Epilogue - 1

3.2K 370 14
                                    

“Awalnya, dunia ini hanya berpusat pada diriku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Awalnya, dunia ini hanya berpusat pada diriku. Aku bergerak, bernapas, dan melakukan banyak hal untuk hidup. Aku memiliki segalanya sebagai duniaku. Itu adalah awalnya. Kemudian, pada akhirnya duniaku tidak berinti padaku. Aku enggan hidup hanya dengan bernapas dan bergerak. Aku tidak memiliki segalanya lagi. Ketika aku bertemu dengannya dan menyadari dia bukan milikku, aku merasa hampa. Aku menyadari dia lebih dari segalanya. Apa pun yang ada di dunia ini, tidak ada yang dapat menggantikannya.”

-oOo-

Nara tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan, ketika rasa sakit itu mulai menyerang tubuhnya. Raga Nara yang rapuh seperti kehilangan arah saat semua jeritan itu mengucapkan namanya. Napasnya terasa sesak, pandangannya hitam dan kabur. Rasa sakit itu menguliti dirinya tanpa ampun. Ini adalah pedih yang teramat, namun ada satu hal yang berusaha dirinya ingat dalam benaknya.

Aku harus melahirkan bayi ini, sebelum napasku benar-benar berhenti. Berulang kali batinnya mengucapkan hal yang sama.

Jiwa Sehun seolah lepas dari tubuhnya ketika menjalani setiap sekon proses persalinan istrinya. Telinganya tuli, dunianya berhenti ketika Kai mengabarkan jika Nara mengalami pendaharan dan jantung istrinya semakin melemah. Sehun menatap hambar ruang operasi ketika sang Dokter keluar dari sana, lalu memberikan sebuah pertanyaan yang enggan ia jawab hingga akhir hayatnya.

“Peluang untuk menyelamatkan keduanya sangat kecil, harus ada yang menjadi prioritas. Apabila, kita mengeluarkan bayinya terlebih dahulu pendarahan Nara akan semakin hebat. Hal itu menyebabkan laju jantungnya semakin melemah. Namun, apabila kita membiarkan terlalu lama, kemudian memastikan jantung Nara tetap berdetak, maka bayi kalian akan ….”

Rungu Sehun berdengung.
Jung Nara, kenapa kau harus menyiksaku seperti ini? Hati Sehun bertanya lantang.

Sehun tidak bisa memilih, ia mencintai keduanya … Andai saja, nyawanya dapat ditukar untuk menggantikan mereka.

“Hyung! Hyung!” Daniel membentak Sehun yang kehilangan akal. Pemuda itu menggoyangkan bahu sepupunya. “Waktu kita tidak banyak

Bayi kami, selamatkan dia terlebih dahulu,” jawab Sehun pelan, hambar.

Daniel melepaskan cengkraman tangannya pada Sehun, pria itu mengerang putus asa. “Berengsek,” umpatnya, kemudian bersandar di dinding. Itu adalah pukulan terbesar dalam hidupnya. Kendati demikian Daniel tidak dapat berbuat apa pun karena ia tak memiliki hak.

“Bayinya sehat,” Kai mengucapkan hal itu.

Sehun menerawang menatap bayi perempuan yang kini berada di inkubator karena lahir sebelum waktunya. Tubuh putrinya itu begitu kecil, raga mungil tersebut yang menyadarkan bahwa dirinya kini adalah seorang ayah. Ada rasa sayang asing yang begitu aboslud, seolah menyayangi putrinya merupakan sebuah kewajiban. Cinta itu berkembang secara alamiah. Ia mencintai bayinya, menyerahkan seluruh hidupnya untuk gadis kecil itu.

“Namanya Hyunjoo, Oh Hyunjoo,” bisik Sehun.

Daniel mengikuti pandangan Sehun. Pemuda itu tersenyum simpul. Hyunjoo memberikan secerah harapan di tengah duka yang menyelimuti keluarga mereka.

“Dia mirip sekali dengan adikku sewaktu masih bayi,” kenang Chanyeol tanpa menutupi kesedihan yang ada di serebrumnya.

“Jangan putus asa terlebih dahulu, Nara memang belum sadarkan diri sekarang. Tapi, dia memiliki alasan untuk hidup lebih kuat dari siapa pun,” ujar Kai, dia menatap Sehun dan Daniel secara bergantian. Pria itu tersenyum. “Sebelum operasi dilakukan, Nara berkata jika dia harus tetap hidup karena telah berjanji untuk menemani suaminya hingga nafas terakhir, Sehun. Nara tidak ingin mengecewakanmu yang telah membuat pilihan sulit untuknya.”

“Jung Nara memang selalu seperti itu,” ucap Sehun tanpa melepaskan atensinya pada Hyunjoo.

“Sampai kapan Nara tidak sadar, Dokter?” tanya Daniel.

“Kami belum dapat memerediksi. Kami berharap kondisinya akan semakin baik besok. Jika tidak, dia bisa saja mengalami mati otak. Suatu mukjizat Nona Jung dapat bertahan sampai saat ini,” balas Kai.

“Aku akan menunggunya sampai kapan pun. Aku yakin Nara akan segera sadar, dia pasti ingin segera bertemu dengan Hyunjoo,” potong Sehun, sekaligus menutup perbincangan mereka.

Entah sudah berapa kali Sehun menghela napas, ketika melihat wanita yang dicintainya itu terbaring pucat di atas ranjang ruang ICU. Sehun dipermainkan oleh Nara, istrinya tersebut menjadikan delapan bulan proses kehamilannya untuk mengubah pandangan Sehun. Sang suami kini semakin menyanyangi bayi mereka. Apabila, dulu Sehun berusaha menolak keberadaan janin tersebut, ia kini justru takut kehilangan Hyunjoo.

“Bukankah, kau telah berjanji padaku, Nara?” ucap Sehun lembut. Ia meremas pelan jari-jari istrinya. “Hyunjoo sangat lucu, dia mengoceh terus sama seperti dirimu,” Sehun tersenyum, namun torehan bibirnya enggan berselang lama. Kesedihan itu seolah telah bersarang dalam dirinya, tak ingin pergi.

Sehun meraup parasnya yang rupawan. Dia sungguh merasakan beban di pundaknya semakin berat. Seluruh perkataannya hanya dibalas oleh keheningan serta suara detik jam. Pria itu mengoarkan vokalnya lagi. “Kami menunggumu, Nara. Kau dulu berkata padaku, jika kau tak ingin Hyunjoo kehilangan kasih sayang seorang ibu seperti dirimu dulu ….”

Sehun mengehentikan monolognya ketika sepasang netranya mendapati pergerakan jemari wanitanya. Pria itu awalnya mengira jika apa yang baru saja dilihatnya adalah halusinasi atau semacamnya. Ia segera meraih telapak tangan Nara, ketika jari gadis tersebut bergerak untuk kedua kalinya.

“Nara, apa kau mendengarku?” tanya Sehun sembari mengecup jemari istrinya tersebut. Sehun panik sekaligus luar biasa bahagia.

Kelopak mata Nara perlahan menggelepar terbuka.
Sehun terpaku di tempatnya. Penantiannya selama enam bulan ini terjawab sudah. Pria itu tanpa sadar membelai paras Nara yang dirindukannya.

Netra Nara telah terbuka sempurna, gadis itu tampak menyesuaikan kondisi cahaya yang menusuk matanya. “SSehun,” bisik Nara suaranya parau. “Rasanya sangat sakit,” keluh Nara. Air matanya mulai meleleh satu persatu.

“Semuanya akan baik-baik saja, Sayang. Aku akan memanggil dokter,” Sehun berucap cepat, ia mengecup kening Nara sebelum keluar ruangan dengan tergesa mencari dokter.

Detak jantung Sehun tersulut kembali. Kehampaan yang ada pada dirinya terhempas begitu saja. Pria itu kini dapat bernapas lagi karena wanita yang membuatnya hidup telah kembali bersamanya.

Oh Sehun mendapatkan satu kesempatan lagi untuk memerbaiki semuanya.

Pertanyaannya, apakah mereka dapat hidup bahagia?

Karena ini bukanlah akhir, namun awal bagi kisah keluarga mereka. Kehidupan sepasang suami istri tersebut memang tidak selamanya bahagia, bukankah kegembiraan yang berlebihan akan membuat seseorang tidak bersyukur dan enggan memahami betapa berartinya segala hal yang dimiliki sekarang.

-oOo-

Terima kasih sudah membaca. Hehehehe. Part epiloguenya masih ada 1 part lagi. Hahahaha.

Oh ya, aku bakalan mulai menulis FF Sehun x Nara lagi judulnya Heartless Marriage. Soal pernikahan lagi.

Daaan, untuk update cerita dan fangirling bareng bisa follow Instagram dan Twitter twelveblossom.

[Sehun Fanfiction] Dear Husband - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang