Taken By The Past - 3

5.8K 1.1K 35
                                    

“Kau selalu datang untuk menggantikan Liv, Apa kau asistennya?” Sehun menyambut dengan pedas ketika Nara memasuki ruangan yang berukuran 8×9 meter tersebut. Tak ada hiasan di ruang yang serba hitam itu. Pada tengah ruangan ada kursi sofa dan meja tamu, setelahnya meja kerja Sehun bertengger menjadi pusat. Tulisan ‘The Evenue park’ tegak bersambung menjadi satu-satunya hal yang bewarna cerah di ruangan. Bahkan tirai dari jendela luas di belakang kursi kerja Sehun pun juga bewarna gelap.

“Aku seperti masuk ke dalam rumah hantu,” cibir Nara. Ia berjalan mendekati Sehun yang kini menyilangkan tangan di depan dada, raut angkuh pada pria itu seolah terpasang otomatis ketika bertemu Nara. “Aku bukan assisten Liv, kami rekan kerja. Sebenarnya, ini sedikit tidak profesional,” Nara memulai pembicaraan bahkan sebelum Sehun memintanya duduk di kursi tamu. Tak ada tanggapan dari pemuda tersebut, Sehun hanya memasang wajah datar. “Baiklah, perusahaanku mengajak kalian untuk menjadi partner. Aku membawa dokumen penawaran yang sangat menguntungkan. Tolong baca ini, aku sudah begadang selama dua hari untuk membuat semua ini―”

“―Bukankah kau tidak seharusnya bekerja terlalu keras?” potong Sehun. Ia berdiri dari duduknya, lalu melalui tangannya mengisyaratkan Nara untuk duduk di kursi tamu berseberangan dengan dirinya. “Sejak lahir jantungmu bermasalah,” lanjut Sehun.Pria yang kini mengenakan kemeja dan celana kain hitam mengangsurkan cangkir yang berisi teh hangat pada Nara.

“Bagaimana kau bisa tahu?” tanya Nara penasaran. Ia juga terkejut karena selama ini yang mengetahui sakitnya hanya keluarga terdekat, bahkan mereka sudah tidak membahas mengenai hal tersebut. Hal itu dikarenakan pada usia delapan tahun ia sempat menjalani pengobatan di Amerika yang membuat rasa sakit pada salah satu organ vital pada tubuhnya berkurang. “Apa Chanyeol yang memberitahukannya padamu?” Nara sekali lagi angkat bicara.

Kali ini tatapan Sehun mengarah pada lawan bicaranya, namun ada kekosongan di sana. Sehun berdeham sebentar untuk mengumpulkan logika, Ia tadi sempat dikalahkan oleh emosi yang kentara. “Bukan, Ahra yang bercerita mengenai mengenai dirimu. Kau salah satu hal yang membebani hidupnya, hingga Ia depresi sampai akhir hidupnya. Dia bahkan harus membuat keputusan yang pada akhirnya terbunuh.”

Nara mengerjapkan mata. Ia sama sekali tak mengira akan mendengar ucapan menyakitkan dari laki-laki berusia tiga puluh empat tahun itu. Rasanya Nara ingin menyiramkan teh yang kini ia pegang pada Sehun. Nara menghela napas panjang. Berusaha mengendalikan diri karena di dalam hatinya membenarkan ucapan Sehun. Jung Ahra adalah kakaknya yang selama delapan tahun menjadi seluruh penyokong kesialannya. Ibunya―Han Haera―tak pernah lagi mempedulikan Ahra sejak Nara lahir. Seluruh keluarganya pun bertindak demikian. Namun, Ahra tak pernah merasa sedikit pun benci pada Nara. Ia justru melimpahkan kasih sayang yang ia punya pada sang adik. Hal tersebut sampai pada kejadian empat belas tahun lalu. Ahra yang menyelamatkan Nara dari sesuatu yang bahkan Nara tak dapat mengingatnya. Kejadian buruk yang membuat Nara mengerti rasanya kesepian dan diabaikan. Semenjak itu, ibunya tak ingin lagi bertemu dengannya.

“Apa kau ingin menangis?” Sehun mengisi keheningan yang terjadi. Laki-laki itu tersenyum yang entah bagaimana terlihat menakutkan di mata Nara. “Simpan airmatamu, Jung Nara. Setelah ini, kau akan menggantikan tempat Ahra dan mengerti apa yang dirasakan Jung Ahra saat itu.”

“Nara,” sambut Chanyeol ketika Nara menghambur untuk memeluk kakaknya. Nara berada di kamarnya sekarang. Ia mengenakan piama biru tua yang bermotif bunga, sementara Chanyeol masih dengan setelan kemeja lengan panjang yang ditekuk sesiku dan dasi yang dilonggarkan.

Chanyeol memang buru-buru untuk naik ke lantai dua rumahnya ketika assisten rumah tangga Keluarga Park mengabarkan kondisi Nona Muda mereka yang demam. Ia tak perlu menunggu lama agar Nara membuka pintu, kemudian si gadis muda menangis.

Chanyeol dengan sabar membelai surai si gadis dengan penuh sayang. Bahkan ia rela menyimpan kejahilan lain yang tadinya ia rencanakan untuk menggoda sang adik. “Tidak apa-apa, semua baik-baik saja,” gumam Chanyeol. Pria itu bahkan tak menanyakan alasan Nara menangis. Ia tahu apabila Nara memerlukan ruang agar bersedia cerita. Chanyeol paham benar apa yang harus ia lakukan.

Nara memeluk Chanyeol semakin erat. Ia sama sekali tidak menjawab, Nara hanya menangis.

“Apa kau merindukan ibumu?” tanya Chanyeol selang beberapa menit mereka berdiam diri dalam posisi tersebut.

Nara mengangguk. “Aku juga sangat rindu pada Kak Ahra, walaupun aku tidak bisa mengingat dengan baik semua yang terjadi waktu itu,” si gadis berucap sembari mengendurkan dekapannya. Ia menyalurkan seluruh atensinya pada Chanyeol. “Apa yang terjadi saat itu? Kenapa Sehun sangat membenciku? Padahal kami baru beberapa kali bertemu.”

Chanyeol memberikan senyum simpul. Ia menghapus berkas-berkas airmata adiknya. “Tidak ada yang terjadi. Kau melupakan hal yang memang tidak penting. Mungkin mood Sehun sedang tidak baik―”

“―Jangan berbohong lagi. Aku mohon. Jika memang baik-baik saja, kenapa kita hanya tinggal berdua di rumah ini? Kenapa ibuku tak ingin menemuiku?” Nara memotong ucapan Chanyeol. Gadis itu mengacak surai. Ia duduk di ranjang. “Lalu, kenapa pria yang bahkan tak kukenal sebelumnya begitu membenciku?” lanjutnya.

Chanyeol menghembuskan napas. “Dia tidak membencimu. Sehun hanya belum bisa mencerna keadaan dengan baik karena paras gadis yang dulu sangat ia cintai, muncul kembali di hadapannya.” Pria itu menunduk. “Gaya bicaramu. Pakaianmu, pikiranmu, dan makanan favoritmu serupa Ahra.”

“Sehun mencintai Ahra,” simpul Nara.

Pria itu meraup wajah. “Sehun sangat mencintainya, itu bukan hal yang dapat diselesaikan dengan sederhana,” tutup Chanyeol.

-oOo-

[Sehun Fanfiction] Dear Husband - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang