24 - Story Unlocked

88 9 4
                                    

Trigger warning: this chapter contains stuff related to rape dan physical abuse, which may not comfortable for some people. Read at your own risk.

Bianca

Jam di sudut ponselku sudah menunjukkan pukul enam pagi. Tertanda setelah lewat lebih dari lima jam sehabis Kak Brian mengantarkanku pulang dengan selamat (dan hangat), aku belum juga tidur.

Jelas. Mana bisa aku tidur? Ada terlalu banyak kekacauan di kepalaku berkat perbuatan Kak Brian beberapa jam yang lalu. Sepinya kamarku pada dini hari terasa begitu bising, membuatku bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya aku rasakan atas hal itu.

Aku takut. Itu jelas. Keputusan Kak Brian untuk menggenggam tanganku sebagai upaya untuk menjagaku tetap hangat bukanlah hal yang sudah kuduga sebelumnya. Terlebih bagaimana hal itu membuat ingatan-ingatan tentang Niko berkelebat dahsyat dalam otakku. Ibaratnya komputer lawas yang membuka terlalu banyak aplikasi, perangkat itu berakhir ngadat dengan jendela 'computer has stopped working' muncul tanpa henti.

Boleh?

Pertanyaan itu meraung terus-terusan, nggak memberikanku barang sedetik pun untuk berhenti memikirkannya.

Boleh?

Let me tell you, izin dan persetujuan alias consent tidak ada dalam kamus Niko. He gets what he wants. Dia bakal menggandengku kalau dia mau, dia bakal memelukku kalau begitu kehendaknya, and all sort of things that we ever did, semua itu ada tanpa persetujuan.

Awalnya hal itu terasa seru, seperti wahana roller coaster. Menyeramkan, penuh kejutan, tapi lagi dan lagi aku ingin kembali ke sana. Tiba-tiba dipeluk dari belakang, digandeng dan dibawa lari ke kamarnya, atau mendapat kecupan singkat pada saat-saat tak terduga. Rasanya seru mendapatkan kejutan seperti itu hampir setiap harinya. Niko berhasil membuat tubuhku beralihfungsi menjadi sarang kupu-kupu. Dan tragisnya, terlalu banyak kupu-kupu yang bersarang di sana tanpa kusadari sudah mengaburkan akal sehatku. Seolah mereka itu memblokir sisi logisku yang berusaha memberi peringatan bahwa tingkah laku Niko menunjukkan kalau dia bukanlah seseorang yang seharusnya kuberi akses atas tubuhku.

Dan sebagaimana persetujuan tidak pernah hadir dalam kamusnya, penolakan ialah hukum yang tidak berlaku dalam dunia Niko. Barangkali sudah beribu penolakan kulontarkan padanya. Dari sekecil menolak pulang bersama sampai yang fatal seperti menolak Niko untuk melucuti seragamku pada suatu malam.

Niko berhasil mengubahku menjadi a whole new person. Menjadi sosok yang jago berbohong dan mencari alasan. Menjadi perempuan yang pandai menyembunyikan perasaannya. Menjadi seseorang yang pintar menutupi titik-titik kelamnya, physically and mentally. And that's totally not someone I aspire to be.

Jantungku berpacu cepat. Percampuran antar berbagai macam emosi that I can't even recognize. Tapi satu yang jelas, sebuah konklusi terhadap kejadian semalam tercipta di tengah keributan dalam kepalaku.

Kak Brian bukanlah Niko; dan Niko bukanlah Kak Brian.

Aku menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya bangkit berdiri dan menyabet jaket dari gantungan. Dengan satu langkah besar, aku membuka pintu lebar-lebar dan berjalan menyambut dunia luar.

<>

"Bi?"

Dari atas kasurnya yang dilapisi sprei baby blue, aku menemukan Juan melangkah masuk ke dalam kamarnya sendiri.

"Kenapa e? Mami bilang kamu nyari Koko?" ia lanjut bertanya seraya menanggalkan satu per satu atribut ngampusnya hari ini; tas ransel, hoodie, celana. Meninggalkan dirinya hanya berbalut kaus putih polos yang kebesaran dan celana pendek hijau kotak-kotak.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 29, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

FinaleWhere stories live. Discover now