[Special Part] The Half Of You

2.8K 353 11
                                    

Untuk dirimu yang selalu berada di hatiku.
Aku mencintaimu dengan seluruh jiwaku.
Aku menunggumu dengan seluruh kesabaranku.
Aku menyakitimu dengan seluruh keeogisanku.
Nanti, jika kita berpisah, bawa kembali setengah milikku.
Hatiku, jiwaku, kesabaranku, dan penyesalanku yang sudah kau renggut dariku. Twelveblossom, 2018

-oOo-

Nara's point of view

Aku selalu menunggunya. Dia yang berjalan ke arahku, parasnya tidak bersahabat. Kadang kalau aku beruntung, tarikan bibirnya dapat menjadi obat penawar untuk hariku yang buruk. Seringnya, keberuntungan itu enggan berpihak padaku. Hanya ucapan sinis yang dilontarkannya ketika kami bersama. Walaupun begitu, jantung ini tetap berdebar untuknya. Aku tidak menyalahkan jantungku karena mereka memang tak memiliki mata. Salahkan saja pikiranku yang terus menjadikan dirinya topik dalam setiap waktu.

Hal terbaik yang aku tunggu adalah saat dirinya berada di sampingku. Tubuhnya yang jangkung memang mengesankan. Aku jadi tidak terpapar sinar matahari karena dia setia menghalanginya. Aku bisa bersandar nyaman di bahunya yang kuat sambil terkantuk-kantuk. Aku dapat meminjam punggungnya yang lapang untuk menangis―meskipun dia langsung menghapus airmataku. Aku melihat duniaku dalam pupil cokelatnya yang tak pernah lepas memandangku. Dia membuatku istimewa.

Aku berpikir akan sangat murka jika dia menyakitiku. Kenyataannya, tidak. Aku semakin terbelunggu dalam tipuannya. Ratusan keegosiannya sudah menghunusku. Belasan kenangan yang terlupakan seolah membunuhku perlahan. Walaupun demikian, hatiku baik-baik saja. Hatiku memang bodoh. Tolong, jangan salahkan dia. Aku kira, syaraf sakitku sudah mati rasa. Memangnya bisa begitu?

Semua hal mengenai dirinya menarik senyum dalam bibirku. Apa pun, termasuk ketika aku marah, dia marah, aku mengejeknya, dia mengejekku, dan yang paling tak dapat dilupakan saat dia menyentuhku. Aku suka kala dia mengerang putus asa karena jari-jariku menelusuri hidungnya, matanya, bibirnya, dan setiap inci raganya.

Bukankah mendebarkan ketika kami bersatu? Itu menjadi bagian favoritku.

Apalagi, saat aku mengetahui jika sebagian dari dirinya berada dalam tubuhku. Dia adalah sumber kebahagianku dan sekarang ada dua―dia dan malaikat kecil yang berada di perutku. Kegembiraan itu ternyata tidak menjalar padanya, aku yang menikmati, namun dia menolak. Lagi-lagi, aku terlihat menyedihkan.

Ah, aku jadi mengingat sesuatu mengenai kejadian beberapa bulan lalu. Waktu itu kami sedang berjalan-jalan di sore hari, setelah rapat di gedung utama. Dia mengajakku untuk membeli es krim manis sebagai obat atas perutku yang kram akibat tamu bulanan. Seperti biasa, suamiku yang rupawan itu menggenggam tanganku erat, seolah dia takut aku hilang.

Aku memandangi jari-jari kami yang bertaut sempurna. Telapak tangannya sangat besar, nyaman sekali kehangatan yang diciptakan olehnya-sampai aku baru sadar kami telah berjalan sangat jauh untuk sampai ke gerai es krim favoritku. Dia selalu membuatku lupa waktu.

Dia memanjakanku dengan memesankan es krim berlapis-lapis. Suamiku juga tertawa ketika aku terkejut dengan tumpukan es krim yang dibawanya. Sehun tampak kekanakan, aku sayang dia yang begitu.

Kami memakan menara es krim dengan gembira sambil mengobrol mengenai berbagai hal. Waktu itu aku merasa tak ada perbedaan yang besar di antara kami dan tidak ada masalah yang harus diselesaikan. Hingga atensinya tertuju pada sesuatu, selain diriku.

"Dia lucu, ya?" aku berkelakar, ketika kami sama-sama menatap balita yang mengoceh bersama orantuanya.

Sehun mengangguk.

"Apa kau ingin punya satu yang seperti itu?" tanyaku lagi, tanganku menyangga dagu. Aku mengamati mata Sehun yang bersinar penuh takjub.

Sehun menggeleng.

[Sehun Fanfiction] Dear Husband - ENDWhere stories live. Discover now