika saja ia tahu bahwa sosok Oh Sehun adalah pria yang elegan, Nara pasti akan memilih pakaian yang lebih pantas. Dia mirip itik buruk rupa yang hendak menemui angsa.

“Oh Sehun?” sapaan Nara terdengar seperti pertanyaan, namun cukup membuat pria berusia sebaya dengan Chanyeol tersebut memalingkan paras.

Sehun menyimpan ponselnya. Ia memerhatikan gadis yang tampaknya baru saja mengajaknya bicara. Alisnya naik satu. “Siapa kau?” tanya pria itu.

“Aku Nara, adik Chanyeol. Kakakku meminta tolong untuk menjemputmu,” Nara menjelaskan. Ia berusaha menarik sudut-sudut bibir membentuk senyum canggung yang kentara.

Sehun mengangguk, lalu melirik arloji. “Kau terlambat tiga puluh lima menit dari waktu yang dijanjikan,” ujar Sehun dingin.

Nara ikut-ikut melihat jam tangan miliknya. “Aku tidak terlambat. Aku menunggumu di sana,” jawab si gadis sambil menujuk tempat di mana ia berada tadi.

Sehun mengabaikan Nara. Ia malah berdiri, lalu membawa kopernyameninggalkan lawan bicaranya yang masih terbengong di sana.

Nara menggelengkan kepala, mencoba untuk kembali ke dalam kenyataan. Ia sedikit berlari untuk menyamai langkah Sehun.

Nara hampir saja menabrak punggung Sehun saat pria itu berhenti mendadak. Sehun menengadahkan telapak tangan, meminta sesuatu pada Nara.

“Mana kuncimu?” Sehun bertanya sekaligus memerintahkan Nara agar gadis yang berada di hadapannya menyerahkan kunci mobilnya.

Nara mengerjapkan mata, “Aku bisa menyetir. Kau tamuku

Aku tidak biasa membiarka seorang gadis menyetir untukku,” potong Sehun. Pemuda itu mengawasi Nara dari ujung kaki hingga kepala. “Apalagi, anak muda yang belum tentu sudah dapat SIM,” lanjutnya.

Nara memutar bola mata, dia tidak suka diremehkan. “Aku sudah berusia dua puluh dua tahun. Aku punya SIM,” timpal Nara.

“Tapi aku tidak tahu kemampuan menyetirmu seperti apa. Aku juga tidak ingin mengambil resiko,” balas Sehun melalui bibir tipisnya.

Nara hendak menimpali lagi, namun si gadis tahu bahwa pada akhirnya dia yang harus berbaik hati pada Sehun. Nara tak ingin usahanya untuk mendapatkan sponsor berakhir sia-sia. “Baiklah, walaupun aku tidak biasa membiarkan tamuku kerepotan,” ucap Nara sembari menyerahkan kunci mobilnya.

Mereka hanya diam di dalam Audi hitam tersebut. Nara sedari tadi memandangi jendela, sementara Sehun mengendarai mobil dengan serius. Nara sesekali mencuri pandang ke arah pria yang berada di sampingnya. Gadis itu enggan memungkiri bahwa Sehun memang menarik. Dia sama sekali tak terlihat tua, meskipun usianya sebaya dengan Chanyeol. Well, kakaknya itu memang lebih suka memakai jas, dasi, dan celana kain, sedangkan Sehun berpakaian lebih santai.

“Aku mengantarkanmu pulang terlebih dahulu,” kata Sehun memecahkan keheningan. “Aku tahu di mana kalian tinggal. Chanyeol yang memberitahuku dan ada alat yang dinamakan GPShanya mengingatkan kalau saja kau lupa,” jelas Sehun sebelum Nara memberikan pertanyaan bodoh.

Nara langsung memberengut, namun ia berusaha mengatur suana hati agar tidak terbawa emosi. “Tidak usah, kita pergi ke hotel tempat kau menginap atau kita bisa makan dulu,” ujar Nara berusaha sabar.

“Tidak, aku harus memastikan adik temanku selamat sampai rumah,” ucap Sehun. Pria itu membelokkan kemudi menuju jalan tercepat ke kediaman sang gadis.

Nara tersenyum kecut. “Chanyeol tidak akan khawatir sama sekali padaku meskipun aku menghilang tiba-tiba karena dimakan semut. Bagaimana caramu ke hotel kalau mobil ini kau pulangkan dulu?”

“Asistenku sudah menungguku di sana,” jawab Sehun singkat.

Nara menegakkan tubuh. “Ah, kenapa kau tidak meminta mereka menjemputmu di bandara?” tanya Nara curiga. Tatapan Nara berubah menjadi kaget ketika ia melihat Sehun tersenyum simpul, walaupun tidak lama. Nara merasakan pipinya memanas, ketika menangkap tarikan bibir itu pada Sehun. Si gadis tak tahu alasan yang membuat parasnya bereaksi demikian.

“Aku ingi melihatmu,” jawab Sehun tanpa ekspresi.

“Kau ingin melihatku,” ulang Nara tak percaya. Ia takut salah dengar atau rungunya sudah ikut berhalusinasi.

Sehun berdeham menetralkan suara. “Jangan salah paham, aku ingin melihat adik yang selama ini Chanyeol puji,” koreksi Sehun.

Nara cemberut. “Sesuatu yang sangat tidak mungkin Park Chanyeol begitu yang ada dia menaruh dendam terpendam padaku,” keluh Nara yang disusul anggukan Sehun, nampaknya pemuda itu menanggapi serius apapun yang diutaran lawan bicaranya.

-oOo-

[Sehun Fanfiction] Dear Husband - ENDWhere stories live. Discover now