10 - Rumour

64 16 1
                                    

Bianca

Penutupan Welcoming Party menjadi kali pertamaku menonton Juan tampil di atas panggung. Meski aku sudah terbiasa melihatnya gitaran sambil nyanyi-nyanyi sejak SMP (atau bahkan SD?), baru kali ini aku benar-benar melihatnya tampil.

Dan, ya, setelah seharian kemarin para maba dicekoki berbagai macam sesi, games, tidur larut dan dipaksa bangun subuh untuk senam gak berfaedah, lalu games lagi dan sesi ngomel-ngomel oleh divisi security, akhirnya kami sampai di penghujung acara. Lega rasanya. Lega karena ospek sudah selesai dan kini statusku sebagai mahasiswa benar-benar diakui.

SunDay tampil dengan sangat baik, beyond my expectation, to be honest. Sepertinya, mereka juga mulai mendapatkan penggemar dari para maba yang kini tengah jingkrak-jingkrak dan turut bernyanyi. Aku tak urung tersenyum kala mendengar beberapa dari mereka meneriakkan nama Dimas yang tak disangka akan turut tampil malam ini.

"Yang megang bass itu Kak Brian bukan, sih?" kudengar seorang maba di sampingku berbicara.

"Gak tau, gak kenal gue. Emang lo kenal?" sahut temannya, samar-samar terdengar.

"Nggak, sih, tapi ada kating sempet ngomongin dia, gitu."

"Hah? Ngomongin gimana?"

"Katanya dulu tuh dia pernah hamilin cewek terus gak tanggungjawab,"

"Serius lo?"

"Gue dengernya sih gitu, gak tau beneran apa nggak. Terus kating-kating pada bilang ke gue, hati-hati kalo deket-deket sama doi. Nanti tiba-tiba kena aja ..."

"Gila, masa sih? Sayang banget padahal ganteng ..."

Suara mereka teredam oleh penampilan SunDay yang semakin larut semakin menjadi. Atau mungkin, aku yang tidak ingin mendengarkan obrolan mereka lebih lanjut.

Mataku tertuju ke atas panggung, tempat dimana Kak Brian terlihat serius membetot bass, sama sekali tidak menyadari kalau ada dua orang yang baru saja membicarakan hal busuk tentangnya.

"Kenapa? Lo kemakan gosip Jun juga?"

Sekilas memori itu mampir kembali ke otakku. Meski aku gak tau siapa Jun yang dimaksud, tapi ... mungkin aja, kan? Itukah gosip yang dibicarakan Kak Brian tempo hari?

Aku merenung, tidak lagi fokus pada musik yang disajikan di depan mata, tidak peduli lagi meskipun di atas panggung situ ada sepupuku yang kubanggakan. Otakku memutar cepat memori di jembatan penyeberangan, berusaha menggali detail-detail kecil yang terlupakan.

"Gue udah cukup hidup dalam penolakan di kampus, Bi. Gue pikir lo bakal beda dari mereka. Lo selalu baik sama gue, gak kayak orang lain yang ngeliatin gue dengan jijik."

Damn, Bianca. What have you done?

<>

"Bi!"

Aku menoleh pada Juan yang tengah berlari menyusul diriku. "Balik bareng mau? Koko bawa mobil, daripada kamu sempit-sempitan di situ," ujarnya seraya menggestur pada mobil tentara yang kami gunakan sebagai transportasi pulang malam ini.

"Apaan, nih, anak gue mau diculik?" tiba-tiba saja, Kak Wanda selaku fasilitator kelompokku muncul. "Nunggu apa, Bi? Itu mobilnya udah mau berangkat lho."

"Bianca biar balik sama gue aja. Kamu malem ini nginep ndek tempat e Koko, kan? Sekalian a, daripada drop dulu di kampus utama. Biar Koko ndak usah jemput lagi."

Kak Wanda mengernyit mendengar cara bicara Juan yang berubah seratus delapan puluh derajat ketika ia berbicara denganku, "Hah? Lo berdua ...?"

"Sepupu, Kak," jawabku sebelum Kak Wanda sempat berasumsi aneh-aneh, "iya, Ko, aku nginep, kok."

FinaleWhere stories live. Discover now