29 ▪️ Bekas Lukanya

38K 5.8K 131
                                    

' Nyatanya, akhir adalah sebuah langkah awal '

✒.Happy reading!

Suasana kantin kali ini sudah ramai, kabar lima belas menit lalu di kelas Wihel sudah tersebar luas dan menjadi bahan perbincangan yang panas. Gosip Lentera yang tidak-tidak karena berhasil satu kelas bersama para pangeran sekolah kian menjadi, semakin bertambah buruk. Jujur saja, Lentera tak bisa menutup telinga walaupun mulutnya berkata bahwa ia tak peduli, tapi tetap saja sudah jelas jika orang di dekatnya akan menyadari bahwa Lentera sedang panik. Termasuk anggota Zwart yang saling pandang dengan canggung.

"Lakuin sesuatu deh." Alkana bergumam, ia ingin melirik Zilos namun aura lelaki itu mendadak suram karena gosip panas kali ini.

"Kantin lebih berisik, mereka makin jadi, mending pindah ke kelas." Aeste mengusulkan. "Gue gak tega lihat Lele. Biar nanti gue ambilin pesanan kalian sama Arche atau Kuna."

"Ya udah--"

Perkataan Micro terpotong karena ulah Coulo yang menjatuhkan buku tebalnya ke lantai. Tapi bukan itu yang aneh, melainkan seisi kantin yang amat ramai mendadak hening seperti seseorang sedang menghentikan waktu. Semua kompak menatap ke arah Coulo yang mengambil bukunya.

"Anjing lapar bisa seberisik ini, ya?" Coulo berkata cukup lantang dengan suara dalamnya. Mengubah suasana kantin yang panas menjadi dingin dan kaku. "Jadi susah baca," ucapnya lagi seraya menaruh bukunya di meja dan beralih menatap sekitar.

Seluruh murid di kantin jadi diam akibat pandangan bagaikan sinar laser itu, menyisakan suara para penjual yang menanyakan pesanan pembeli saja. Penyebabnya hanya Coulo seorang. Semua di HZ High School sudah tahu, Coulo salah seorang pangeran sekolah dan memiliki hobi membaca buku tebal adalah sosok paling pendiam. Tak banyak yang tahu bagaimana suara Coulo karena sangat jarang sekali terdengar. Dan hari ini, tepat di kantin, entah keberuntungan atau suatu malapetaka, suara Coulo terdengar jelas.

Lain hal dengan meja lain yang hening, anggota Zwart malah terkekeh tertahan melihatnya. Jarang sekali menyaksikan Coulo yang sedang kesal karena terganggu. Mereka tahu, Coulo bahkan bisa membaca dan memahami bacaannya walaupun sedang berada di puncak keramaian sekalipun.

"Keren." Wihel bergumam pelan, menyikut lengan Lentera dengan cepat. "Ini nih untungnya lo bagian dari mereka, sekaligus keuntungan gue hehehe."

Lentera mendelik, setidaknya ia bisa menghela napas lega karena kantin jadi senyap tanpa amukan Zilos atau ancaman berbahaya Alkuna. Gadis itu kembali pada kegiatannya sejak tadi--mengaduk-ngaduk soto tanpa ada niatan melahapnya. Lentera mendadak mengingat sosok North yang bisa memberinya kata-kata penenang atau mengusap kepalanya dengan lembut. Kira-kira kapan lelaki itu kembali? Lentera bahkan tidak tahu alasan North pergi ke rumah sakit tadi.

"Kita harus ke rumah sakit."

Lentera mengangkat sebelah alisnya, baru saja ia memikirkan rumah sakit, Alkena sudah mengajaknya dengan tiba-tiba seperti ini. Dan ini janggal, ekspresi Alkena berubah datar tak seperti biasanya yang santai.

"Maksudnya?" suara Micro terdengar tercekat, lelaki itu langsung berdiri. "North?!"

"Sebagian aja yang ke rumah sakit, percuma kita semua ikut ke sana, nggak akan diizinin pihak rumah sakit 'kan?" Archeology mengerutkan kening, ia mencoba menahan lengan Micro agar lelaki itu duduk kembali.

Alkena menggeleng, menatap semuanya dengan kosong. "Kali ini, gue rasa pihak rumah sakit gak akan nahan kita."

"Ayo." Zilos memecah keheningan yang menyergap di sana, berlari cepat keluar dari kantin membuat semua tersentak.

"Gue, Coulo, Alkana nyusul Zilos. Kalian urus surat izin. Sekarang." Micro berujar cepat, lelaki tinggi itu juga berlari cepat keluar dari kantin dengan keringat yang mengalir deras di pelipis.

ZWARTWhere stories live. Discover now