13 - Bad Bad Dream

69 13 3
                                    

Brian

"Fi, this isn't right. You're drunk."

"C'mon, Bri, I know you want it too." Fio kembali mencondongkan tubuhnya mendekati gue, kali ini dengan kakinya yang mulai naik melingkari kaki gue. Bibir kami hanya dibatasi udara setebal lima senti dan gue nggak bisa mundur lebih jauh karena jemarinya dengan kuat menahan leher gue. Alhasil, gue cuma bisa mengalihkan wajah ke kiri. Berharap kemana pun bibir Fio mendarat, itu bukan di bibir gue.

"Bri,"

"Fi. I'm not into you, so please stop."

Tangan Fio beralih dari leher ke dagu, menarik paksa wajah gue untuk menatap dirinya, but I'm keeping my sight down. Gue nggak mau melihat wajahnya.

Di sekitar kami, orang-orang simpang siur menari dengan gelas-gelas alkohol atau bahkan botol di tangan mereka. Nggak ada yang peduli mengenai kondisi gue yang tengah dihimpit seorang cewek gila bernama Fio. Bahkan bartender di balik konter nggak peduli sama sekali. Semua orang sibuk dengan dunianya masing-masing, begitu pula Juan dan Jun di entah sisi mana bar ini, sementara gue pusing memikirkan cara kabur dari Fio.

"Gara-gara itu lo blokir semua akun gue?" tanyanya, menuntut jawaban. Gue mengangguk pasrah.

"Kalau gue ngebiarin lo ngehubungin gue sekali lagi, kejadiannya pasti kayak gini. Berapa kali gue harus bilang kalau gue nggak mau sama lo?"

Matanya menatap gue lamat-lamat dari balik kelopaknya yang sayu. "Gue nggak ngerti. All your bandmates would likely to get me, tapi lo ... lo gak pernah tertarik sama sekali. Padahal lo doang yang ada di mata gue, Bri."

"I admit it, you're pretty, smart, and all. But still ... you're not my type, Fi."

"Fuck that, gue cuma mau lo—" omongannya terputus ketika akhirnya bibir kami bertemu. Sial, kenapa gue bisa off-guard di saat-saat seperti ini?

Sayangnya, belum sempat gue mendorong tubuh Fio, tubuh gue sudah terlebih dulu terhuyung ke belakang oleh satu tarikan kencang, disusul dengan satu tinjuan keras yang mendarat di pipi kiri. Gue terjatuh bebas di atas lantai bar yang dingin, meringis dan memaksa diri untuk melihat siapa pelaku dari kekerasan di bar malam ini.

Jun berdiri di sana, wajahnya merah—mungkin karena alkohol, mungkin juga karena marah—dan tangannya mengepal.

"Apaan, sih, Jun!" bentak Fio seraya memberi pukulan lemah di dada bandmate gue itu. "Maksud lo apa, hah?!"

"Lo yang kenapa, Fi!" bentak Jun dengan suara yang lebih mendominasi, "Gue yang selama ini ngejar lo! Lo buta? Gue, Fi! GUE! Kenapa lo harus sama dia, hah?!"

"Karena gue nggak pernah tertarik sama lo!" suara Fio bergetar, gue nggak tau apakah dia takut atau terlalu marah sampai suaranya nggak stabil. Gue nggak bisa mikir karena, sialan, pipi gue sakit banget.

"Bri, lo gak pa-pa?" bisik Juan dari belakang. Kampret, kenapa gak daritadi, sih? "Jun! Lo gila ya?"

Jun menoleh, "Temen lo, tuh, yang gila! Seenak jidat nyium-nyium cewek gue!"

PLAK!

Di tengah ramainya suara lagu yang tengah diputar DJ serta teriakan bahagia dari pengunjung lainnya, gue, Juan, dan Jun bisa mendengar jelas suara tamparan hadiah dari Fio yang mendarat bebas di pipi Jun.

"Gue. Bukan. Cewek. Lo. Dan gak akan pernah! Gak sudi gue liat lo lagi!" tegas cewek itu dengan penekanan di setiap kata. Detik berikutnya, Fio menghilang di tengah keramaian, meninggalkan gue, Jun, dan Juan dalam atmosfir yang tegang.

FinaleWhere stories live. Discover now