Tujuh Belas

22.8K 1.8K 60
                                    

Bumi benar-benar merasa malu karena kecemburuannya yang kekanakan dan tak masuk akal. Remi berhak berteman dengan siapa saja, tidak seharusnya dia cemburu pada hubungan Remi dan saudara lelakinya. Iya, kan?

Jawabannya tentu saja harus iya. Tidak boleh ada jawaban lain yang membuatnya semakin tampak bodoh.

Mengeleng, Bumi mengacak rambut hingga berantakan sebelum membanting diri ke ranjang dan menatap langit-langit kamar.

"Tidak masuk akal," kata Bumi mengingat kelakuannya beberapa menit lalu. "Benar-benar tidak masuk akal." Bumi berdecak, lalu mencoba mengabaikan semua. Menghilangkan bayangan kedekatan Remi dan Radi dengan Jupiter dari kepala segera mungkin.

Namun, meski seminggu telah berlalu rasa kesalnya masih tersimpan di dalam hati.

Bumi juga menjadi mudah emosi hanya karena mendapat masalah sepele. Dia sudah mencoba mendinginkan kepala, tetapi apa ada tak berhasil. Bumi merasa dia kembali ke masa lalu, yang mudah marah-marah.

Dia tidak mau seperti itu lagi, tetapi Bumi benar-benar tidak bisa menahan emosi saat karyawannya lagi-lagi membuat masalah yang tidak perlu. Setelah melemparkan berkas di tangan ke atas meja, Bumi segera memundurkan kursi sebelum berdecak dan memilih pergi. Ruangannya pun terasa sangat panas di saat seperti ini.

Bumi mengendari mobilnya tak tentu arah, sebelum berhenti di lampu merah. Dia sedang mengetuk-ngetuk jari ke setir saat melihat Remi tengah tertawa bersama Selvi dan juga Radi di dalam mobil sebelahnya. Ah, tampaknya Remi sudah mulai menemui teman-teman mereka. Dan dia kesal karena tak diikutsertakan.

Tidak ingin membuang kesempatan, Bumi memilih mengikuti mobil yang dikendarai Selvi memasuki cafee es krim.

"Halo," kata Bumi menyapa kedua wanita yang pernah sangat dekat dengannya. Ya, pernah sangat dekat. Kerena enam tahun lalu, sesaat setelah Remi menghilang Selvi mulai mengabaikannya.

Pesan dan telepon yang dia kirim memang selalu dibalas dan angkat. Tetapi untuk bertemu berdua saja dengan Selvi sangat sulit. Selvi benar-benar menghindarinya, saat dia bertanya sebabnya apa, wanita itu  memberi jawaban yang tidak masuk akal. Membuat ya marah meski hanya untuk sesaat, tetapi Selvi benar-benar menghindarinya.  Selvi selalu menolaknya dan selalu bilang sangat sibuk saat dia mengajak bertemu.

"Bumi," kata Remi dan Selvi bersamaan. Mereka berdua benar-benar terkejut melihat Bumi tersenyum lebar sebelum duduk di kursi depan.

Remi benar-benar tidak menduga akan dipertemukan dengan Bumi lagi setelah seminggu berlalu dalam ketenangan. Ah, sekarang dia merasa bahaya mulai mengancam saat melihat senyuman Bumi yang ditunjukan padanya.

'Apa-apaan itu? Senyumnya sangat mencurigakan. Bikin merinding saja.'

Merasa bulu kuduknya berdiri, Remi mengusapnya pelan. Dia memilih menekuni es krim miliknya sebelum kembali lagi menatap Bumi saat merasakan lelaki itu terus menatapnya.

'Apa sih yang diinginkan Bumi?'

'Kenapa dia tak juga mengalihkan pandang?'

Remi terus bertanya-tanya dalam hati sembari menahan ketidak nyamanan saat mendengar suara Selvi.

"Bumi, kenapa kamu ada di sini?" Selvi menatap Bumi bingung, untuk orang yang bekerja di perusahaan ini masih jam kerja. Tetapi kenapa lelaki itu sudah berjalan-jalan?

Apa kerena dia seorang bos? Atau karena dia anak petinggi perusahaan.

Apa pun itu Selvi tidak terlalu senang mengetahui Bumi ada di sekitarnya.
Dia masih kesal pada pilihan Bumi yang masih mau berdekatan dengan Nina meski hubungan mereka telah berakhir. Andai Bumi memilih memutuskan semua hubungannya dan Nina, mungkin dia akan meminta maaf dan kembali mendekat.

Enam Tahun KemudianWhere stories live. Discover now