Sembilan Belas

18K 1.4K 45
                                    

Bumi menatap ponsel di tangan dengan kening berkerut, Kenapa suara Remi terdengar aneh. Apa ada sesuatu yang Remi dicurigai? Atau wanita itu mengetahui sesuatu yang tidak bisa dia ceritakan.

Namun, dengan terpaksa dia harus menunda rasa penasarannya terlebih dahulu. Karena sekarang dia harus cepat menemui Nina dan mendengar informasi yang disampaikan wanita itu lewat sambungan telepon. Informasi yang sama seperti yang telah Remi katakan beberapa jam lalu.

Tidak butuh waktu lama, Bumi tiba di tempat janjian. Dia memarkirkan mobil dan segera masuk ke dalam restoran, tak sulit menemui Nina. Wanita itu sudah memberi tahu keberadaannya lewat pesan.

"Hai," kata Bumi menyapa Nina yang langsung berdiri sembari tersenyum lebar.

"Hai juga, Bumi. Lama tidak bertemu." Bumi tersenyum tanpa kata. Dia memang sengaja menghindari ajakan Nina untuk sering bertemu. "Kamu lagi sibuk banget, ya?"

"Begitulah," kata Bumi akhirnya. Nina sudah bertanya dua kali, tidak mungkin dia tetap bungkam.

"Ah, begitu ya. Semoga kesibukan kamu cepat selesai, ya. Kamu juga jangan lupa tetap jaga kesehatan," kata Nina dengan menampilkan senyum semanis mungkin, berharap senyumnya dapat kembali meluluhkan hati Bumi.

Nina mengakui, beberapa tahun lalu dia sudah salah mengambil langkah, dia kira Bumi sudah bisa dikendalikan. Akan menuruti semua apa yang dia katakan dan inginkan. Tetapi dia terlalu percaya diri, sampai gelap mata dan melakukan kesalahan besar. Bumi terlepas dari genggamannya, meski dia sudah mengajak balikan, bahkan sampai orang tuanya pun meminta Bumi kembali padanya. Namun, lelaki itu sudah mengambil keputusan, Bumi tetap mengakhiri hubungan mereka berdua.

Semua itu membuat Nina sangat tertekan, dia sampai stres berkepanjangan. Apalagi awal-awal hubungan mereka berakhir, Bumi nyaris memutuskan semua kontak dengannya. Saat itu Nina sampai mengikuti Bumi ke mana pun lelaki itu pergi atau menyuruh seseorang mengawasi Bumi jika dia sedang sibuk.

Nina kira lambat lain Bumi akan kembali padanya setelah kemarahan lelaki itu reda, tetapi lama-kelamaan Bumi mulai terlihat jalan bersama wanita. Ada beberapa wanita yang mendekati Bumi dengan tak wajar, menatap Bumi memuja dan terlihat jelas berharap mendapatkan hati lelaki itu. Semua wanita-wanita seperti itu yang dia beri pelajaran. Dia tidak akan membiarkan Bumi dimiliki orang lain. Bukannya dia sudah bilang, jika Bumi itu ditakdirkan hanya untuknya seorang.

Setelah Bumi kembali menerimanya sebagai teman pun dia tetap melakukan pengawasan. Dia tidak mau berhenti waspada, karena Bumi sangat menggoda di mata banyak wanita.

Namun, sekarang dia punya rencana lain. Rencana yang sudah pasti akan membuat Bumi senang dan keluarga lelaki itu berhutang jasa padanya karena berhasil menyelamatkan Bumi dari incaran wanita mengerikan.

Nina berencana memberi tahu Bumi jika selama ini lelaki itu telah di awasi oleh seseorang. Dia tidak perlu khawatir namanya akan terbawa, karena Nina sudah menyiapkan rencananya dengan sempurna. Dengan begitu dia yakin, Bumi akan kembali padanya lagi.

Masih dengan senyum manis, Nina berkata, "Ayo duduk, jangan berdiri aja." Nina menarikan kursi di hadapannya dan mempersilakan Bumi duduk segera.

"Jadi, apa yang kamu katakan di telepon tadi itu memang benar?" tanya Bumi begitu duduk. Sudah cukup basa-basinya, dia tidak punya banyak waktu.

"Pesan minum dulu, dong. Aya makan?"

"Aku tidak haus, dan aku tidak lapar," kata Bumi cepat. "Katakan semua apa yang kamu tahu, Nina?"

Nina menghela, dia menatap lelaki di depannya dengan sedih sebelum mengangguk perlahan. "Iya, sekarang aku yakin kamu memang diawasi seseorang."

"Sekarang?" Kening bumi berkerut, jika Nina berkata sekarang berarti sudah dari dulu dia tahu ada yang mengawasinya.

Enam Tahun KemudianWhere stories live. Discover now