Enam Belas

23.4K 1.9K 54
                                    

Tidak ada yang bisa Bumi katakan lagi. Dia hanya membodohi diri sendiri yang bilang terlalu cepat pada keluarganya. Andai tadi malam dia diam saja, semuanya akan lebih mudah. Bumi menyesal. Lagi-lagi dia salah mengambil langkah. Tetapi jika tidak bilang pun dia akan dijodohkan.

Bumi menghela napas panjang, dia menunduk sembari mengacak rambut saat merasa diperhatikan. Bumi tersenyum kecil pada Radi yang tengah menatapnya penasaran. "Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan?"

"Ini lumah Om Bumi, ya?" tanya Radi penasaran.

"Iya. Ini rumah orang tua Om."

"Ohh. Tempat belmainnya besal sekali, ya. Ladi juga pingin punya yang sepelti ini."

Remi segera menatap Radi, dia kaget dengan ucapan sang anak yang tiba-tiba. Gawat jika Radi menginginkan ruangan bermain yang sama persis seperti ini. Lengkap dan luas.

Di rumah orang tuanya sudah ada tempat bermain khusus,  tetapi tentu saja tidak terlalu luas. Bahkan bisa terbilang kecil karena adik-adiknya tidak suka bermain dalam ruangan. Mereka lebih sering beraktivitas di halaman belakang.

"Kamu boleh ke sini kapan saja. Om akan menemanimu bermain."

"Sungguh?"

"Tentu saja. Om janji." Bumi tersenyum saat Radi mengulurkan jari kelingkingnya sembari menggoyangkan agar segera di sambut. Dengan senyum kian lebar, Bumi menyambut dan kembali membuat janji.

Bumi sungguh tidak keberatan menemani Radi bermain. Apalagi di sini banyak yang bisa di mainkan, dia yakin Radi tidak akan bosan.

Remi yang melihat semua itu hanya mendesah. Dia ingin melarang, tetapi kini anaknya tampak begitu bahagia. Nanti saja dia menasihatinya saat mereka tiba di rumah.

"Sekarang kamu bebas main sepuasnya, dan bilang saja jika memerlukan bantuan," kata Bumi, setelah itu dia tersenyum saat melihat Radi mengangguk dan segera berlari menuju permainan lain.

Ada sedikit kecanggungan setelah Radi tidak ada. Bumi menatap Remi ragu-ragu sebelum berkata, "Aku akan keluar."

Remi mengerutkan kening, lalu mengangguk pelan. Kalau mau pergi ya pergi saja, tidak perlu izin juga. Dia juga tidak akan mencari-cari lelaki itu. Dan dia juga tidak butuh teman, Remi lebih suka di sini berdua saja dengan Radi meski mereka cuma tamu yang datang berkunjung.

"Aku akan segera kembali."

'Tidak kembali pun tidak apa.'

Inginnya sih bilang begitu, tetapi dia takut Bumi tersinggung dan membatalkan niatnya pergi. Jadi dia kembali mengangguk sebelum berbalik ke tempat semula. Duduk di sudut ruangan, Remi mengabaikan Bumi yang keluar dalam langkah pelan.

"Di sebelah sana ada game yang bisa dimainkan orang dewasa. Kamu bisa memainkannya sembari menunggu Radi."

Remi menatap Bumi, lalu mengikuti arah yang ditunjuk lelaki itu. Untuk sekarang dia tidak tertarik bermain apa pun. Remi baru hendak mengatakan penolakan, tetapi saat dia kembali menoleh ke pintu Bumi sudah tidak ada lagi di sana. Lelaki itu sudah pergi meninggalkannya.

Mengangkat bahu tak peduli, Remi kembali menatap Radi yang bermain sebelum bangkit dan mendekati anaknya. Remi sedang memberi Radi beberapa penjelasan saat mendengar suara keras dari luar.

Dia segera menoleh ke pintu, sebelum menatap Radi yang memengangi tangannya, tampak sangat kaget, hingga bibirnya memucat. "Tidak apa, Sayang. Kamu bisa main lagi," kata Remi menenangkan anaknya.

Awalnya Radi menggeleng, namun saat Remi menunjuk beberapa permainan yang belum dicoba, anak itu mengangguk dan dengan langkah pelan mulai meninggalkan Remi.

Enam Tahun KemudianWhere stories live. Discover now