Dealing With You - 2

4.6K 676 30
                                    

Nara tersenyum lebar saat tahu siapa yang menjemput mereka. Nara memersilahkan Daniel masuk ke ruang santai cottage yang Nara tinggali hampir selama lima hari. Ia menerima pelukan hangat Daniel yang memujinya terlihat cerah daripada sebelumnya.

“Ini masih jam sepuluh pagi. Tumben kau bisa bangun lebih pagi. Sehun saja masih belum keluar kamar,” ucap Nara saat mengangsurkan kotak susu pisang pada Daniel. Sebenarnya, Nara juga baru bangun, ia masih mengenakan celana pendek dan juga tank top hitam. Nara santai saja bersila di atas kursi.

“Aku selalu bangun pagi sejak tinggal di London karena sepupuku sangat berisik,” timpal Daniel sembari meminum susu pisang. Netra Daniel tertuju pada sesuatu yang berada di leher Nara. Dia lekas membuang muka menyadari bahwa lawan mengobrolnya ini sudah menjadi milik orang lain.

Sementara Nara tetap tidak peka. Ia justru membelai surai Daniel seperti caranya memberikan penghargaan pada anak kucing peliharaannya.

Good boy,” ujar Nara.

Daniel menangkap tangan Nara lalu menurunkannya perlahan. “Aku bukan anak-anak lagi, Noona,” sambar si pemuda nadanya datar. Ekspresi Daniel berubah serius, tangan Nara masih ada di genggamannya. “Aku sudah dewasa,” lanjutnya.

“Jung Nara kau tidak boleh lagi menganggap Daniel sebagai anak laki-laki. Dia juga seorang pria,” vokal Sehun yang baru saja merjaut langkah menuju ruang santai. Sehun sudah rapi dengan kaus dan celana jeans yang membalut sempurna tubuh jangkungnya. Pria itu membawa mantel biru tua.

Nara mengerucutkan bibir. “Well, aku masih belum menerima kenyataan anak laki-laki yang dulu suka mengikutiku telah menjadi seorang pria sekarang.” Nara mengalihkan atensi pada Sehun. “Kau sudah mandi. Baiklah, aku bersiap-siap dulu,” putus Nara.

Sehun menghela napas. Ia risih dengan pakaian Nara, apalagi gadis itu mengenakan sesuatu yang sangat terbuka untuk menemui pria lain.

Sehun menyampirkan mantel yang ada di tangan ke bahu Nara. “Lain kali, kalau aku melihatmu mengenakan pakaian ini saat menemui tamuaku akan sangat marah,” bisiknya tepat di telinga Nara.

Nara mendengus. Ia berjalan tanpa mengindahkan ancaman Sehun.

Sehun menatap gadis itu sampai menghilang ke balik pintu. Ia duduk di sofa ruang santai. “Apa kau sudah membuat janji dengan Dokter Hwang?” tanya Sehun pada Daniel.

Daniel mengangguk. Ia dengan cuek menyalakan televisi kemudian meraih setoples keripik yang ada di meja. “Sepertinya hyung sangat menikmati kegiatan bulan madu ini,” sindir si pemuda. “Kalau kau begitu menyukai berdekatan dengan Nara, kenapa membuat nyawanya terancam?” lanjut Daniel kali ini ia menekan suara yang dikeluarkannya.

“Itu semua demi kebaikan Nara

Daniel memotong penjelasan Sehun dengan tawa mengejek. “Demi kebaikan Nara,” ulangnya dingin. “Hyung hanya ingin memuaskan rasa penasaramu sendiri. Kau ingin tahu apa benar Ahra berniat bunuh diri atau membunuh

Kang Daniel, you cross the line,” kini giliran Sehun yang menimpali.

“Aku hanya memberikan fakta. Aku sudah berkonsultasi dengan Hwang Minhyun mengenai resiko memancing ingatan yang secara naluriah Nara lupakan. Gadis itu akan terkejuttentu sajabagi orang biasa tidak ada efek yang berarti. Namun, Jung Nara punya kelainan jantung bawaan dia bisa saja terkena serangan jantung ketika proses itu.”

“Resiko itu lebih baik, Kang Daniel.”

“Aku sama sekali tidak mengerti jalan pikiranmu, Hyung. Kau bisa saja kehilangan wanita yang kau cintai sekali lagi.” Daniel menanggapi. Ia menatap Sehun sekilas. “… atau kau bahkan belum menyadari jika sudah mencintai Jung Nara.”

Nara dan Sehun sampai apartemen ketika langit mulai gelap. Mereka akan tinggal di apartemen Sehun yang terletak di daerah Gangnam. Apartemen tersebut merupakan tempat yang jarang dikunjungi si pria karena terlalu luas apabila ditinggali sendiri.

Apartemen mewah yang dibeli Sehun beberapa tahun lalu memiliki fasilitas yang lengkap. Terdiri dari dua lantaidi mana lantai kedua terdapat tiga ruang, yaitu dua kamar tidur serta ruang kerja. Pada lantai satu ada ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dapur, dan kolam renang dalam ruangan. Dua pilar kokoh menjadi hiasan yang membuat apartemen tersebut elegan.

Pada pijakan pertama Nara memasuki tempati itu, Nara sudah yakin selera mahal tersebut pasti pilihan Ahra. Nara tahu benar bagaimana kesan klasik serta elegan yang tergambar pada unit apartemen itu merupakan salah satu perwujudan Sehun atas permintaan Ahra. Nara merasa sesak di sana. Semua yang ia lihat memang indah, akan tetapi bukan sesuatu yang dapat dirinya sukai.

Nara pun menyeret koper dengan langkah lunglai.

“Kau tadi tidur sepanjang jalan, Nara. Jangan memberikan raut kusut seperti itu karena wajahmu sudah jelek, kalau kau begitu semakin jelek,” ujar Sehun santai. Ia menghempaskan diri di kursi empuk ruang tengah yang sekaligus berperan sebagai ruang keluarga.

Karpet halus yang menerpa jari-jari kaki Nara membuat si gadis tergoda untuk duduk di bawahtepat di samping kaki Sehun. “Bisa tidak Oh Sehun, kau perihatin sedikit padaku,” sergah Nara.

“Tidak bisa, aku hanya bicara jujur mengungkapkan fakta,” balas Sehun.

Oh God! Kau sungguh menyebalkan!” seru Nara ia menunjuk Sehun kesal. “Kau seharusnya sadar untuk tidak mengajakku bertengkar terus. Usiamu lebih tua, Oh Sehun. Lagi pula aku tadi ketiduran soalnya tanganmu mengarahkan kepalaku untuk bersandar pada bahumu,” oceh Nara.

Sehun mengernyit. “Kenapa jadi menyalahkan bahuku?” tanya si pria tidak ingin mengalah. Sehun memijat bahu seolah-olah ia baru saja melakukan pekerjaan berat. “Bahuku ini sangat malang karena harus menanggung kepalamu yang besar, Nara. Sepertinya, kau harus diet sebab pipimu menambah besarnya kepalamu,” ejek Sehun.

Nara menendang kaki Sehun yang berada dekat dengannya. “Dasar pria tua menyebalkan! Aku tidak gendut!” seru Nara dibarengi ringisan kesakitan Sehun.

“Suara teriakanmu terdengar sampai depan, Noona,” vokal Daniel. Ia berjalan sembari mebawa tas makeup Nara yang tertinggal di mobil. Daniel menyerahkan barang yang ada di tangannya pada Nara.

“Kalian tetap saja bertengkar padahal sudah menghabiskan malam bersama,” celetuk pria bergigi kelinci sambil tertawa karena kedua orang yang usianya lebih tua darinya tersebut kompak memamerkan rona merah di pipi.

“Kenapa kau bisa tahu? Sehun kau memberitahunya, ya?” tebak Nara.

Sehun memutar bola mata. “Tentu saja, Daniel tahu. Lihat lehermu. Kau seharusnya memakai sesuatu yang bisa menutupinya,” jawab sehun. Jari pria itu bergerak untuk melepas kuncir rambut Nara kemudian memosisikan sedemikian rupa agar menutupi leher si gadis.

Nara mengangguk-angguk paham. “Kau pintar juga, Daniel,” puji Nara.

Noona sebaiknya istirahat karena ada jadwal konsultasi dengan dokter dimulai besok,” kata Daniel. Ia duduk di sebelah kanan Nara.

“Apa yang harus aku konsultasikan? Aku baik-baik saja,” balas Nara.

“Kita akan menemui dokter untuk mengurangi rasa takutmu pada ketinggian. Bukanya kau telah setuju, Nara?” Sehun segera mengambil alih.
Nara enggan langsung menjawab. Ia mengiggit bibirkebiasannya sewaktu ragu atau sedang berpikir. Dua orang pria yang berada di samping kanan dan kirinya sabar menunggu. “Baiklah, aku akan menemui dokter itu. Tapi, kau harus ikut bersamaku, Sehun,” jawab Nara setelah menghabiskan waktu selama lima menit.

Sehun mengangguk. “Tentu saja, aku harus ikut,” jawabnya.

-oOo-

Terimakasih sudah baca, aku tunggo voment dari kalian hehehe. Kalau ada yg mau fangirling bareng bisa follow2an sm aku di twitter @.twelveblossom. Sampai jumpa!♡

[Sehun Fanfiction] Dear Husband - ENDWhere stories live. Discover now