12 ▪️ Selingkuh?

43.2K 6.1K 129
                                    

' Jangan terlalu mengurung diri. Menyeramkan saat lo hanya tinggal dalam tempurung tanpa tahu luasnya dunia '

✒.Happy reading!

"Kael, jemput aku di perpustakaan kota. Hari ini, detik ini. Aku tunggu pokoknya!"

"Ngapain?" seseorang dari seberang telepon menjawab, nada suaranya terdengar ragu dan tidak percaya. "Sejak kapan lo main di perpus bareng kutu buku, hah?"

Lentera mendengkus, ia duduk dalam toilet lantas mengingat anggota Zwart yang datang ke sana. Pada awalnya, Lentera juga mengira jika orang-orang yang datang ke perpustakaan adalah orang dengan kacamata tebal, kemeja rapi dan dimasukkan ke dalam, serta model rambut yang dibelah dua. Tetapi, akibat visual Zwart yang tidak main-main, mampu membuat pemikiran Lentera yang satu itu lenyap.

Apakah Kael akan berpikiran hal yang sama dengannya?

"Kael, ceritanya panjang. Aku kejebak, ayo cepet jemput aku sekarang. Kamu bisa 'kan?"

Helaan napas berat terdengar di sana. "Gue lagi nunggu Ayala makan, bentar lagi gue dateng."

"Ayala?" Lentera mengernyit. "Kamu pulang sama dia lagi? Kenapa nggak bilang, sih?"

"Lo gak nanya."

Nada yang terdengar tak acuh itu membuat Lentera tidak bisa berkata-kata lagi. Ia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya mengambil keputusan.

"Gak jadi, Kael. Aku lupa, abis ini aku mau jalan sama Wihel. Maaf ganggu."

"Hmm, oke."

Sambungan telepon terputus, Lentera langsung keluar dari bilik toilet. Begitu di depan wastafel, ia hanya memandang dirinya dengan tatapan datar, kemudian ia mencuci tangannya dan keluar dari sana.

"Ayala lagi, Ayala lagi. Siapa sih pacarnya?" Lentera bergumam, kakinya tak melangkah menuju lift untuk ke lantai satu atau melangkah menuju tangga. Lebih baik Lentera berjalan-jalan sebentar untuk menjernihkan otaknya dari penjelasan yang Zilos lontarkan tadi.

Perpustakaan kota memang tidak menarik jika hanya dilihat dari luar, gedung berbentuk setengah lingkaran berwarna abu, apa menariknya? Tetapi, ketika meginjakkan kaki ke sana, mulut pasti akan berdecak kagum dengan semua yang ada. Buku-buku yang tersusun dalam rak yang menjulang, komputer, meja serta kursi yang nyaman, dan terakhir yang menjadi daya tarik adalah lantai tiga perpustakaan yang menjadi puncak lingkaran. Dindingnya bukan dari bahan bangunan seperti semen atau lainnya, tetapi menggunakan kaca tebal membuat orang-orang bisa memandang sekitar yang memukau.

Sebelum belajar dengan Zilos, tadi Aeste mengajaknya untuk berkeliling, mengagumi interior perpustakaan dan juga menelusuri rak-rak buku yang belum sempat ia kunjungi tiap lorongnya.

Kali ini, kaki Lentera melangkah hendak menuju tangga. Niatnya ingin melihat lantai tiga saja, tetapi tiba-tiba tangannya ditarik dari belakang, membuat Lentera membelalakan matanya saat melihat salah satu lelaki. Seingat Lentera, lelaki itu sering disebut dengan KBBI berjalan oleh teman-temannya.

"Sastra kalau lo gak tahu." Lelaki itu mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa ke sini, bukannya belajar sama Zilos? Hari ini bagian Matematika, besok lo belajar Biologi sama Micro."

Lentera menggeleng, satu tangannya terangkat menggaruk dagu. "Gu-gue mumet, mau keliling bentar, Zilos ngizinin deh ... kayaknya."

"Emangnya lo udah izin?" tanya Sastra membuat Lentera terkekeh kaku.

Kepala Lentera menggeleng. "Belum."

"Berarti itu bukan perizinan, lo salah. Perizininan itu kalau lo ngajuin suatu hal, dan pihak yang lo tuju menerima." Sastra menggeleng-gelengkan kepalanya, menatap Lentera dengan tatapan seolah-olah ia adalah ayah dari anaknya yang nakal.

ZWARTWhere stories live. Discover now