Dealing With You - 1

4.3K 679 27
                                    

Matahari sudah terik ketika sepasang kelopak Nara menggelepar terbuka. Gadis itu mengernyit merasakan sekujur tubuhnya yang pegal. Ia meregangkan tangan sebentar sebelum nyawanya terkumpul sempurna. Nara pusing, setelah berusaha mengingat kejadian semalam. Tangan Nara menarik selimut agar membalut tubuhnya. Raga Nara kini mengenakan kemeja lengan panjang kebesaran berwarna putih. Nara memukul kepala ringan, menyadari betapa bodoh dirinya.

Masih melekat diingatan Nara semua kegiatan yang ia lakukan semalam. Bau alkohol seolah menjadi aroma yang melekat pada raganya. Selain itu, si gadis juga bisa mengecap rasa Sehun dalam benaknya. Nara kembali menepuk pipi agar serebrumnya dapat menghapus bayangan-bayangan mesum mengenai suaminya. Nara merasa tolol karena ia tidur dengan pria yang tak kunjung mencintainya. Kendati demikian, Nara masih mencari keberadaan Sehun yang menghilang dari atas ranjang di tengah kegundahannya.

Ada sakit yang bersarang pada benaknya. Nara berpikir, seolah Sehun menyesal bercinta dengannya karena pria itu lenyap begitu saja. Gadis itu berusaha bangun dari ranjang untuk mencari keberadaan si pria yang lepas tanggu jawab tersebut. Ia berdiri perlahan ketika ada linu pada bagian bawah tubuh. Tangan Nara pun berusaha menggosok bercak merah yang ditinggalkan Sehun pada dirinya. Nara berjuang untuk menetralkan napas yang naik-turun tak beraturan. Sang gadis ingin sekali menangis, namun berusaha dia tahan.

"Jung Nara, bodoh," bisik Nara. Ia menggigit bibir. Sepintas ada kilasan kenangan jika dia yang memulai semuanya. Tak ada yang dapat disalahhkan semua terlanjur terjadi dan mereka mabuk waktu itu. "Aku kehilangan muka di depan Sehun. Bagaimana bisa aku merayunya? Aku menciumnya dulu dan kami .... Aku bahkan tak mengingat prosesnya," isak Nara pada akhirnya.

Gadis itu berjongkok di depan cermin, menutupi wajah yang berderai airmata. "Dulu aku selalu mengejek perempuan dalam film yang menangis setelah melakukannya. Aku paham perasaan mereka sekarang," lanjut Nara. Ia menyeka airmatanya dengan kemeja kebesaran itu. Nara memperhatikan baju milik Sehun yang dikenakannya. "Bahkan aku masih bisa mencium aromanya di tubuhku," lagi-lagi Nara mengucapkan semua hal yang sedang dia pikirkan.

Nara masih sibuk menangis hingga tak sadar jika pintu kamar mandi terbuka, lalu menampakkan Sehun yang telah memakai kaus dan celana santai selutut. Sehun masih menggosok surainya yang basah dengan handuk. Pria itu menautkan alis bingung saat melihat Nara yang terduduk di lantai dan menangis serupa balita.

"Apa yang sedang kau lakukan, Nara?" tanya Sehun yang lantas mendapatkan raut terkejut dari Nara.

Sehun menghampiri si gadis lalu ikut duduk di samping Nara. Ia mengamati wajah Nara, mata gadis itu bengkak akibat menangis serta hidung merah. Sehun tersenyum miring―baginya Nara terlihat konyol sekarang.

"Kau masih sanggup tersenyum setelah melakukan itu padaku," ucap Nara pelan. Ia melotot ke arah Sehun.

Sehun melejitkan bahu. "Kau memang menyusahkan kemarin," timpal Sehun. Ia kembali berdiri kemudian meraih minuman penghilang mabuk yang berada di nakas. Sehun memberikannya pada Nara. "Minum ini dulu agar pikiranmu jernih," sambungnya.

Nara menurut. Serebrumnya memang sedang dalam kondisi tidak waras. Si gadis memikirkan banyak kemungkinan. Itu yang membuatnya sangat ngeri pada dirinya sendiri. Kebiasaan mabuknya benar-benar menakutkan, ia terlampau agresif. Sayangnya, Nara hanya mengingat adegan bercumbunya saja tak sampai ke acara puncak.

Nara terlalu banyak melamun, itu membuatnya terbatuk ketika meneguk botol minumnya.

Sehun pun cekatan bertindak. Ia menepuk punggung Nara pelan.

"Kenapa kau bersikap sangat tenang, Oh Sehun?" tanya Nara pada akhirnya. Ia terlampau kesal pada pria tampan tersebut. Surai Sehun yang basah membuat Nara susah berkonsentrasi. Nara mengalihkan pandangan agar pupilnya tidak bertemu dengan suaminya.

"Karena kita tidak melakukan apapun," jawabnya singkat. Sehun meralat ucapannya sebelum Nara sempat menimpali, "well, kita memang saling menyentuh. Tapi, kau ketiduran. Apa kau lupa? Pikiranmu hanya berfungsi untuk hal-hal yang dewasa, kau bahkan tak ingat bagaimana dirimu yang tiba-tiba mendengkur―"

"―Lalu, kenapa aku memakai bajumu?" potong Nara tak sabar. Ia menunjuk bercak merah yang ada di lehernya. "Bagaimana dengan ini?"

"Kau melepas sendiri kausmu kemudian meminta kemejaku―lebih tepatnya merebut. Aku minta maaf soal apapun yang ada di tubuhmu." Sehun memalingkan muka. "Kita tidak benar-benar bercinta. Apa aku harus menjelaskan semua yang kusentuh?" tanya pria itu setelah mendapatkan tatapan tajam dari sang istri.

"Menyebalkan!" seru Nara di depan wajah Sehun. Ia ingin sekali menyakar paras Sehun. "Dasar pria tua menyebalkan!" ulangnya. Gadis itu hendak berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri sekaligus melihat kerusakan apa saja yang telah dibuat Sehun pada tubuhnya. "Argh," keluh Nara ketika ia melangkah, bagian bawahnya masih sakit jika dia berjalan terlalu cepat. Dia berbalik menuju Sehun yang sudah memasang wajah bersalah―Nara sendiri agak terkejut karena pagi ini Sehun menampakkan begitu banyak ekspresi. "Ini semua gara-gara dirimu. Dasar mesum, menyebalkan." Nara kembali pada Sehun lalu memukul punggung pria itu.

Sehun memang merasa bersalah, namun dia tetap menghindar karena baginya mempermainkan Nara merupakan hiburan yang disukainya.

"Awas saja, kalau aku sampai hamil. Kau harus bertanggung jawab," ungkap Nara ketika mereka makan siang di ruang makan lantai satu cottage. Gadis itu mengacungkan pisau yang seharusnya digunakan untuk memotong steak.

Sehun mengunyah potongan daging tanpa beban. Ia tersenyum sebelum menanggapi, "Memangnya, apa yang harus kulakukan? Kita sudah menikah―"

"―Aku membencimu," pangkas Nara.

Alis Sehun naik satu. "Apa kau bisa membenciku, Jung Nara?" tanya Sehun jahil.

Nara tertawa sinis. "Aku bahkan bisa memotongmu kecil-kecil lalu membuatmu menjadi kornet Tuan Oh yang kaya raya."

"Dasar phsyco," gumam sehun sembari meminum jus jeruk.

Nara cemberut enggan mengacuhkan ejekkan yang baru saja dilontarkan suaminya.

"Besok kita pulang," Sehun mengangkat topik lain setelah beberapa menit bungkam.

"Bulan madu kita masih tersisa beberapa hari lagi," sergah Nara. Ia menatap Sehun penuh tanya.

"Aku tak bisa membiarkan kejadian kemarin terulang lagi. Kita tidak dapat tinggal di tempat yang terlalu dekat dengan alkohol," ungkap Sehun.

"Bukannya aku yang seharusnya berkata seperti itu? Aku yang dirugikan, Oh Sehun." Nara menghela napas kasar.

Sehun hanya berdeham sebagai tanggapan curahan hati si gadis. Ia baru angkat bicara setelah mampu menyembunyikan tawa akibat paras putus asa milik Nara yang dianggapnya lucu. "Chanyeol dan Liv sudah membereskan semua barangmu. Kita akan tinggal di apartemenku untuk sementara―menunggu rumah kita siap ditinggali," jelas Sehun.

"Apa kau membeli sebuah rumah? Wah, kau mengatakannya dengan sangat ringan seakan-akan hanya sedang membeli ayam goreng," celetuk Nara.

"Ya, aku harus melakukannya karena tidak ingin Chanyeol dan Liv curiga. Apartemenku sangat dekat dengan rumah Keluarga Park―mereka tentunya akan sering berkunjung ke sana apabila kau masih tinggal di tempat tersebut. Aku juga memberikanmu rumah untuk hidup setelah perceraian kita nanti," Sehun berkata. Ia menatap Nara sekilas, lalu melanjutkan, "Jangan menolak, aku memberikan semuanya bukan hanya untukmu tapi karena jantung Ahra berdetak pada tubuhmu. Jadi, aku ingin kau hidup dengan baik, bahkan setelah kita bercerai."

Nara meletakkan garpu dan pisau yang ia gunakan untuk makan. Gadis itu tersenyum kecut pada lawan bicaranya. "Iya, aku tahu semuanya demi menjaga jantung Ahra. Kau melakukan semuanya untuk Ahra. Anggap saja Nara sudah lenyap dari muka bumi ini," ujar Nara. Si gadis melotot ke arah Sehun. "Bahkan kau mengucapkan kata 'bercerai' sebanyak dua kali. Dirimu sepertinya ingin sekali cepat-cepat berpisah denganku," cibir Nara tanpa berusaha menutupi kejengkelannya. Nara meninggalkan meja makan dengan langkah lebar menuju lantai dua. Si gadis menutup pintu keras-keras sesampainya di kamar agar Sehun mendengar seberapa kesal dirinya.

-oOo-

Terima kasih sudah membaca sampai sejauh ini. Semoga kalian menikmati cerita ini :D. Oh ya kalau kalian ingin ngobrol soal cerita ini atau fangirling bareng bisa follow akun twitterku @.twelveblossom. Yuk follow-followan hehehehe.

[Sehun Fanfiction] Dear Husband - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang