4 ▪️ Kelas Z-1

49.8K 6.3K 119
                                    

' Harapan dan berharap itu beda. Kalau lo mau ngejar untuk hasil yang sesuai, lo pilih harapan. Tapi kalau lo cuman mau nunggu dan digantung, pilih berharap '
[ Sastra - 04 ]

✒. Happy reading!

"Lo berharap apa lagi sih sama cowok bajingan kayak Kael?" sosok gadis dengan rambut bergelombang cantik itu memukul mejanya sendiri dengan gemas, mampu menarik perhatian seluruh kelas. "Putusin, gue bilang putusin! Udah lihat mesra-mesraan di UKS, makan bareng, di kamar berdua, mau nunggu apa lagi? Nunggu kabar si Ayala hamil anaknya Kael, hah?!"

Lentera terkekeh riang mendengar penuturan Wihelmia, sahabatnya dari SMP kelas 7. Ia sama sekali tidak merasa bahwa ucapan Wihel barusan adalah sebuah tikaman keras untuknya, Lentera malah menganggap itu sebagai candaan bagai hari-hari biasa.

Kael memang bajingan. Lelaki bad boy yang selalu tawuran itu adalah sosok kasar yang tak kenal belas kasih. Tetapi Lentera tetap mencintai lelaki itu bagaimanapun sikap Kael padanya. Walaupun saat ini Lentera merasa Kael sedikit berubah padanya. Dulu, jika Lentera menangis maka Kael akan berusaha menenangkan dan membelikannya banyak sekali makanan ataupun barang yang diinginkan. Namun sekarang, Kael malah mengatakan hal-hal yang lebih kasar dan menyakitkan membuat Lentera terheran-heran.

"Kael udah beneran berubah, ya?"

"Lo nanyaaa? Lo bertanya-tanyaaa?" Wihel mendengkus, ia tidak tahu saja jika Lentera memang baru bisa menanyakan hal yang seharusnya gadis itu tahu sejak 2 bulan lalu. "Sekarang ke mana tuh cowok? Berduaan lagi di kantin tanpa tahu pacarnya lagi overthinking?"

"Mau gue susulin, deh. Kebetulan gue belum sarapan." Lentera beranjak dari kursinya, namun sebelum itu ia memeriksa ponsel sebentar, siapa tahu Kael sudah memberinya kabar, tapi ternyata salah. Lentera menghela napas. "Mau ikut nggak, Wi?"

Wihel mendelik. "Nggak, males jadi nyamuk. Tapi kalau ucapan gue bener nih Kael lagi sama si Ayala di kantin, lo harus putusin dia detik itu juga."

"Kok gitu?"

"Pikir aja sendiri!"

Lentera kembali terkekeh, ia mencubit kedua pipi Wihel sebentar sampai akhirnya ia berlari kabur keluar kelas. Tujuan awal, Lentera pikir ia menurut pada Wihel saja agar memeriksa kantin, siapa tahu Kael dan Ayala memang ada di tempat itu. Akhir-akhir ini keduanya sering kepergok sedang sarapan berdua. Dari kelas IPS menuju kantin memang agak memakan waktu, jaraknya terpisah oleh dua kelas IPS dan gedung IPA.

Mengenai ucapan Wihel tentang memutuskan sebuah hubungan, Lentera masih belum setuju. Entah sampai kapan ia akan bertahan. Tapi Lentera berharap Kael akan berubah seperti Kael yang dulu, Kael yang lembut padanya dan perhatian. Bayangkan saja, mereka sudah menjalin hubungan 2 tahun lamanya, tidak mudah hanya mengakhirinya dalam sekali ucap. Lentera tidak akan rela. Sia-sia saja jika ia yang mengajak putus tetapi ia sendiri yang tidak bisa move on. Ia akan malu setengah mampus.

Saat ini Lentera masih belum melihat keberadan kantin dikarenakan langkahnya yang semakin lama semakin memelan, Lentera jadi ragu. Apakah pilihannya menemui Kael saat ini akan menyakiti hatinya?

Sebelum kembali melangkah, kedua kaki Lentera sudah berhenti. Seseorang menahannya dari samping.

"Lentera Matahari kelas 11 IPS 5, benar?"

Lentera mengerjap, ia buru-buru berbalik menghadap sosok guru cantik yang membuatnya tertegun. Gadis itu langsung mengangguk. "I-iya bu Helena. Saya sendiri, ada apa ya bu?"

Siapapun tahu dengan guru muda ilmu matematika ini, namanya Helena, killer dan judes di dalam kelas tetapi ramah jika berada di luar kelas. Murid HZ High School selalu menyangka Helena memiliki dua kepribadian. Hanya saja Lentera tidak tahu mengenai kebenarannya, ia tidak diajarkan matematika oleh Helena.

ZWARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang