Sepuluh

35.1K 2.8K 91
                                    

"Radi benar-benar luar biasa, ya. Kamu juga mendidiknya dengan sangat baik."

"Apa?" kata Remi menatap Bumi dengan terkejut. Dia tidak mengharapkan Bumi akan bersikap seperti ini, takjub dan tampak semakin tertarik pada Radi. Yang dia inginkan hanya satu, Bumi segera pulang dan mengabaikannya dan Radi.

"Kamu kenapa kaget begitu?" tanya Bumi dengan kening berkerut. Remi aneh, sebagai seorang ibu seharusnya Remi merasa bangga jika ada seseorang yang memuji dia dan anaknya. Tetapi respons Remi di luar perkiraan Bumi.

Meskipun Radi bukan anak kandung Remi, tetapi tetap saja Radi besar di bawah perawatannya. Dia saja yang  baru pertama kali bertemu Radi merasa bangga melihat anak seluar biasa itu.

"Bukan apa-apa," kata Remi menggeleng. Dia memilih mengabaikan Bumi dan fokus menemani Radi yang tengah bermain. Tadinya di ingin ke dapur, membantu atau sekedar melihat-lihat menu makan malam. Tetapi semuanya batal karena ada Bumi di sini, dia tidak mau anaknya menjadi semakin akrab dengan Bumi.  

Setelah beberapa detik tidak mendengar tanggapan, Remi sudah senang karena Bumi tidak banyak tingkah dengan menuntut jawaban. Akan tetapi kesenangan itu hilang seketika  itu juga saat lelaki itu memilih duduk di dekat  mereka sembari mengobrol dengan ayahnya. Jujur saja Remi heran, kenapa sih Bumi tidak duduk saja di dekat ayahnya. Di atas sofa yang sudah pasti lebih empuk dan nyaman.

"Makan malam sudah siap, ayo ke ruang makan," kata Ibunya memberi tahu suami dan putrinya. "Bumi kamu makan malam di sini, ya. Tante masak banyak buat menyambut Remi."

Bumi mengangguk. "Terima kasih, Tante. Saya jadi merasa tidak enak. Baru datang sudah disuguhkan makanan."

"Tidak apa. Seperti sama siapa saja," kata Ina sembari mendekati cucunya. "Ayo, Sayang. Kita makan malam, Oma goreng udang, loh. Besar-besar lagi." Ina menggandeng Radi dan mengajaknya ke meja makan bersama. Sedangkan Remi disuruhnya memanggil Arkan yang masih di kamar.

Meski enggan meninggalkan Radi, Remi tetap mengangguk. Dengan cepat dia memanggil Arkan, mengomeli anak itu karena tidak segera ke luar begitu jam makan malam sudah dekat. Sedikit melampiaskan kemarahannya pada Arkan tak apa, kan? Lagi pula gara-gara Arkan juga dia harus meninggalkan Radi di tempat yang sama dengan Bumi.

Karena Remi benar-benar cepat, dia sudah kembali tidak sampai dua menit. Namun, dia tetap terlambat menjauhkan Radi  dari Bumi. Kini anaknya duduk di samping lelaki itu, menemani mengobrol tantang kapten Zoro. Akan gawat jika Bumi benar-benar tertarik pada Radi dan mempelajari kesukaan anaknya.

Bingung harus bagaimana dan tidak ingin duduk di samping Bumi, Remi memilih duduk di dekat ayahnya, berhadapan langsung dengan sang Ibu.

"Ladi mau duduk sama Mami," kata Radi melihat sang Ibu duduk jauh darinya. Tanpa menunggu jawaban dari siapa pun Radi sudah turun dan memutar mendekati Remi.

Remi tersenyum, dia segera menarik keluar kursi di sisinya dan membantu Radi duduk dengan benar.

"Mami suapi Ladi, ya," kata Radi dengan suara pelan agar hanya ibunya saja yang mendengar.

Remi mengerutkan kening, tidak biasanya Radi meminta disuapi. Apalagi sekarang dia sedang senang-senangnya makan sendiri. "Tapi kenapa, Sayang?" tanya Remi ikut berbisik.

"Nanti belantakan. Ladi takut Oma malah."

Remi tersenyum, dia menyentuh kepala anaknya dan mengusapnya pelan. Meski sudah biasa makan sendiri, tapi tetap saja satu dua gumpalan kecil nasi masih sering terbang ke mana-mana dari atas piring Radi. "Tenang saja, Sayang. Oma tidak akan marah. Oma malah akan senang jika melihat Radi makan sendiri," kata Remi menenangkan kegelisahan anaknya. "Tapi kalau mau di suapi, Mami akan suapi Radi."

Enam Tahun KemudianUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum