12 - Serendipity

61 16 1
                                    

Brian

Bagi seorang mahasiswa rantau kayak gue ini, burjo adalah sahabat terbaik. Makanan yang memanjakan lidah, harga yang terjangkau bagi kantung mahasiswa, plus A'a Burjo yang selalu ramah membuat gue nggak bisa nggak merasa nyaman kala makan di situ.

Burjo selalu jadi pilihan terakhir dan teraman ketika gue gak tau mau makan di mana atau saat uang di rekening mulai menipis. Contohnya sekarang ini, selepas jogging dan gak tau mau sarapan apa serta rasa males untuk masak sendiri, gue memutuskan untuk mampir di salah satu burjo yang kerap jadi langganan mahasiswa FBS, alias fakultas gue.

Sorry, ya, author-nya gak pernah mention nama fakultas gue, nih. Maklum, gampang lupa orangnya.

"A, magelangan satu sama air putih ya," gue memesan kepada si A'a Burjo yang lagi duduk-duduk di balik konter tempatnya memasak sambil merapatkan tutup kepala hoodie, sengaja, biar makin keringetan.

"Air putih aja? Biasanya air es kalo gak Good Day," celetuk A'a Burjo seraya mulai menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk pesanan gue.

"Abis jogging, gue, jangan langsung es lah."

By the way, jangan tanya nama A'a Burjonya siapa. Gue gak pernah tau, tapi kalo kalian mampir burjo, panggil aja A'a pasti orangnya nengok. Percaya, deh.

Nggak lama setelahnya, sepiring magelangan dan segelas kecil air putih mendarat manis di hadapan gue. Dengan tambahan tiga potong bakwan, gue langsung melahap nasi campur mie goreng itu dengan lahap.

"Lho? Bianca?"

Gue menoleh ke arah pintu, mendapati Bianca baru aja masuk ke dalam burjo. Ngapain dia mampir ke sini? Kostnya kan jauh.

Oh iya, tadi itu bukan suara gue, melainkan dua orang perempuan yang duduk di deket pintu. Kayaknya maba, karena setelahnya Bianca sedikit bertegur sapa selayaknya orang yang emang udah saling kenal.

Bianca berjalan ke arah konter dan melongok sedikit, "A, nasi ayam sama es teh, ya."

"Makan sini, Neng?"

"Iya, A."

Ajak makan bareng aja kali, ya? Lumayan, kan biar ada temennya. "Bi—"

"Bi, sini, deh. Gue pengen ngomong."

Ahelah, keduluan, dong sama maba-maba itu.

Bianca yang masih nggak menyadari keberadaan gue pun berjalan ke arah meja tersebut, lalu duduk di hadapan temannya itu tanpa protes. Sementara itu, dua cewek di depannya memberikan sorot mata penuh keseriusan.

"Lo deket sama Kak Brian, ya?"

Hah?

<>

Bianca

"Lo deket sama Kak Brian, ya?" tanya Linda. Di sampingnya, Siska mengangguk semangat.

Aku mengenali mereka berdua, kalau nggak salah kami sekelas di kelas Extensive Reading dan si Linda ini juga teman sekelompokku waktu WP kemarin. Tapi kami nggak terlalu dekat dan jarang ngobrol, atau seenggaknya, belum terlalu dekat untuk seorang Linda menanyakan hal tersebut kepadaku.

Apa urusannya kalau aku kenal dan dekat sama Kak Brian?

"Kenapa emang?" tanyaku dengan nada sedikit sewot. Firasatku berkata kalau pembicaraan ini nggak akan berakhir baik.

"Anu ... lo tau gosip soal dia gak, sih?" kali ini Siska yang berbicara.

"Kita ngingetin sebagai temen aja, sih, ya, in case lo gak tau apa-apa soal dia," sambung Linda dengan yakin. Lah, emang mereka tau apa?

FinaleWhere stories live. Discover now